News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Keraton Yogyakarta Bangga Program Pengembangan Ekosistem Green Economy Digelar di Gunungkidul 

Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Peluncuran Program Pengembangan Ekosistem Green Economy (Ekonomi Hijau) pada Selasa (14/02/2023). Program istimewa ini diselenggarakan berkat kerjasama antara PT PLN, PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI), PT Energy Management Indonesia (EMI), Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Keraton Kesultanan Yogyakarta.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keraton Yogyakarta menunjukkan dan membuktikan komitmennya kepada NKRI, menjaga lingkungan sekaligus mensejahterakan masyarakat melalui Peluncuran Program Pengembangan Ekosistem Green Economy (Ekonomi Hijau) pada Selasa (14/02/2023) di Gunungkidul Yogyakarta.

Program istimewa ini diselenggarakan berkat kerjasama antara PT PLN, PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI), PT Energy Management Indonesia (EMI), Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Keraton Kesultanan Yogyakarta.

Demikian diungkapkan GKR Mangkubumi, puteri sulung Sri Sultan Hamengkubuwono X, di Yogyakarta, Minggu (19/03/2023).

Sri Sultan Hamengkubuwono X bersama Direktur PLN (Kacamata) menyapa masyarakat Gunung Kidul, Yogyakarta.

Di sela-sela acara di Dusun Ngrejek Wetan, Desa Gombang, Ponjong, Gunungkidul, Yogyakarta, Selasa (14/2/2023) tersebut Sri Sultan Hamengkubuwono X mengisahkan soal sapi “makan” sapi.

Komitmen yang dimaksud adalah mensejahterakan masyarakat tanpa harus merusak lingkungan alam sekitar.

Mewujudkan kesejahteraan sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945 jangan sampai merusak atau menghancurkan sumber kehidupannya.

Gunung Kidul adalah lumbung ternak di DIY, demikian Sri Sultan bertutur sebagaimana dikutip GKR Mangkubumi. Selain dari ternak, masyarakatnya hidup dari pertanian.

Jika pertanian yang ditanam adalah padi, ubi, jagung dll. Sementara kalau peternakan rumah yang dipelihara masyarakat adalah sapi atau kambing. Dari sinilah masyarakat Gunung Kidul hidup.

Namun permasalahan klasik muncul ketika musim kemarau datang. Ternak terancam kelaparan karena tidak ada tumbuhan hijau untuk pakan ternak. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada musim kemarau di Gunung Kidul ini banyak terjadi peristiwa sapi "makan“ sapi.

"Jika biasanya seorang warga di Gunung Kidul memiliki 3 sapi, maka pada musim kemarau masyarakat tidak dapat mempertahankan itu. Karena kelangkaan pakan ternak, maka satu dari tiga sapi itu akan dijual. Dan hasil penjualan sapi itu, akan dibelikan pakan ternak yang berasal dari daerah lain. Dibutuhkan kurang lebih Rp 250.000 per bulan untuk membeli pakan ternak dari daerah lain. Akhirnya ya, sapi makan sapi yang terjadi,“ ujar GKR Mangkubumi.

GKR Condrokirono (rompi biru) dan GKR Mangkubumi (Topi putih) berfoto Bersama dengan masyarakat Gunung Kidul, Yogyakarta

Oleh karena itu, Kraton menyambut hangat ketika DIY terpilih menjadi pilot project program Pengembangan Ekosistem Green Economy untuk Mendukung Net Zero Emission (NZE) Berbasis Keterlibatan Masyarakat di DIY dalam konteks Sustaninable Development Goals (SDG) – pembangunan berkelanjutan.

Ditegaskan GKR Mangkubumi, Kraton Yogyakarta memegang kuat filosofi Memayu Hayuning Bawana untuk membangun dan menyejahterakan masyarakat.

"Makanya, pilot project ini merupakan Kerjasama antara PT PLN Energi Primer Indonesia, Pemerintah DIY dan Keraton Kasultanan Yogyakarta. Keraton Kesultanan Yogyakarta menyediakan tanah Sultan Ground untuk dapat ditanami pohon-pohon yang mendukung semua kepentingan. Lingkungan terjaga, masyarakat mengambil manfaat dari daun-daun dari pohon yang ditanam dan PLN dapat menggunakan ranting-rantingnya untuk Co-Firing bagi PLTUnya,“ ujar GKR Mangkubumi.

Kisah sapi “makan” sapi itu dibenarkan oleh Supriyanto Lurah Kelurahan Gombang, Kapanewon Ponjong, Gunung Kidul, Yogyakarta.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini