Akhirnya D mencabut laporan tersebut pada 10 Februari 2023 saat kasusnya masih dalam tahap penyelidikan.
Pihak kepolisian pun mengabulkan pencabutan laporan usai D mengajukan restorative justice (RJ).
Namun semenjak laporan tersebut dicabut oleh D, tidak ada itikad baik yang ditunjukkan LSF dalam kurun waktu hampir satu bulan ini.
LSF justru belakangan menghilang dan tak bisa dihubungi oleh korban.
Stein mewakili D berencana mengirim surat kepada Kemendagri agar kasus ini diselidiki di internal kementerian. D juga mempertimbangkan menempuh jalur hukum lagi dengan meminta gelar perkara khusus ke Polda Metro Jaya.
Baca juga: Ibu Muda di Kampar Riau Aniaya Balitanya hingga Tewas, Ini Penjelasan Kapolsek
"Setelah hari ini, kami akan bersurat ke Mendagri Tito Karnavian langsung, kami akan CC ke dirjennya, supaya mereka mengawal atau memeriksa dari sisi internal," kata Stein.
"Kami juga meminta perlindungan hukum dan juga memohon untuk dilakukan gelar perkara khusus karena menurut hemat kami terlapor terbukti melakukan tindak pidana dan adanya kecacatan dalam SP2 Lidik yang dirilis 10 Februari 2023," lanjut dia.
Kecacatan dalam SP2 Lidik yang dimaksud oleh Stein adalah alasan utama pemberhentian penyelidikan yang tidak sesuai dengan fakta.
Dalam SP2 Lidik tersebut, kepolisian resmi menghentikan penyelidikan karena tidak cukup bukti.
"Kalau RJ, seharusnya alasan SP2 Lidik-nya itu bukan karena 'tidak cukup bukti'. Melainkan 'demi hukum'. Kalau pakai alasan itu bukan RJ namanya," papar Stein.
"RJ itu didasari atas dua hal. Pertama adanya perdamaian dan yang kedua adalah bukti pemenuhan hak korban. Hak yang dimaksud adalah penggantian uang biaya rumah sakit klien kami. Dan itu tidak kunjung ada titik terang. Jadi SP2 Lidik-nya tidak sah," imbuh Stein.