TRIBUNNEWS.COM - Baku tembak antara TNI dengan Kelompok Separatis Teroris (KST) atau Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) terjadi di Mugi-Mam, Kabupaten Nduga, Papua, Sabtu (15/4/2023) pukul 16.30 WIT.
Aksi baku tembak tersebut menewaskan Pratu Miftahul Arifin dari Satuan Tugas Batalyon Infanteri Yonif Raider 321/Galuh Taruna (Yonif R 321/GT).
Pratu Miftahul Arifin ditembak setelah mencoba mencari keberadaan pilot Susi Air, Kapten Philips Mark Mehrtens (37), di Distrik Mugi, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, Sabtu.
Saat ini, TNI konsentrasi melakukan evakuasi korban yang meninggal dunia lantaran terjatuh di jurang.
Dirangkum Tribunnews.com, berikut update evakuasi jenazah Pratu Miftahul Arifin yang gugur:
Evakuasi Terkendala Cuaca Buruk
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menyampaikan, evakuasi Pratu Miftahul Arifin terhambat lantaran cuaca buruk di Kabupaten Nduga.
"Jadi jenazah Pratu Miftahul Arifin belum dievakuasi lantaran cuaca buruk dan juga lokasinya yang curam," ujar Laksamana Yudo Margono di Markas Lanud Yohanis Kapiyau Timika, Selasa (18/4/2023), dilansir Tribun-Papua.com.
Sementara itu, terdapat empat orang lainnya yang mengalami luka-luka akibat kontak tembak.
Panglima TNI mengungkapkan, empat orang yang terluka telah dievakuasi dan dibawa ke RSUD Mimika.
"Kalau belum terkonfirmasi hingga saat ini ada empat personel dari total 36 personil tersebut," kata Laksamana Yudo Margono.
Baca juga: Panglima TNI Berlakukan Operasi Siaga Tempur Lawan KKB di Wilayah Mugi-mam Nduga Papua
Evakuasi Terus Diupayakan
Dikutip dari Tribun-Papua.com, Laksamana Yudo Margono menegaskan, proses evakuasi terhadap jenazah Pratu Miftahul Arifin hingga saat ini masih diupayakan.
"Karena cuaca, proses evakuasinya terhambat, tetapi sedang diupayakan," jelasnya, Selasa.
Status Operasi Dinaikkan
Disinggung soal upaya penyelamatan terhadap Pilot Susi Air, Laksamana Yudo Margono mengatakan, pihaknya tetap melakukan pencarian.
"Dengan kondisi saat ini, apalagi untuk daerah tertentu, kami ubah menjadi operasi siaga tempur."
"Jadi operasi ini statusnya sudah ditingkatkan," tegas Yudo.
Baca juga: Pratu Arifin Gugur di Papua, Wapres Maruf Minta TNI-Polri Tak Gentar Hadapi KKB
Tak Ada Humanis untuk KKB
Di sisi lain, Panglima TNI mengatakan, pasukan TNI tak akan bersikap humanis dalam menghadapi KKB di Papua.
Ia menegaskan, operasi humanis di Papua bukan ditujukan untuk KKB, melainkan dalam membantu masyarakat.
"Operasi humanis itu bukan untuk KKB, tapi untuk semua masyarakat."
"Melihat KKB tadi kontak masa kita humanis, ya habis," ujar Yudo, Selasa.
Yudo menjelaskan, maksud dari bersikap humanis tersebut adalah jajaran TNI yang siap sedia untuk membantu aktivitas masyarakat.
"Humanis itu kalau ada masyarakat yang bersama kita menjaga daerahnya, melangsungkan kegiatan rumah tangga, menyekolahkan anak-anaknya, kita pandu dengan humanis."
"Tapi ketika kontak tembak harus timbul naluri tempur prajurit, harus muncul. Makanya harus siap tempur tadi," papar Yudo.
Baca juga: Cerita Pratu Miftahul Arifin yang Gugur Ditembak KKB, Rela Utang demi Bisa Jadi Prajurit TNI
Sebagai informasi, kontak tembak terjadi saat 36 prajurit TNI yang melaksanakan tugas di wilayah Mugi-mam, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, mencari keberadaan pilot Susi Air.
Sebelumnya, Kepala Staf Umum Tentara Nasional Indonesia (TNI), Letjen Bambang Ismawan, mengungkap jenazah Pratu Miftahul Arifin masih belum bisa dievakuasi.
Menurut Bambang, jenazah Pratu Miftahul Arifin belum bisa dievakuasi karena terkendala cuaca ekstrem.
"Sampai tadi siang belum bisa diambil karena memang pertama di sana cuacanya tidak menentu kadang-kadang satu hari hanya dua jam cerah abis itu tertutup kabut," kata Bambang saat ditemui di Kawasan Monas, Jakarta, Senin (17/4/2023).
Baca juga: Peneliti UGM: Motif Separatisme KKB Semakin Sporadis Sejak Pemerintah Gencar Membangun Papua
Ia menjelaskan, evakuasi menggunakan helikopter juga masih belum bisa dilaksanakan.
Sebab, tak hanya cuaca buruk, kondisi medan di tempat jenazah Pratu Miftahul Arifin bukan medan yang datar.
"Jadi untuk pengambilan jenazah helikopter kan kita tidak bisa langsung merapat."
"Karena memang di samping cuaca kan medannya bukan medan datar. Ya itu memang kendala utama," terangnya.
(Tribunnews.com/Nuryanti/Danang Triatmojo) (Tribun-Papua.com/Marselinus Labu Lela)