Selama lebih dua pekan dirawat, ujar Srikayati, kondisi kesehatan suaminya itu belum juga menunjukkan perkembangan signifikan.
Dirundung gelisah tak karuan menyoal kesembuhan suaminya, Srikayati pun hanya bisa berpasrah diri.
"Belum pulih, namun sudah bisa melek. Saya hanya bisa berdoa," kata Srikayati.
Singkat kata, Srikayati yang begitu sabar menjaga suaminya di ranjang pesakitan justru kian merasa terbebani dengan sikap dan perkataan tenaga kesehatan yang bertugas mengurus suaminya.
Mereka, kata Srikayati, berulang kali mempersilakan keluarga petani itu buru-buru berkemas.
"Perawatnya galak-galak. Kami terus saja diusir diminta untuk pergi. Kalau lama-lama katanya akan ketularan penyakit.
Apa karena kami orang tak punya? Saya jengkel kalau ingat itu, padahal suami saya masih sakit dengan banyak selang di tubuhnya," tangis Srikayati.
Tak tahan diperlakukan seperti itu, sambung Srikayati, keluarga akhirnya dengan sangat terpaksa membawa pulang Asmuri dirawat secara mandiri di rumah.
Mereka mengaku sakit hati dan kecewa dengan pelayanan RS Yakkum.
"Padahal dua bulan lagi, saya dan suami akan berangkat haji. Biaya itu kami cicil selama 18 tahun. Tapi takdir berkata lain.
Kalau saja dirawat di rumah sakit, suami saya mungkin selamat. Kami sakit hati," tutur Srikayati sembari menyeka air matanya.
Baca juga: Terlibat Kecelakaan Beruntun di Tol Semarang-Solo KM 486, Ini Pengakuan Sopir Fortuner
M Toha (36), putra kedua Asmuri mengatakan, sebelum hengkang dari RS Yakkum, keluarganya diminta melunasi terlebih dulu biaya puluhan juta rupiah selama penanganan dan perawatan Asmuri.
Tagihan itupun akhirnya bisa terbayarkan setelah meminjam uang kerabatnya.
Keluarga pun menyadari biaya membengkak lantaran Asmuri tak terdaftar sebagai pasien BPJS Kesehatan.