TRIBUNNEWS.COM, PAPUA - Yoakim Mujizau menyerukan kepada semua pihak untuk tidak melibatkan masyarakat sipil dalam konflik bersenjata di Intan Jaya.
Yoakim Mujizau merupakan Wakil Ketua Tim Mediasi Konflik Bersenjata dalam Rangka Penegakan Hukum terhadap TPN/OPM di wilayah hukum Intan Jaya Papua.
Hal ini ditegaskan Yoakim merespons banyaknya berita yang beredar di masyarakat luas adanya pelibatan masyarakat sipil dalam konflik bersenjata di Intan Jaya.
"Akhir-akhir ini banyak sekali muncul informasi yang dapat memperkeruh suasana konflik di Intan Jaya dengan pemberitaan lewat media cetak, eletronik maupun medsos kalau ada pelibatan masyarakat sipil. Ini sangat fatal dan hanya membuat situasi Intan Jaya terus mencekam. Masyarakat sudah hidup dalam ketakutan, jangan dibuat makin takut lagi," ungkap Yoakim dalam keterangannya, Senin (1/5/2023).
Baca juga: Panglima TNI Sebut Semua Prajurit yang Kontak Tembak dengan KKB di Mugi-Mam Papua Sudah Ditemukan
Yoakim meminta agar baik TPN/OPM maupun TNI/Polri perlu menahan diri dan memberikan waktu untuk jeda kemanusiaan.
Termasuk Pemerintah Intan Jaya, DPR Intan Jaya dan oknum intelektual agar tidak mengajak masyarakat ikut dalam perang atau konflik yang sedang terjadi di Intan Jaya.
"Karena adanya isu yang berkembang lewat sosial media membuat masyarakat tidak aman karena merasa ketakutan di rumah dan kampungnya sendiri dari pemberitaan-pemberitaan ini," sambung Yoakim.
Dia tegaskan pula agar masyarakat tidak dijadikan sebagai tameng termasuk pada TNI/Polri agar melakukan langkah penegakan hukum dengan mengedepankan perlindungan hak hidup, memberikan jaminan keamanan, kedamaian, dan ketentraman kepada semua pihak.
"Prinsip utama adalah masyarakat harus menjadi Objek utama yang dilindungi dan dihormati kedudukan mereka oleh setiap manusia termasuk dalam Kondisi Perang Ideologi maupun Perang Saudara," tegas mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung Kabupaten Intan Jaya tersebut.
Ia menjelaskan tentang budaya perang suku di wilayah Papua terutama wilayah gunung di mana masyarakat tidak dipanah atau membunuh sembarangan orang selain mereka yang ada dalam pasukan perang dan telah berada di medan perang serta memegang alat perang.
Baca juga: KKB Bakar Honai di Intan Jaya Papua, TNI Sebut Mereka Ingin Sebarkan Hoaks
Selain itu yang berperang hanya laki-laki dewasa dan pemuda.
Sedangkan ibu-ibu, anak-anak, orang tua dan kepala suku tidak boleh dipanah apalagi orang yang terpandang seperti tokoh agama, guru, tenaga kesehatan dan pejabat pemerintah.
"Jadi berhenti memakai masyarakat biasa dalam konflik di Intan Jaya ini. Dalam situasi begini, masyarakat merasa maju kena, mundur pun kena sebab konflik yang terjadi bukan konflik perang menggunakan alat tradisional panah melainkan senjata api. Karena yang berperang/konflik ini terjadi antara kombatan dengan Kombatan, yang bersenjata dengan yang bersenjata," sambungnya.
Yoakim mengingatkan juga agar media jangan ikut memprovokasi masyarakat untuk ikut menyatakan perang.
Dia ambil contoh masyarakat di Kampung Bilogai, Kumbalagupa, Mamba dan Sambili yang menyatakan perang melawan OPM secara spontan karena takut hidup dalam tekanan serta terancam sebab konflik ini sejak tahun 2019 muncul sampai hari ini.
"Masyarakat juga tidak ingin mati bodoh-bodoh seperti tahun-tahun lalu, masyarakat tidak mungkin kemana-mana dan tidak mungkin pindah ke kota atau kampung lain yang dianggap aman menurut mereka, mereka tidak mungkin menyatakan perang sebab ketakutan menghantui mereka tiap hari. Jangan juga media memprovokasi. Ini tidak tepat untuk solusi yang sedang dilakukan termasuk mediasi yang dilakukan," katanya.
Dia tegaskan saat ini tim mediasi terus membangun dialog dengan kelompok TPN/OPM sehingga berharap semua pihak menahan diri.
"Kita semua berharap agar masyarakat bisa tenang kembali, hidup normal tanpa takut. Jika aman maka otomatis roda pembangunan dan pemerintahan di Kabupaten Intan Jaya bisa berjalan dengan baik. Kalau tidak semua akan mandek dan kita semua rugi," pungkas Yoakim.