Apalagi, menurut data yang ia dapatkan dari Kemenkominfo, bentuk saluran hoax terbesar adalah media sosial.
“Terdapat enam ciri-ciri hoax yaitu sumber info tidak jelas, info memuat keanehan atau hal yang tidak wajar, bahasanya provokatif, tidak sesuai antara judul dan isi, tidak mencantumkan waktu atau tanggal informasi, mendiskreditkan pihak tertentu dan tidak berimbang, serta memuat instruksi untuk meneruskan pesan dan mengancam jika pembaca tidak menyebarkannya,” ucap Niken.
“Hoax itu berbahaya karena mampu memicu kemarahan, kebencian, merusak moral, hingga menyebabkan disintegrasi bangsa,” ujarnya.
Untuk itu, ia mengajak para hadirin untuk mampu membedakan mana berita yang benar dan mana yang hoax serta menghindari penyebaran hoax.
Apalagi, penyebar hoax dapat terkena berbagai dampak, mulai dari hukuman lewat UU ITE hingga kesulitan mendapatkan pekerjaan akibat rekam jejak digital yang buruk.
Selain itu, ia mengimbau agar semua pihak mau memenuhi media sosial dengan hal-hal yang penuh kebaikan, cinta kasih, nilai-nilai kemanusiaan, dan hal-hal yang produktif dan bermanfaat.
Memperbanyak bicara dari hati di media sosial, menurut Niken, akan lebih berguna ketimbang menyimpan informasi negatif yang merugikan.
“Seperti pesan Paus Fransiskus ‘Hatilah yang mendorong kita untuk datang, melihat, dan mendengarkan. Dan hati itu pulalah yang menggerakkan kita berkomunikasi secara terbuka dan ramah’,” kata Niken.