Yakni baju, rok, jilbab, bra dan celana dalam.
Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Arman Asmara menuturkan, sesuai amanat Kapolda, kasus seperti ini harus ditangani dengan tegas dan tuntas.
Dua pelaku petinggi ponpes akan dijerat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Mereka terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.
Baca juga: Pimpinan Ponpes di Lombok Rudapaksa Santriwati, Paksa Korban Nonton Film Syur, Janjikan Masuk Surga
Korban Didampingi LPSK
Para santriwati korban pelecehan seksual oleh dua oknum pimpinan pondok pesantren (ponpes) di Lombok Timur didampingi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Tiga orang korban yang masih berusia anak itu kini menjadi atensi khusus LPSK, Polda NTB, Pemerintah Daerah (Pemda) Lombok Timur dan organisasi pemerhati anak.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes Pol Teddy Ristiawan menerangkan, korban yang masih di bawah umur harus mendapatkan perhatian khusus, karena sangat rentan.
"Karena korbannya anak-anak, ini menjadi perhatian khusus kita semua," ungkapnya, didampingi Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Arman Asmara dan Kapolres Lombok Timur Hery Indra Cahyono, Selasa (23/5/2023).
Sementara itu, dijelaskan Teddy, pihaknya berkoordinasi dengan LPSK agar korban mendapatkan restitusi atau ruang pergantian terhadap kerugian moril.
Sedangkan untuk korban lainnya masih diupayakan pendalaman oleh pihak kepolisian.
Dalam kasus ini, Polda NTB menangkap dua orang oknum pimpinan ponpes tersebut.
Kedua tersangka masing-masing berinisial LMI, dia menjabat sebagai salah satu ketua yayasan di ponpes tersebut.
Sedangkan pria inisial HSN menjabat sebagai pimpinan ponpes.