Ketika ditanya, uang ratusan itu apakah digunakan untuk persiapan biaya lahiran dan selama kehamilan? Ika Faramita mengaku untuk kebutuhan sehari-hari.
“Buat hidup hari-hari saja. Suami saya tidak kerja sehingga buat kebutuhan saya selama hamil dan anak-anak,” pungkasnya.
Kapolres Ponorogo, AKBP Wimboko pada Kamis (22/6/2023) mengatakan tersangka telah melakukan modus TPPO dalam kurun waktu April 2023 hingga 17 Juni 2023. Selama itu telah menjerat 5 korban.
“Setelah menemukan korban, tersangka menjanjikan bisa mengurus atau memberangkatkan korban. Gajinya Rp 30 juta per bukan. Sekalipun korban hanya lulusan SMA,” kata AKBP Wimboko.
Kotban saat ini yang sudah melapor ada 2.
Untuk korban pertama menderita kerugian Rp 89 juta dan korban kedua menderita kerugian Rp 120 juta.
“4 kali pembayaran. Mulai pengurusan ijazah s1, cek kesehatan, Pasport dan visa kerja. Kepengurusan ijazah itu karena memang korban tidak lulus sarjana,” urainya.
Kasatreskrim Polres Ponorogo, AKP Nikolas Bagas Yudhi Kurnia mengatakan bahwa tersangka Ika tidak mempunyai kantor PJTKI.
Modusnya bukan mencari pekerja di media sosial.
“Tetapi dari mulut ke mulut. Kedua korban yang resmi melaporkan adalah berteman,” beber mantan Kasatreskrim Polres Nganjuk ini.
“Kantornya juga fiktif. Tidak ada kantor bernama Bina Muda Cendekia. Adapun pekerjaan tersangka if sebenarnya adalah penyayi elekton,” urainya.
Baca juga: Jadi Penyebab Maraknya TPPO, Mensos Tangani Kemiskinan Ekstrem di Kawasan 3T
Ketika ditanya perihal pemalsuan ijazah S1, AKP Nikolas masih mendalami hal tersebut.
Jika terbukti tentu terancam pasal berlapis.
“Mereka dikenai pasal 2 atau pasal 10 uuri nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang atau pasal 378 kuhp. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling 120 juta,” pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di TribunMadura.com dengan judul Ngaku Punya Kantor di Madura, Biduan Jadi Tersangka Perdagangan Orang, Janjikan Kerja di Australia,