Laporan Wartawan Sahri Romadhon
TRIBUNNEWS.COM, EMPAT LAWANG - Martadinata masih tidak percaya kehilangan Meilani Tari Algani (4,5) yang meninggal dunia dalam gendongannya.
Meskipun tengah malam dan rawan diserang binatang buas, ia dan istri berupaya mengantar Meilani yang alami mutaber ke desa terdekat.
Namun apa daya, baru 5 menit berjalan kaki, Melani meninggal dunia.
Mereka tetap melanjutkan jalan kaki sebelum akhirnya bertemu dengan polisi yang tengah berpatroli.
Nampak rumah kediaman dari orangtua Martadinata dan Rika (nenek Meilani) di Desa Landur, Kecamatan Pendopo, Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan masih ramai oleh tetangga, Selasa (4/7/2023).
Wartawan menemui orangtua Meilani nampak keluarga ini sedang mempersiapkan tahlil hari ketiga meninggalnya Meilani.
Saat wartawan menemui dan membincangi Martadinata masih nampak begitu jelas kesedihan pada raut mukanya.
Suara terbata ia bercerita kepada wartawan perjuangannya berjalan kaki menembus gulita malam membawa anaknya mencari tempat berobat karena sang anak terkena muntaber.
Baca juga: Dua Pasien Sekaligus Tersangka Aborsi di Kemayoran Dilarikan ke Rumah Sakit Karena Pendarahan
Diketahui saat itu Martadinata sedang bermalam di talang ataupun kebun kopi yang jaraknya sekitar 10 kilometer dari desa dan jika berjalan kaki dibutuhkan waktu 1 jam lamanya untuk keluar dari talang itu menuju desa.
"Pada malam itu anak saya sekitar jam 12 malam terbangun tidur awalnya ia minta minum lalu ingin buang air besar, usai buang air dia masih bisa jalan dan sempat tidur lagi kemudian mengeluhkan sakit perut.
Saat itu sempat diberi obat oleh ibunya setelah itu ia langsung muntah awalnya kami tidak panik tapi setelah muntah 2 kali kami panik dan berencana membawanya ke dusun," katanya.
Tanpa berpikir panjang kedua pasangan suami istri itu langsung memutuskan berangkat ke desa walau saat itu jam menunjukkan pukul 1 malam.
Mereka tetap berangkat dengan menggunakan penerangan seadanya melintasi perkebunan kopi dengan kontur naik turun di tengah malam yang gelap gulita.
Tak ada sedikitpun rasa takut yang mengurungkan niat Martadinata dan istrinya malam itu, walau berisiko bertemu hewan buas mereka menguatkan hati dan pikiran untuk segera membawa anak nomor duanya itu ke desa dan segera menuju rumah sakit terdekat.
"Kami pun berangkat saat itu anak saya muntah-muntah terus belum lama kami mulai berjalan mungkin sekitar 5 menit lebih anak saya meninggal dalam gendongan saya," ujarnya.
Saat Maradinata menyadari jika Meilani telah meninggal dalam gendongannya, ia terus menguatkan hatinya untuk membawa anaknya ke desa dengan terus berjalan kaki bersama istrinya menempuh jarak 10 km jauhnya.
"Setelah sampai di jalan besar atau desa terdekat Desa Gunung Meraksa Lama di itulah saya bertemu polisi yang sedang patroli, di sana saya ceritakan kepada mereka lalu saya minta diantar pulang ke Desa Landur," katanya.
Ia bercerita jika pagi harinya sebelum berangkat ke talang anak mereka sehat.
Anak keduanya mulai mengeluhkan sakit perut pada malam harinya.
"Anak saya sehat-sehat saja hari itu neneknya juga sempat mengantar ke talang, akan saya mulai keluhkan sakit perut pada malam harinya," ujarnya.
Adapun Meilani telah dimakamkan di hari yang sama saat ia meninggal yakni Minggu 2 Juli 2023 di pemakaman umum Desa Landur.
Artikel ini telah tayang di TribunSumsel.com dengan judul Ayah di Empat Lawang Menembus Gulita Jalan Kaki 10 Km Antar Anak Sakit, Meninggal di Gendongan