TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Samanhudi Anwar, terdakwa perampokan rumah dinas Wali Kota Blitar menolak disidangkan di Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur.
Samanhudi Anwar tidak terima karena sidang tidak dilaksanakan di Blitar karena alasan keamanan.
Baca juga: 2 Perampok Rumah Dinas Wali Kota Blitar Masih Diburu Polisi, Sempat Ancam Telanjangi Istri Santoso
Hal tersebut disampaikan Samanhudi dalam sidang agenda eksepsi, Jumat (28/7/2023).
Samanhudi Anwar mengikuti secara virtual dari Lapas Sidoarjo.
Sidang tersebut berlangsung sekitar pukul 09.00, tim pengacara saat itu membacakan 10 lembar nota eksepsi. Poin-poinnya pihak pengacara, termasuk terdakwa tak terima perkara tersebut disidangkan di Pengadilan Negeri Surabaya.
Pihak pengacara menilai, Pengadilan Negeri Surabaya tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara terdakwa Samanhudi Anwar.
Sebab, dalam surat dakwaan penuntut umum dijelaskan bahwa terdakwa Samanhudi Anwar memberikan keterangan seluk-beluk rumah dinas Wali Kota Blitar, sehingga 5 terdakwa lain melakukan aksi perampokan.
Menurut pembela terdakwa, perkara itu paling pas kalau diadili di PN Blitar.
"Perkara yang didakwakan kepada klien kami bukan tindak pidana ekstra ordinary crime seperti terorisme, SARA atau pun ujaran kebencian. Menurut kami, pengalihan sidang di PN Surabaya sangat subyektif dan tidak berdasar jika karena alasan keamanan," ucap Irfana Jawahirun Maulida, salah seorang penasihat hukum Samanhudi.
Irfana meyakini, alasan keamanan tidak masuk akal, karena perkara ini pernah disidang di PN Blitar.
Terdakwa, saat itu mengajukan praperadilan di sana. Kata Irfana, praperadilan berlangsung aman-aman saja.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Mia Amiati pernah mengatakan, bila sidang digelar di PN Blitar terlalu berisiko menganggu keamanan. Mengingat latar belakang terdakwa dan korban adalah tokoh.
Baca juga: Perampokan Rumah Dinas Wali Kota Blitar Terungkap: Aroma Balas Dendam hingga Pengakuan Tersangka
Terdakwa Samanhudi Anwar adalan mantan Wali Kota Blitar dua periode, sedangkan korban Santoso berstatus wali kota aktif.
Kasus Samanhudi ini melibatkan 5 residivis perampok, yaitu Mujiadi, Ali Jayadi, Asmuri, Okky Suryadi dan Medi alias Ando (Buron). Mereka ketemu saat sama-sama menjalani hukuman di Lapas Sragen.
Selama di Lapas Sragen, Mujiadi sering ngobrol dengan Samanhudi. Terutama saat semua napi diizinkan keluar blok. Sampai pada akhirnya keduanya bertukar cerita tentang topik kenapa bisa masuk penjara.
Samanhudi menduga, dirinya masuk penjara karena dijebak wakilnya, Santoso.
Dia mengatakan sakit hati terhadap Santoso. Kemudian, Samanhudi melanjutkan obrolan dengan menceritakan situasi dan kondisi rumah dinas Wali Kota Blitar yang tengah ditempati Santoso.
Samanhudi mengatakan, di rumah dinas tersebut ada uang tunai sekitar Rp 800 juta hingga Rp 1 miliar yang disimpan Santoso di dalam brankas.
Ia menyebutkan, brankas tersebut ada di dalam kamar Santoso. Santoso tak pernah menyimpan uang tersebut di kantor, karena rawan terkena OTT KPK.
Baca juga: Samanhudi Otak Pelaku Perampokan di Rumah Dinas Wali Kota Blitar Resmi Ditahan Usai Diperiksa 12 Jam
September 2022, Mujiadi dkk selesai menjalani hukuman. Dua minggu setelah bebas, 5 residivis tersebut memutuskan melakukan perampokan di rumah dinas Wali Kota Blitar Santoso.
Dalam kasus ini, Samanhudi bisa dikatakan otak perampokan sehingga didakwa dengan Pasal 365 ayat (2) ke 1 dan ke 2 KUHP dan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Penulis: Tony Hermawan
Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Terdakwa Kasus Perampokan Rumah Dinas Wali Kota Blitar, Samanhudi Anwar Menolak Disidang di Surabaya