Menanggapi hal ini Kepala Desa Sekotong Tengah, Muhammad Burhan menjelaskan, dalam penerapan Awik-Awik desa, masyarakat akan mengenyampingkan hukum positif yang berlaku di Indonesia.
SS dikenai sanksi berdasarkan awik-awik yang sudah ditetapkan oleh tokoh masyarakat sejak puluhan tahun yang lalu.
Meskipun secara hukum negara, SS belum terbukti bersalah.
"Kita kesampingkan itu, jadi hukum negara tetap jalan, hukum awik awik tetap jalan," jelas Burham saat dihubungi TribunLombok.com, Jumat (4/8/2023).
Sementara itu kasus dugaan asusila oleh Bacaleg PDIP tersebut, saat ini masih dalam proses penyidikan di Polda NTB.
Sehingga dalam penerapan awik-awik tersebut, tidak menggunakan keputusan hakim.
Baca juga: Sudah Babak Belur dan Dipecat, Ternyata Bacaleg di Lombok Tak Berbuat Cabul, Anak Diintimidasi OTK
Burham menjelaskan, jika nantinya berdasarkan putusan hakim SS tidak bersalah, awik-awik tersebut tetap berlanjut.
"Tetap berlanjut, awik awik gubuk masalahnya itu, masyarakat yang memiliki keputusan," kata Burham.
Tuntut Jalur Hukum
Sementara itu kuasa hukum keluarga SS, H Moh Tohri Azhari menilai penerapan awik awik tersebut tidak mendasar.
Menurut Tohri, SS yang menjadi kliennya belum terbukti bersalah secara hukum.
Sehingga dirinya akan menempuh upaya hukum dan akan melaporkan pihak-pihak yang terlibat dalam penetapan awik-awik tersebut.
"Kami lakukan upaya hukum, kami akan laporan siapapun yang ikut terlibat, yang mengarahkan," kata Tohri sehari sebelumnya.
Tohri menganggap pengusiran kliennya dari Desa Sekotong Tengah itu prematur, karena kata Tohri saat ini proses hukum di kepolisian masih berjalan.
"Ini terlalu pagi, terlalu dini dan prematur apa yang mereka lakukan, proses hukum ini masih bersifat penyidikan belum ditetapkan tersangka, terus mereka terlalu cepat mengambil keputusan," kata Tohri.