TRIBUNNEWS.COM, SENGETI - Seorang pria berinisial A (60) dan anaknya inisial S (30) di Desa Suka Maju, Kecamatan Mestong, Jambi diamankan polisi, Jumat (15/9/2023).
Keduanya diamankan karena sengaja membakar lahan untuk dijadikan kebun.
Kapolsek Mestong AKP Taroni Zebua mengatakan hari ini rencananya kedua pelaku akan diserahkan kepada unit Tipidter Reskrim Polres Muaro Jambi untuk penanganan lebih lanjut.
"Ayahnya berinisial A. Usia berkisar 60 tahun, sementara anaknya S yang diperkirakan usianya 30 tahun," ungkapnya.
Baca juga: 110 Warga Desa Sungai Pelang Ketapang Terdampak Karhutla Mengungsi di 4 Titik Lokasi
"Mereka membakar lahan itu untuk perluasan kebun. Diperkirakan berkisar 4 hektar," sambungnya.
Dikutip dari Tribun Jambi, ayah dan anak ini sengaja membakar lahan yang akan dijadikan kebun sawit.
Mulanya mereka hanya membakar lahan sedikit.
Namun lama kelamaan api membesar dan merembet ke wilayah lain hingga seluruh kebun terbakar.
Untuk memadamkan api, tim gabungan berjibaku hingga larut malam.
Bahkan pagi ini personel masih di lapangan.
"Api sudah padam tadi malam, untuk pagi ini tinggal pendinginan," kata Kapolsek Mestong AKP Taroni Zebua, Jumat (15/9/2023).
Puncak Kemarau Agustus – September
Puncak musim kemarau diprediksi terjadi pada bulan Agustus – September sehingga perlu diwaspadai terjadi kebakaran hutan dan lahan atau (karhutla).
Tenaga Ahli Menteri LHK Bidang Manajemen Landscape Fire, Raffles B Panjaitan menuturkan, bulan September ini, cuaca untuk wilayah Indonesia masih sangat panas. Hal ini bisa menjadi salah satu penyebab munculnya karhutla.
Baca juga: Kaltim Kini Berstatus Siaga Bencana Kekeringan, Karhutla dan Asap, Berikut 4 Daerah Rawan Karhutla
"Tentu ini menjadi peringatan kita bersama untuk waspada dan siap siaga akan kejadian karhutla,” kata Raffles, Selasa (12/9/2023).
Ia menegaskan upaya mitigasi kebakaran hutan sudah dilaksanakan.
Antara lain memetakan wilayah rawan kebakaran untuk ditangani, pengelolaan kawasan hutan dengan membuat ilaran, sekat bakar, sekat kanal.
Kemudian melakukan pengembangan hutan kemasyarakatan, pengembangan sistem peringatan dini kebakaran hutan serta pelatihan penanggulangan bencana bagi masyarakat dan pengembangan inovasi pengendalian karhutla kebakaran hutan.
“Upaya yang dilakukan tersebut sangat mengurangi potensi kerawanan karhutla dengan kondisi cuaca karena dampak elnino seperti tahun 2015 dan 2019," ujar dia.
Selain itu, upaya ini juga harus dilakukan bersama-sama oleh semua pihak, termasuk pemerintah daerah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat luas, untuk mengurangi risiko dan dampak dari karhutla.
Jika dibandingkan dengan Tahun 2022 (Januari-Agustus) luas karhutla di Indonesia mengalami kenaikan seluas 128.426,47 ha.
Namun wilayah konvensional rawan karhutla seperti Riau mengalami penurunan 1.592 ha, Sumut mengalami penurunan 4.535 ha, dan Jambi mengalami penurunan seluas 445 ha.
Selain itu, karhutla pada tahun ini terjadi di Kawasan Hutan (wilayah kelola KLHK) seluas 135.115,68 Ha (± 50,4 persen) dan Areal Penggunaan Lain (APL) atau wilayah non kelola KLHK seluas 132.819,91 Ha (± 49,6 persen) dari total luas karhutla di Indonesia.
Provinsi dengan luas karhutla tertinggi meliputi Kalbar, NTT, NTB, Kalimantan Selatan, Papua Selatan, dan Jawa Timur.
Karhutla di Kalimantan Barat terjadi pada kawasan hutan seluas 1.438,69 Ha yang mayoritas berada pada hutan lahan kering sekunder.
Sedangkan area non hutan seluas 52.964,12 ha berada di area pertanian lahan kering/campur, perkebunan, belukar, dll.
Karhutla di Kalimantan Selatan seluas 24.588,89 ha dengan karhutla mayoritas berada pada areal non hutan seluas 24.456,53 ha yang mayoritas berada di wilayah belukar, sawah, perkebunan, pertanian lahan kering, dll.
Karhutla di Nusa Tenggara Barat seluas 26,453,82 ha mayoritas terjadi di areal non hutan seluas 26.142,12 yang didominasi pertanian lahan kering, belukar, sawah, dll.
Karhutla di Nusa Tenggara Timur seluas 50.396,79 ha mayoritas terjadi pada non hutan seluas 48.166,20 ha yang banyak terjadi pada lahan belukar, pertanian lahan kering campur, pertanian lahan kering, dll.
Karhutla di Papua Selatan seluas 22.121,31 ha mayoritas terjadi pada lahan non hutan seluas 21.813,59 ha yang mayortas terjadi pada belukar, rawa, tanah terbuka, dll.
Karhutla di Jawa Timur seluas 18.780,94 ha mayoritas terjadi pada area hutan seluas 18.780 ha yang banyak terjadi pada hutan lahan kering sekunder dan area non hutan seluas 5.867,04 ha yang banyak terjadi pada lahan sawah, pertanian lahan kering, belukar, dan lain-lain.
Luas karhutla di areal tidak berhutan, didominasi terjadi pada areal yang bervegetasi (± 93,1 persen), dimana Savanna/Padang Rumput memiliki luasan tertinggi 74 ribu ha (± 28 persen). Penutupan lahan “belukar” merupakan total dari kelas penutupan lahan belukar, belukar rawa dan savanna/padang rumput.
Oleh karena itu, diimbau untuk masyarakat pada kondisi ini untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar khususnya pada areal penutupan lahan belukar, karena dampaknya akan sangat merugikan.
Raffles juga menyampaikan bahwa untuk mendukung keberhasilan pengendalian karhutla, diperlukan kerja keras bersama melalui sinergisitas pencegahan dan penanggulangan karhutla, dengan partisifasi aktif seluruh lapisan masyarakat.
Artikel ini telah tayang di TribunJambi.com dengan judul Sengaja Bakar Kebun, Ayah dan Anak di Mestong Diamankan Polis