TRIBUNNEWS.COM - Bupati Maluku Tenggara (Malra), M Thaher Hanubun, menuai kecaman setelah terseret kasus pelecehan seksual terhadap karyawan kafe berinisial TA (21).
Kafe tersebut, merupakan milik Thaher Hanubun, yang belokasi di Kawasan Air Salobar, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon.
Thaher Hanubun lantas dilaporkan ke Polda Maluku pada Jumat (1/9/2023) lalu.
Baca juga: Kasus Bupati Maluku Tenggara Diduga Lakukan Pelecehan, Disebut Telah Nikahi Korban, Laporan Dicabut
Berikut Tribunnews.com rangkum fakta-fakta kasus pelecehan seksual yang menyeret Bupati Maluku Tenggara, Thaher Hanubun:
1. Kronologi Kejadian
Mengutip dari TribunAmbon.com, pelecehan seksual dilakukan Thaher Hanubun di rumahnya, pada April 2023 lalu.
Kala itu, korban tiba-tiba dipanggil ke kamar oleh Thaher Hanubun.
Korban langsung diminta untuk memijat tubuh sang bupati.
Di dalam kamar, Thaher Hanubun diduga memegang area sensitif korban hingga berujung aksi rudapaksa.
Beberapa bulan berselang, tepatnya pada Agustus 2023, Thaher Hanubun hendak mengulangi perbuatannya.
Namun, niatan tersebut langsung ditolak korban dan berujung pemecatan.
2. Bukti Rekaman Suara
Baca juga: Bupati Maluku Tenggara Terjerat Kasus Dugaan Rudapaksa: Nikahi Korban, Dikecam Berbagai Pihak
Korban disebut memiliki rekaman suara saat sang bupati memintanya melepas pakaian.
Pendamping hukum korban, Othe Patty mengatakan, rekaman tersebut kini telah diserahkan pada penyidik Polda Maluku.
“Hasil rekamannya tersebut ada percakapan apakah aman, apakah ada yang tahu, bisa cium tidak, ada juga percakapan tarik menarik pakaian, dan lain-lain. Bukti rekaman ada pada polisi,” jelas Othe.
Rekaman suara tersebut,, diambil pada 10 Agustus 2023 lalu, saat korban diminta mengantarkan teh pada Thaher Hanubun.
Beruntung, saat itu korban bisa kabur karena pintu utama terbuka.
Korban juga dibantu sejumlah karyawan kafe lainnya.
“Tanggal 10 Agustus, Bupati datang dan meminta TA mengantar teh lagi," ujar Othe.
"Ia menolaknya dan bertanya ke chef, kata chef, naik saja tapi rekam."
Korban lantas bersembunyi di gudang sampai kondisi aman.
Beberapa hari berselang, korban dipecat dari pekerjaannya.
Padahal korban baru tiga bulan bekerja di kafe tersebut.
Baca juga: Gempa M 5,9 Guncang Maluku Utara, BMKG: Dirasakan di Manado, Sangihe, Minahasa Utara dan Gorontalo
3. Dinikahi dengan Mahar Rp 1 Milar
Usai kasus dugaan pelecehan seksual ini beredar, Thaher Hanubun langsung menikai korban.
Menurut Othe, pernikahan secara siri itu digelar pada Jumat (8/9/2023).
Tak tanggung-tanggung, Thaher Hanubun memberikan mahar Rp 1 miliar demi bisa menikahi korban.
"Maharnya itu diantar langsung oleh kontraktornya bupati ke Jakarta," ungkap Othe.
4. Korban Kabur
Pernikahan itu digelar tanpa kehadiran korban.
Adapun saat pernikahan berlangsung, korban justru tengah berada di Jakarta.
Sang paman ditunjuk sebagai wali pernikahan dengan Thaher Hanubun.
Menurut Othe, orangtua korban telah mengikhlaskan anaknya dinikahi meski sempat melaporkan kasus dugaan pelecehan seksual.
Ia yakin korban dipaksa menerima pinangan Thaher Hanubun.
Baca juga: Kasus Bupati Maluku Tenggara Diduga Lakukan Pelecehan, Disebut Telah Nikahi Korban, Laporan Dicabut
5. Korban Coba Akhiri Hidup
Di tengah permasalahan pelik yang dialaminya, korban sudah beberapa kali mencoba mengakhiri hidup.
Tindakan itu dilakukan karena korban terus mengalami intimidasi dari pihak Thaher Hanubun.
Percobaan pertama dilakukan dengan menyayat tangan hingga korban harus dilarikan ke rumah sakit.
Setelah itu, korban kembali mencoba mengakhiri hidup dengan meminum obat keras.
"Sewaktu mendampingi korban, saya melihat 7 luka bekas sayatan di lengan kiri korban. Saya bilang buat dia untuk jangan sakiti diri sendiri," ujar Othe, dilansir Tribun Ambon.
6. Laporan Dicabut
Meski kasus ini sudah kadung menjadi sorotan, keluarga korban memutuskan mencabut laporan terhadap Thaher Hanubun.
Kabid Humas Polda Maluku, Roem Ohoirat, mengatakan pencabutan laporan dilakukan pada Rabu (6/9/2023).
Disebutkan, pihak keluarga telah menerima kejadian ini dan menganggapnya sebagai musibah.
"Sejak kasus ini dilaporkan, setiap hari penyidik mendatangi kediaman pelapor untuk melakukan pendampingan, namun pernah ditolak oleh orang tua pelapor dengan alasan pelapor ingin ketenangan," ujar Roem.
Saat ini, tidak diketahui keberadaan korban dan keluarganya.
Pihak kepolisian telah mencoba mendatangi kediaman keluarga korban, namun tak ada hasil.
Diduga, korban dan keluarga telah melarikan diri ke Pulau Jawa.
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami) (TribunAmbon.com/Sarah Elnyora/Rahmat Tutupoho/Jenderal Louis R/Fandi Wattimena)