TRIBUNNEWS.COM, LAMPUNG- Kapolda Lampung Irjen Helmy Santika mengatakan mantan Kasat Narkoba Polres Lampung Selatan AKP Andri Gustami sudah dua bulan gabung jaringan narkoba Fredy Pratama.
"Pengakuan TSK AG, sudah sekitar 100-an (sabu) diloloskan selama dua bulan dia bergabung (di jaringan Fredy Pratama)," kata Kapolda Lampung Irjen Helmy Santika dikutip dari Kompas.com, Selasa (19/9/2023).
Baca juga: SOSOK Selebgram Nur Utami, Ternyata Sudah Tahu Asal-asal Harta Suaminya dari Jaringan Fredy Pratama
Helmy menegaskan, tindakan tersangka Andri diberi sanksi tegas oleh Polri berupa pemecatan secara tidak hormat.
Selain itu, pihaknya masih akan mendalami keterangan Andri untuk membongkar jaringan gembong narkoba Fredy Pratama.
"Kita masih dalami keterangan TSK AG ini," kata Helmy.
Dari penyelidikan polisi, Andri disebut mendapatkan imbalan hingga Rp 800 juta dan telah meloloskan 100 kilogram (kg) sabu melalui Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan.
Andri juga mengaku diberi upah setiap 1 kilogram seharga Rp 1 juta. Lalu, Andri juga diketahui bergabung dengan Fredy Pratama selama dua bulan.
Pernyataan Kapolri
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memastikan menindak tegas eks Kasat Narkoba Polres Lampung Selatan AKP Andri Gustami.
Bahkan Sigit juga menegaskan bahwa tindakan tegas terhadap Andri bukan hanya sekadar rencana, tapi memang sudah pasti bakal dilakukan oleh pihaknya.
"Bukan rencana, pasti kita tindak," tegas Sigit kepada wartawan di Gedung The Tribrata Darmawangsa, Jakarta Selatan, Kamis (14/9/2023).
Baca juga: Mantan Kasat Narkoba Polres Lampung Selatan Masuk Jaringan Fredy Pratama: Jadi Kurir Spesial
Tak hanya itu, dirinya pun mengatakan tak menutup kemungkinan akan menjatuhkan sanksi pidana hingga pemecatan terhadap AKP Andri lantaran terlibat dalam pusaran kasus narkoba.
Bahkan ia juga memastikan tidak akan ragu-ragu dalam memberikan sanksi tegas apabila terdapat anggotanya yang melanggar hukum.
"Tentunya kita akan melakukan tindakan tegas. Mulai dari proses pidana, kalau dia masih menjadi polisi ya kita harus proses etik dengan risiko PTDH (Pemberhentian Dengan Tidak Hormat)," ujarnya.
"Dan kalau masalah seperti ini saya kira Polri tidak pernah ragu-ragu," sambungnya.