TRIBUNNEWS.COM - Berdirinya tambang udang di Karimunjawa, Jawa Tengah mendapat protes dari sejumlah warga.
Koordinator Lingkar Juang Karimunjawa (Lingkar), Bambang Zakariya, menjadi satu di antara yang menyuarakan dampak tambak udang di wilayahnya.
Ia pun melakukan orasi dalam kunjungan kerja spesifik Komisi II DPR RI di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Tengah, Kota Semarang.
Bang Jack, sapaannya, mengaku tambak udang membuat rumput laut rusak.
Padahal, rumput laut menjadi salah satu sumber kehidupan bagi sejumlah warga Karimunjawa.
Ikan teri yang sebelumnya melimpah juga kini berkurang karena adanya tambak udang.
Terlebih, limbah tambak udang dibuang begitu saja ke laut.
"Kami tidak menuduh itu, tapi setelah ada tambak, hancur kami semua. Kami menangis, sekolah pun gak kuat biayai," katanya, Jumat (29/9/2023).
Ia juga mempertanyakan, kapan tambak udang bakal ditutup.
Baca juga: Tambak Udang Modern di Kebumen Panen, Picu Geliat Budi daya Ramah Lingkungan di Indonesia
Sebab, ungkap Jack, tambak mulai digarap dari tahun 2017.
"Terima kasih sudah bilang kalau tambak mau ditutup. Tapi kapan pak? Sejak 2017, hancur pulau kami pak. Di mana kalian? Cara adat harus kami lakukan. Kami harus demo, sebab tidak ada lagi tempat kami mengadu," paparnya.
Sementara menurut aktivis dari Koalisi kawal Indonesia Lestari (Kawali) Jawa Tengah, Tri Hutomo, ada tujuh kelompok masyarakat yang terdampak aktivitas tambak udang di Karimunjawa.
Tujuh kelompok tersebut yakni petani dan pengusaha rumput laut, pelaku wisata, nelayan tepi, nelayan tengah, nelayan jauh, petani karamba, dan masyarakat sekitar tambak.
"Kita tidak anti investasi. Misal investasi sesuai regulasi, silakan saja. Tapi investasi (tambak) dan tidak sesuai regulasi serta ada masyarakat terdampak," katanya dalam paparan.
Ia juga menyinggung soal Rancana Tata Ruang Wilayah (RTRW) harus disusun agar pembangunan daerah bisa fokus dan terarah.
"Persoalan tambak Karimunjawa kita juga harus melihat di situ status Karimunjawa sehingga regulasi-regulasi harus diterapkan di daerah di tersebut," ujarnya.
Baca juga: Tambak Udang Modern di Kebumen Panen, Picu Geliat Budi daya Ramah Lingkungan di Indonesia
Petambak Tolak Ditutup
RTRW soal pelarangan tambak udang di Karimunjawa ternyata sudah diundangkan.
Namun, para petambak masih menolak tambaknya ditutup pemerintah.
Kompas.com mewartakan, kuasa hukum para petambak, Ahmad Gunawan mengatakan, belum ada kajian resmi paupun penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa aktivitas tambak menyebabkan pencemaran di Karimunjawa.
“Dari sekian lembaga terkait, dinas lingkungan hidup, KKP, dan sebagainya, belum melakukan satu uji akademis maupun penelitian, belum dilakukan sama sekali,” tutur Gunawan usai menghadiri rapat dengan Komisi II DPR RI di kantor ATR/BPN Jateng, Jumat (29/9/2023).
Pengusaha tambak, Teguh Santoso, mengatakan, ia siap menutup tambaknya jika terbukti mencemari Karimunjawa.
“Kalau memang belum ada dasar kajian ilmiahnya atau minimal lab dari akademisi, ya monggo, silakan dituduh Kepada kita. Kalau perlu angkat saja ke hukum. Kalau memang itu bisa terbukti (mencemari) silakan (ditutup),” ujar Teguh.
Namun, ia juga meminta agar pemerintah memperhatikan pengusaha yang tambak udangnya ditutup.
Ia juga meminta supaya pemerintah melakukan pembinaan bagi para petambak yang belum mengolah limbah dan instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang memadai.
Sehingga, kata Teguh, aktivitas tambak bisa tetap berjalan tanpa merusak alam.
"Ada 33 titik tambak udang di Karimunjawa saat ini yang sudah ada. Artinya kami menunggu kebijakan dari pemerintah untuk memberikan kemudahan dalam perizinan. Bahkan kami berharap untuk mendapat pendampingan atau arahan terkait masalah pengelolaan IPAL secara teknis ya," lanjut Teguh.
Kata Pakar
Sri Rejeki, Pakar Kuakultur Universitas Diponegoro (Undip) mengatakan, Pulau Karimunjawa, Jepara, akan tenggelam jika tambak udang terus dibiarkan.
Pasalnya, sistem budidaya tambak intensif di Karimunjawa.
Sehingga, kata Sri, air tanah banyak dibutuhkan sebagai campuran air laut untuk menurunkan kadar garam.
“Dampaknya kalau pengambilan air tanah banyak untuk udang intensif, untuk menurunkan salinitas air laut dan untuk bebersih. Itu nanti bisa terjadi land subsidence, tanahnya turun ambles,” tutur Sri, Minggu (24/9/2023).
Mengutip Kompas.com, ia mencontohkan Desa Timbulsloko di Kabupaten Demak yang telah tenggelam oleh banjir rob.
“Dampaknya kalau pengambilan air tanah banyak untuk udang intensif, untuk menurunkan salinitas air laut dan untuk bebersih. Itu nanti bisa terjadi land subsidence, tanahnya turun ambles,” tutur Sri, Minggu (24/9/2023).
Selain itu, pengambilan air tanah untuk keperluan tambak udang juga bisa menyebabkan air laut ke daratan.
“Ini bisa konflik dengan masyarakat, karena air tanah pasti dalam. Maka kemungkinan sumur-sumur masyarakat bisa kering. Itu dari segi pengambilan air,” jelas Sri.
(Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunJateng.com, Iwan Arifianto)(Kompas.com, Titis Anis Fauziyah)