"Nggak bener itu kampung mati. Dulunya untuk simpanan barang-barang, bukan dihuni," ujar Eri.
Seorang pekerja yang ikut membangun rumah-rumah itu mengaku kaget dengan kabar tersebut.
Pekerja bernama Musanusi itu turut membantah terkait penyebutan kampung mati di kawasan Cepoko.
"Ini harus diluruskan. Jadi bukan kampung mati, dulunya memang ada aktivitas di situ. Ada yang menghuni, tapi bukan berarti kampung mati," ucapnya, Sabtu.
Baca juga: Viral Aspal Jalan di Kendal Ambyar saat Dipegang Tangan, Kades Akui Kualitasnya Buruk: Belum Rampung
Kerap terjadi perampokan
Lebih lanjut, Musanusi menceritakan sejarah kampung itu yang perlahan ditinggalkan.
Menurut dia, dahulu lokasi tersebut merupakan perumahan golongan menengah yang dibangun sekitar tahun 1980-an.
Namun, karena kondisi Kelurahan yang masih sepi penghuni, membuat keamaan perumahan tersebut minim.
Alhasil, aksi penjarahan kerap terjadi di perumahan tersebut dan membuat penghuni rumah memilih pindah satu per satu.
"Dulu awalnya itu hanya 2-3 rumah. Terus nambah-nambah. Tapi karena di sini dulu sepi, ada garong masuk rumah. Minta-minta uang, terus yang punya rumah takut," jelasnya.
Kawasan itu mulai kosong sekitar tahun 2000-an hingga tanah seluas lima hektar di perumahan itu tak berpenghuni sampai saat ini.
"Itu tanah sekitar lima hektar sudah kosong sejak tahun 2000-an," imbuhnya.
Baca juga: Viral Kakek Temanggung Diamuk Massa, Tak Terima Pohon Duriannya Ditebang, Minta Ganti Rugi Rp50 Juta
Bukan tempat angker
Musanusi menampik jika perumahan itu disebut tempat angker.
Sebab, warga sekitar tidak pernah menjadi korban teror mistis seperti yang beredar di media sosial.
"Warga sekitar menganggap di sini tidak angker malah," katanya.