News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Lawan Stigma dengan Rangkul ODMK, Kini Tak Ada Jalan Mundur bagi Triana

Penulis: Sri Juliati
Editor: Whiesa Daniswara
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Triana Rahmawati mendirikan Griya Schizofren sebagai komunitas sosial yang peduli pada orang dengan masalah kejiwaan. Misinya, memanusiakan ODMK.

TRIBUNNEWS.COM - Gelak tawa pecah ketika seorang wanita dengan masalah kejiwaan mengusapkan alas bedak pada wajah temannya.

Sebagai gantinya, sang teman yang juga memiliki masalah kejiwaan memakaikan perona pipi hingga ke seluruh wajah.

Sambil tergelak terbahak-bahak, mereka saling merias.

Tiba-tiba, satu dari mereka meminta agar sang teman diam sejenak. Sebab, ia hendak memoleskan lipstik.

"Mingkem (tutup mulut)," pintanya sembari tersenyum.

Sementara itu, tak jauh dari mereka, seorang wanita lainnya tampak asyik sendirian memulaskan eyeshadow warna pink magenta ke kelopak mata.

Sesekali ia melihat wajahnya di kaca: apakah sudah pas riasannya saat itu?

Setelah semua dirasa pas, wanita berambut cepak tersebut lantas menjepit bulu matanya agar terlihat lentik.

Ya, beginilah keseruan saat sejumlah penghuni Griya PMI Peduli Surakarta mengikuti kegiatan beauty class yang digelar akhir September 2023.

Mereka merupakan Orang dengan Masalah Kejiwaan (ODMK).

ODMK didefinisikan sebagai orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa.

Contohnya adalah orang yang mengalami depresi. Ia masih bisa beraktivitas sehari-hari, tetapi ada penurunan kualitas hidupnya.

Bagi mayoritas orang, ini adalah momen langka bisa menyaksikan ODMK yang begitu bahagia saat berkreasi dengan make up.

Dengan kekuatan pulasan lipstik, pensil alis, blush on, spons, beda, hingga penjepit bulu mata, interaksi sosial yang positif antara ODMK dapat terbangun.

Usut punya usut, ada Griya Schizofren di balik kegiatan ini.

Kalimat Pelecut Semangat

Griya Schizofren merupakan komunitas sosial di Kota Surakarta, Jawa Tengah yang peduli terhadap ODMK.

Komunitas tersebut digagas oleh Triana Rahmawati pada 10 Oktober 2012.

Kala itu, statusnya masih sebagai mahasiswi jurusan Sosiologi di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan aktif di sejumlah kegiatan sosial.

Saat menempuh kuliah di jurusan tersebut, Triana rupanya memiliki ketertarikan terhadap masalah kejiwaan.

Hal ini dilatarbelakangi tempat tinggal atau kosnya yang dekat dengan panti rehabilitasi ODMK.

Panti tersebut dihuni oleh sejumlah ODMK yang telah keluar dari rumah sakit jiwa, tapi keluarga belum siap menerima kehadiran mereka kembali.

"Saya tertarik (dengan masalah kejiwaan) karena tanpa disadari saya tinggal bersama mereka di satu lingkungan. Di deket kosan saya, ada panti rehabilitasi untuk ODMK," ujarnya.

Hingga akhirnya Triana mengalami satu peristiwa yang mengubah pandangan sekaligus jalan hidupnya.

Peristiwa itu terjadi di tengah bulan Ramadhan. Saat itu, Triana menunggu waktu berbuka di sebuah warung makan.

Tak lama, terdengarlah suara azan yang diserukan oleh orang dengan masalah kejiwaan.

Tria, sapaan karibnya, pun langsung bertanya kepada pemilik warung makan apakah ia sudah boleh berbuka puasa? Namun jawaban yang diterimanya, sangat mengejutkan.

"Ibunya bilang, 'nggak boleh, mbak, iku wong edan, ora usah digubris (tidak boleh, mbak, itu orang dengan masalah kejiwaan, tidak perlu dihiraukan),'" kata Tria menirukan ucapan pemilik warung makan tersebut.

Jawaban pemilik warung tersebut langsung mengusik nuraninya. Kata-kata itu terus terngiang-ngiang di kepala Tria, memunculkan pertanyaan demi pertanyaan.

"Kalau saya nggak boleh ngegubris, apa yang bisa dilakukan untuk mereka? Apa yang bisa saya berikan buat mereka?"

"Mereka manusia, tapi kok nggak dimanusiakan? Mereka masyarakat, tapi kok tidak dimasyarakatkan (tidak dianggap sebagai masyarakat)?" tutur dia.

Kalimat yang diucapkan pemilik warung makan itu lantas melecut semangat Tria agar bisa berbuat sesuatu hal yang bermakna.

Ia ingin melawan stigma yang selama ini melekat pada ODMK, bahwa mereka adalah sosok yang menakutkan, pemarah, pemberontak, berbahaya, tak bisa diajak berinteraksi, bahkan aib yang harus disembunyikan.

Tria ingin merangkul orang dengan masalah kejiwaan karena mereka setara seperti manusia lainnya.

Gagasan tersebut disampaikan Tria pada dua rekannya yaitu Febrianti Dwi Lestari dan Wulandari.

Gayung bersambut, dua rekannya mendukung ide Triana dan mereka pun mendirikan Griya Schizofren.

Ide pendirian komunitas sosial ini dituangkan melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang kemudian disetujui oleh para dosen di kampus.

Tria lantas berkeliling dari satu panti ke panti lainnya. Namun tak semua mau menerimanya. Sampailah mereka di Griya PMI Peduli milik PMI Kota Surakarta.

Griya yang berlokasi di Mojosongo, Kecamatan Jebres itu menampung ODMK yang hidup tanpa keluarga, terlantar di jalanan, atau terjaring razia.

Kehadiran Tria dan kawan-kawannya disambut dengan tangan terbuka oleh pengurus Griya PMI Peduli yang bernama Tri. Mereka diizinkan untuk mendampingi para penghuni Griya PMI Peduli.

"Yang kami lakukan di awal itu sangat sederhana. Kami mengajak mereka bernyanyi untuk membangun interaksi sosial," kata dia.

Tria tak memungkiri ada sedikit rasa was-was yang pernah dirasakannya. Namun, semua itu sirna kala melihat respons warga Griya PMI Peduli.

Selama melakukan pendampingan, Tria tak pernah dilukai atau dipukuli. Justru kehadirannya selalu disambut hangat.

"Yang ada mereka datang dan nanya kabar dengan sangat hangat, tulus. Kalau yang perempuan, dia suka meluk. Dia bilang, 'Mbak, aku kangen sama kamu, aku sayang sama kamu,'" ucap Tria menahan haru.

Dampingi ODMK Lewat Sejumlah Kegiatan

Para relawan Griya Schizofren mendampingi orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) di Griya PMI Peduli, Surakarta.

Kehadiran Griya Schizofren layaknya sebuah oase bagi orang dengan masalah kejiwaan. Tria meniupkan asa untuk memanusiakan ODMK melalui sejumlah pendekatan

Tria dan Griya Schizofren melakukan sejumlah kegiatan yang melibatkan ODMK sebagai bagian terapi dengan prinsip sosial sejak 2012 hingga kini.

Meski sederhana, tapi kegiatan tersebut dilaksanakan Griya Schizofren secara konsisten. Misalnya mengaji, menggambar, mewarnai, mendongeng, merajut, olahraga, hingga kegiatan beauty class.

Termasuk saat HUT ke-78 RI, Griya Schizofren menggelar sejumlah lomba yang diikuti 130 orang dengan masalah kejiwaan.

Kebahagiaan begitu terpancar saat mereka mengikuti lomba makan kerupuk, joged balon, balap sarung, estafet karung, dan pensil botol.

"Lomba ini sudah menjadi agenda rutinan Griya Schizofren. Begitu juga saat Idul Fitri, Idul Adha, Hari Kartini, Hari Kesehatan Jiwa, dan lainnya, selalu ada agenda kegiatan tersendiri yang dilakukan," ucapnya.

Semua kegiatan tersebut memiliki satu muara yang sama: membentuk pola komunikasi dan membangun interaksi yang positif dengan atau antar ODMK.

Tria menjelaskan, indikator keberhasilan Griya Schizofren bukanlah kesembuhan dari orang-orang yang mengalami masalah kejiwaan.

Melainkan adanya penurunan stigma, interaksi sosial, peningkatan kepedulian terhadap ODMK, serta dukungan dari masyarakat.

"ODMK yang sembuh lalu pulang memang ada, tapi kami nggak bisa klaim itu karena Griya Schizofren, karena kami tidak mendampingi mereka selama 24/7. Kami hanya mendampingi lewat program-program yang sangat sederhana," tambah Tria.

Dalam menjalankan sejumlah kegiatan ini, Tria mengaku, Griya Schizofren banyak dibantu oleh sejumlah relawan yang berasal dari berbagai kalangan.

Para relawan datang setiap seminggu sekali untuk menjadi teman ODMK, berinteraksi dengan mereka agar bisa melewati momen tersebut.

Kegiatan ini, kata Tria, tak hanya bermanfaat bagi ODMK, tetapi juga para relawan itu sendiri.

Dengan terjalinnya relasi antara keduanya, ada kesadaran yang terbangun di antara para relawan bahwa ODMK bukanlah sosok ditakuti, dipandang sebelah mata, atau bahkan dijauhi.

"Stigma seperti itu sebenarnya bisa dikurangi ketika kita ada interaksi, pertukaran informasi, dan punya hubungan yang baik dengan ODMK," bebernya.

11 Tahun Perjalanan Griya Schizofren

Kegiatan orang dengan masalah kesehatan (ODMK) dengan para relawan Griya Schizofren di Griya PMI Peduli, Surakarta.

Wanita kelahiran Palembang, 15 Juli 1992 itu tampak menampik, perjalanan Griya Schizofren diwarnai sejumlah kendala selama 11 tahun berjalan.

Pada awal pendirian komunitas ini, Tria sempat merasa ragu apakah kegiatan yang dijalaninya bersama ODMK, tidak bertentangan dengan ilmu psikologi atau kedokteran.

Ia takut jika yang dilakoninya tersebut malah bertentangan ilmu medis. Sebab ia belum memiliki cukup ilmu untuk hal tersebut.

"Saya kan kuliah ambil Sosiologi, sedangkan yang saya lakukan, erat kaitannya dengan psikologi atau kedokteran."

"Kira-kira program untuk membangun interaksi ODMK sudah bener belum, ya?"

"Apalagi saat itu, Griya Schizofren belum memiliki link untuk ke psikologi dan kedokteran," urainya.

Di tahun kedua, ketakutan yang dirasakan Tria tersebut mulai berkurang. Sebab, Griya Schizofren mulai dikenal terutama di kampusnya.

Sejumlah mahasiswa dari jurusan psikologi dan kedokteran ikut bergabung menjadi relawan. Mereka justru mengapreasi aksi sosial Tria.

Sejalan dengan hal tersebut, gerakan dari Griya Schizofren semakin meluas dan lebih banyak orang lagi yang ikut bergabung sebagai relawan. Bahkan jumlah relawan kala itu mencapai ratusan orang.

Di satu sisi, Tria bersyukur kegiatannya dilirik sejumlah orang. Di sisi lain,ini juga menjadi kendala bagi Tria. Ia merasa kesulitan harus mengatur dan mengoordinasi banyaknya relawan. Tria pun menilai tak perlu banyak relawan sehingga perlu dibatasi jumlahnya.

Kendala selanjutnya yang pernah dihadapi Tria adalah masalah pembiayaan. Ia mengatakan, kegiatan Griya Schizofren semula menggunakan dana bantuan dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemdikbud-Ristekdikti).

"Karena ini awalnya dari kegiatan PKM yang disetujui dan didanai sebesar Rp 7,5 juta. Lama-kelamaan kan habis, jadi mau tidak mau harus memakai dana pribadi," ucap Tria.

Tria lantas memutar otak. Ia mencari cara agar kegiatan Griya Schizofren terus berjalan. Hingga akhirnya, tercetuslah ide tentang socio-preneur.

Tria 'melahirkan' usaha sosial yang diberi nama Solve (Souvenir and Love) by Givo.

Hasil karya gambar orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) di Griya PMI Peduli, Surakarta yang diwujudkan dalam bentuk pouch, tas, tote bag, pin, hingga aneka suvenir lainnya.

Melalui platform tersebut, Tria memasarkan sejumlah karya yang dibuat ODMK saat kegiatan menggambar.

Hal ini dilakukannya untuk memupus anggapan, orang dengan masalah kejiwaan tak bisa produktif atau menghasilkan karya.

Faktanya mereka memiliki kemampuan untuk menghasilkan gambar yang bagus. Bahkan tak sedikit gambar yang dibuat, menceritakan pahit getir kehidupan mereka.

Gambar hasil karya ODMK itu lantas diolah secara digital untuk menambahkan nilai jual lalu diwujudkan dalam bentuk pouch, tas, tote bag, pin, hingga aneka suvenir lainnya.

Hasil dari penjualan ini, kata Tria, tak hanya dipakai untuk kegiatan Griya Schizofren, tetapi juga untuk membiayai iuran BPJS Kesehatan warga Griya PMI Peduli.

"Jadi hasil penjualan atas karya ODMK dikembalikan lagi pada mereka sebagai penerima manfaat," kata dia.

Di sisi lain, Griya Schizofren juga tetap menerima donasi dari masyarakat. Donasi tersebut dapat berbentuk dana atau barang.

Seperti beberapa waktu lalu, Griya Schizofren membuka donasi untuk diapers dewasa hingga make up yang dipakai untuk kegiatan beauty class.

Kini setelah kendala dana teratasi, Tria dihadapkan pada masalah baru yaitu membangun sistem di Griya Schizofren.

Tahun ini, Tria hendak mengurus legalitas serta kepengurusan Griya Schizofren.

"Setiap tahun, memang selalu ada kendala yang dihadapi dan itu berbeda-beda. Namun selalu ada kemajuan dari setiap kendala tersebut," ujarnya.

Jadi Penerima SIA 2017

Triana Rahmawati, pendiri Griya Schizofren, komunitas sosial di Kota Surakarta, Jawa Tengah yang peduli terhadap ODMK.

Dengan segala usaha yang telah dilakoninya di Griya Schizofren, jatuh bangun agar bisa terus membersamai ODMK, Tria mengaku pernah di ambang keputusasaan.

Ini terjadi pada 2017. Saat itu, Tria yang sudah menikah merasa sangat lelah mengurus aktivitas sosialnya tersebut. Belum lagi, ia harus menghadapi para relawan yang tak konsisten hingga berjuang mencari pendanaan.

Sempat terlintas di pikiran Tria untuk menyudahi kegiatan Griya Schizofren yang dinilainya tidak memiliki dampak.

Ia hanya ingin bekerja seperti orang kebanyakan, lalu pulang dan beristirahat, tanpa perlu memikirkan orang lain, selain dirinya sendiri dan keluarga.

"Ketika itu, saya merasa tidak cukup kompeten, kayak sudah berusaha mati-matian, tapi tetap nggak ada perubahan," aku Tria.

Segala kegundahan itu lantas disampaikan Tria pada sang suami, Siswandi. Mendengar curahan hati tersebut, Siswandi diam-diam mendaftarkan sang istri dalam apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards tahun 2017.

Ia menuliskan sejumlah hal yang dialami dan dirasakan sang istri melalui form di situs SIA. Cerita Tria itu rupanya menarik perhatian juri hingga didatangi oleh tim dari SIA.

"Ketika didatangi tim dari SIA, saya cerita semua hal yang selama ini dirasakan, dijalani. Saya juga mengaku bahwa saat itu, saya sedang ingin menyerah."

"Saya jelasin semua kendala dari mulai relawan, biaya, waktu, dan itu yang bikin saya merasa nggak berkembang," urainya.

Setelah melalui sejumlah proses, siapa sangka, Tria justru menjadi penerima 8th SATU Indonesia Awards dari PT Astra Internasional Tbk bidang Kesehatan sebagai pendamping masalah kejiwaan.

Apresiasi yang didapat dari Astra menjadi titik balik bagi Tria untuk semakin menebar manfaat bagi orang yang memiliki masalah kejiwaan melalui Griya Schizofren.

Menurut Tria, tak ada lagi jalan mundur bagi dirinya dari kegiatan sosial ini.

"Nggak ada lagi jalan untuk berhenti, kenapa? karena kami sudah dipercaya oleh juri-juri skala nasional untuk terus melakukan kegiatan atau hal baik ini. Kalau mereka saja sudah percaya pada kita, kenapa kita tidak?" kata dia.

Dukungan dari sejumlah masyarakat untuk keberlangsungan Griya Schizofren dalam mendampingi ODMK juga menjadi alasan Tria.

Bagi Tria, bisa melakukan sesuatu hal yang bersifat sosial dan tidak dibayar merupakan satu sumber kebahagiaannya.

"Saya melakukan ini secara sukarela, non profit, nggak dibayar, tapi saya malah seneng. Jadi saya merasa ada sesuatu hal yang lebih besar ketimbang hal-hal yang sifatnya material," ungkapnya.

Apalagi setelah melakoni sejumlah hal bersama Griya Schizofren, Tria semakin tertarik dengan isu kesehatan jiwa dan orang-orang yang ada di dalamnya.

Menurut Tria, masalah tentang mental health sangat relate dengan kehidupan sehari-hari. Terlebih pada zaman sekarang pada kelompok generasi Z.

Ia semakin penasaran dan terus mencari cara lain agar semakin bisa memanusiakan ODMK sehingga bisa mendukung kemajuan dalam kehidupan mereka.

Tria juga kian masif melakukan kampanye untuk mengikis stigma terhadap ODMK. Menggunakan banyak platform mulai dari seminar hingga siniar, Tria menggaungkan informasi yang seutuhnya tentang ODMK.

Selain melalui Griya Schizofren, ia juga membuat kegiatan bernama Wisata Jiwa.

Dalam kegiatan itu, masyarakat akan mendapatkan edukasi dasar mengenai kesehatan mental.

Mereka juga dapat berinteraksi langsung bersama ODMK dengan mendongeng serta berbagi keceriaan melalui bakti sosial (baksos) di Griya PMI Peduli.

Dengan interaksi ini, masyarakat diharapkan akan mendapatkan informasi secara utuh mengenai ODMK, yang ternyata jauh berbeda dengan stigma yang selama ini berkembang.

Ia ingin agar masyarakat semakin tahu dan paham, ODMK juga memiliki akses yang terbuka untuk dihargai sebagai manusia yang punya kemampuan.

Jika hal baik ini terus dilakukan, Tria percaya, masyarakat akan semakin lebih terbuka tentang masalah kejiwaan di masa mendatang.

Mereka juga tidak akan lagi takut saat bertemu dengan ODMK bahkan bisa duduk nyaman, berdampingan bersama orang dengan masalah kejiwaan.

"Jadi output yang paling membahagiakan buat saya ketika ada yang bilang dia tidak lagi takut melihat ODMK, nyaman dengan mereka."

"Termasuk ketika masyarakat lebih open minded tentang masalah kejiwaan, bahwa masalah kejiwaan bukan suatu hal yang harus ditakuti."

"Sebab ketika kita aware dengan kesehatan jiwa diri kita sendiri, maka kita akan lebih mudah berempati dengan kondisi orang lain," papar dia.

Selain itu, di masa depan, Griya Schizofren juga punya sejumlah misi terkait kesetaraan orang dengan masalah kejiwaan.

Di antaranya ODMK harus memiliki akses yang terbuka serta akses dihargai sebagai manusia yang punya kemampuan.

"ODMK juga bisa mengakses pertemanan, diakui secara manusia, dimanusiakan, tanpa harus selalu dilihat dari masalah kejiwaan," pungkasnya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini