TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengungsi Rohingya memenuhi Aceh, jumlahnya kini nyaris 1.500 orang. Usut punya usut ternyata kedatangan mereka menggunakan kapal kayu difasilitasi seseorang warga negara Bangladesh.
Ia adalah Husson Mukhtar (70) seorang pria yang berhasil diringkus polisi karena diduga terlibat dalam kegiatan penyelundupan pengungsi Rohingya ke Aceh.
Husson dianggap sebagai otak dibalik penyediaan kapal kayu untuk rombongan pengungsi dari Bangladesh.
Baca juga: Kesaksian Agen Penyelundup Rohingya ke Aceh: Tarif untuk Anak Rp7 Juta, Dewasa Rp14 Juta
Kepala Kepolisian Resor Pidie, AKBP Imam Asfali, menyampaikan bahwa Husson telah memperoleh keuntungan yang signifikan dari aksi penyelundupan ini.
"HM diduga mendapatkan keuntungan sekitar Rp 7 juta hingga Rp 14 juta dari setiap orang yang diselundupkan ke Aceh. Jika ditotalkan dari hasil kejahatan tersebut, agen ini berhasil mengantongi sekitar Rp 3 miliar," ujar Imam Asfali, Kamis (7/12/2023).
Menurut keterangan Imam, Husson turut berada di dalam kapal yang membawa pengungsi Rohingya saat berlabuh di Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie pada 14 November 2023 silam. Pada saat itu, Husson bahkan menyamar sebagai bagian dari rombongan pengungsi Rohingya.
Baca juga: Pemko Sabang Aceh Sebut Tidak Keluarkan Anggaran untuk Pengungsi Rohingya, Siapa yang Membiayai?
Husson Mukhtar juga disebut berperan saat memberangkatkan 147 pengungsi yang terdampar di Kuala Gampong Pasi Beurandeh, Kecamatan Batee, Kabupaten Pidie, pada 15 November 2023.
Dalam kasus ini polisi juga masih mencari tiga orang lainnya yang terlibat dalam sindikat penyelundupan orang tersebut, mereka adalah Nababai, Saber dan Zahrangi.
Nababai, Saber dan Zahrangi masih dalam pengejaran polisi setelah melompat dari kapal dan melarikan diri ke hutan. Untuk itu pihak Polres Pidie menggandeng Imigrasi untuk penanganan tindakan pidana penyelundupan manusia yang dikhawatir ini.
Informasi diperoleh, pelaku Husson Mukhtar diduga memfasilitasi kapal kayu untuk mengangkut, membawa rombongan etnis Rohingya dari perairan Bangladesh dan Myanmar kemudian masuk ke perairan wilayah Indonesia. Ratusan pengungsi Rohingya tersebut berangkat tanpa dilengkapi izin dan dokumen yang sah.
Mereka melakukan penyelundupan etnis Rohingya dalam satu kapal kayu, secara bersama-sama dengan Agen Zahangir dan Saber sebagai kapten kapal membawa rombongan ratusan orang etnis Rohingya yang terdampar.
Sementara itu, para tersangka mendapat keuntungan setiap penumpang kapal anak-anak dibebankan membayar sebesar 50.000 Taka atau Rp 7.000.000. Sedangkan penumpang dewasa sebesar 100.000 Taka atau Rp 14.000.000.
Baca juga: Tolak Pengungsi Rohingya, Warga Sabang Aceh Bentrok dengan Polisi
Sehingga apabila ditotalkan para tersangka mendapatkan hasil kejahatan tersebut Rp 3,3 miliar. Tersangka diancam dengan pidana Pasal 120 Ayat (1) dan Ayat (2) undang-undang republik indonesia nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian dan Pasal 55 Ayat (1) Ke I KUHPidana.
Dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 500.000.000.00 dan paling banyak Rp 1.500.000.000.00.
Hingga kini tercatat, selama November 2023 sudah tiga kali pendaratan rohingya ke Pidie dengan total 573 pengungsi dibawa.
Kendati demikian, gelombang perjalanan pengungsi Rohingya dari kamp pengungsi di Bangladesh baru saja dimulai, karena musim perjalanan perahu pengungsi pada tahun 2023 baru saja dimulai.
Imbauan UNHCR
Komisariat Tinggi PBB urusan Pengungsi (UNHCR) memperingatkan lebih banyak lagi pengungsi Rohingya yang mendarat di Indonesia menjelang pergantian tahun.
Juru Bicara UNHCR, Babar Baloch mengatakan Desember menjadi musim berlayar tahunan sebab perairan di Laut Andaman relatif tenang. Hal inilah yang kemungkinan akan dilakukan oleh pengungsi Rohingya di Bangladesh untuk melakukan pelayaran ke Indonesia atau Malaysia.
Dikatakannya, jumlah pengungsi Rohingya yang tiba tahun ini bisa, atau kemungkinan besar, akan terus meningkat.
“Kami tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi pada bulan Desember, tapi jika kita melihat tahun lalu, 2022, tiga bulan terakhir adalah tersibuk,” kata Babar Baloch.
Para pengungsi yang terdampar di Aceh baru-baru ini umumnya mereka yang kabur dari kamp pengungsi di Bangladesh. Jumlah pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari Bangladesh pada tahun ini jumlahnya tertinggi dan telah melampaui dari jumlah tahun 2022.
“Hal ini menjadikan jumlah total warga Rohingya yang melarikan diri melintasi Laut Andaman dengan perahu menjadi 3.722 orang sepanjang tahun ini," ujar Babar.
Baca juga: Mahfud MD: Pemerintah Sedang Cari Penampungan Baru Bagi Pengungsi Rohingya yang Berlabuh di Aceh
Sementara itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan Menkopolhukam Mahfud Md untuk menangani masalah pengungsi Rohingya yang datang ke Indonesia dan tinggal di Aceh.
"Ya saya telah memerintahkan kepada Menkopolhukam untuk menangani bersama-sama dengan daerah bersama-sama dengan UNHCR," kata Jokowi.
Kepala Perwakilan UNHCR di Indonesia, Ann Maymann mengatakan pihaknya meminta kepada peemrintah Indonesia untuk segera bertindak untuk memungkinkan pendaratan dan menyediakan bantuan penyelamatan jiwa kepada para pengungsi Rohingya.
"UNHCR sekali lagi meminta Indonesia untuk segera bertindak untuk memungkinkan pendaratan dan menyediakan bantuan penyelamatan jiwa kepada individu-individu ini," kata Ann.
UNHCR meminta agar kepedulian dan keramahan diberikan secara berkelanjutan untuk mendukung pendaratan perahu lain yang mungkin akan datang, termasuk perahu ketiga yang saat ini terombang ambing di lepas pantai Aceh.
"Dengan mengizinkan pendaratan aman kepada sekitar 341 pengungsi Rohingya, yang tiba dengan dua perahu terpisah antara tanggal 14 dan 15 November, Indonesia telah menunjukkan solidaritas dan jiwa kemanusiaan yang kuat," jelas Ann.
UNHCR dan para mitra telah berada di lokasi pendaratan, bekerja sama erat dengan pihak berwenang untuk memberikan perlindungan dan bantuan kepada mereka yang telah mendarat, termasuk banyak perempuan dan anak-anak.
UNHCR dan para mitra siap juga mendukung masyarakat dan pihak berwenang setempat untuk menanggapi kebutuhan mereka yang munkin mendarat di waktu mendatang.
Selain perahu yang saat ini masih dalam kesulitan, laporan menunjukkan bahwa setidaknya satu perahu lain mungkin berada di laut. Kemungkinan lebih banyak kapal akan berangkat dari Bangladesh dan Myanmar dalam waktu dekat, karena pengungsi Rohingya terus mencari keamanan dan perlindungan.
"Para pengungsi Rohingya sekali lagi mengambil risiko yang mempertaruhkan nyawa dalam mencari solusi," kata dia.
Baca juga: 1 Orang WN Bangladesh Jadi Tersangka Kasus Penyelundupan Rohingya di Aceh, 3 Orang Lagi Jadi Buronan
Perjalanan berbahaya dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki peluang dan yang telah kehilangan harapan. Saat krisis global semakin meningkat dan sumber daya kemanusiaan semakin berkurang, semua orang harus segera bertindak untuk menyelamatkan nyawa, dan juga segera memperluas solusi.
Staf Khusus Menteri Luar Negeri Bidang Penguatan Infrastruktur Diplomasi sekaligus Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal menyebut Indonesia tidak memiliki kewajiban menampung pengungsi berdasarkan Konvensi Pengungsi 1951.
"Yang jelas Indonesia bukan Pihak pada Konvensi Pengungsi 1951. Karena itu Indonesia tidak memiliki kewajiban dan kapasitas untuk menampung pengungsi, apalagi untuk memberikan solusi permanen bagi para pengungsi tersebut," kata Lalu Iqbal.
Ia menjelaskan, adapun pertolongan yang diberikan pemerintah Indonesia yaitu penampungan itu semata-mata karena alasan kemanusiaan.
"Ironisnya banyak negara pihak pada konvensi justru menutup pintu dan bahkan menerapkan kebijakan push back terhadap para pengungsi itu," ungkap dia.
Lalu Iqbal menjelaskan bahwa dari penanganan selama ini teridentifikasi kebaikan Indonesia memberikan penampungan sementara banyak dimanfaatkan oleh jaringan penyelundup manusia.
"People-smuggler yang mencari keuntungan finansial dari para pengungsi tanpa peduli resiko tinggi yang dihadapi oleh para pengungsi, khususnya kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak. Bahkan banyak diantara mereka terindentifikasi korban TPPO," jelas Iqbal.
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan Indonesia sedang mencari lokasi penampungan lain, lantaran lokasi penampingan yang saat ini berdiri sudah tak lagi muat menampung para pengungsi.
"Kami menganut diplomasi kemanusiaan. Karena sifatnya kemanusiaan maka kami sedang mencari jalan untuk nanti dicarikan tempat penampungan, karena yang ada sudah tidak muat," kata Mahfud.
Nantinya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian akan mengkoordinir rapat bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di tiga provinsi yakni Aceh, Sumatera Utara dan Riau untuk pembahasan mengenai lokasi penampungan sementara.
Adapun Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi ditugaskan menghubungi pihak The United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) atau Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi.
"Nanti Forkopimda tiga Provinsi, Aceh, Sumatera Utara dan Riau dikoordinir oleh Menteri Dalam Negeri untuk membicarakan itu. Sementara Menteri Luar Negeri akan menghubungi UNHCR dalam waktu tidak terlalu lama," katanya.
Adapun Mahfud menjelaskan bahwa bantuan yang diberikan Indonesia terhadap pengungsi Rohingya, karena negara menganut diplomasi kemanusiaan. Indonesia sendiri lanjutnya, tidak memiliki kewajiban menampung pengungsi berdasarkan Konvensi Pengungsi 1951.
"Pengungsinya kan 1.400 lebih, dan kita sebenarnya nggak terikat dengan konvensi itu, tapi karena kita punya prinsip kemanusiaan kita cari, mudah-mudahan dalam waktu dekat selesai," ucap Mahfud. (Tribun Network/dan/fer/fik/gus/wly)