TRIBUNNEWS.COMĀ - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyesalkan kasus kakek berusia 62 tahun merudapaksa cucu tiri yang masih berusia 7 tahun di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat (Kalbar), berakhir damai.
Diketahui, kasus rudapaksa itu dihentikan melalui program restorative justice (RJ), sebagaimana dilaporkan Tribun Pontianak.
Komisioner KPAI, Dian Sasmita, mengatakan kekerasaan seksual adalah kejahatan serius terhadap anak karena mendatangkan penderitaan fisik, psikis, emosional, dan sosial yang luar biasa.
Oleh karena itu, Dian mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum serius dalam penanganan kasus merujuk pada UU No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasaan Seksual.
"UU TPKS sebagai lex specialist dalam pemeriksaan perkara kejahatan seksual telah diatur bahwa perkara tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan dengan pelaku dewasa (Pasal 23 UU TPKS)," ungkap Dian kepada Tribunnews melalu keterangan tertulis, Sabtu (13/1/2024).
Ia mengatakan, kekerasaan seksual terhadap anak perempuan yang dilakukan orangtua atau pihak-pihak yang memiliki tugas pengasuhan, pendidikan, dan perlindungan adalah kejahatan seksual yang harus diproses sesuai UU TPKS.
"Mengingat peran mereka seharusnya dapat memberi kasih sayang, rasa aman, dan perlindungan namun malah mendatangkan penderitaan pada anak. Sehingga sudah sepatutnya pelaku TPKS diberikan pemberatan pidana yakni 1/3 dari pidana awal, sesuai Pasal 15 UU TPKS," ujarnya.
Selain itu, dalam Pasal 31 UU TPKS dijelaskan, korban memiliki hak atas restitusi yang wajib diberitahukan oleh aparat penegak hukum.
"Hak ini sebagai ganti kerugian atas penderitaan korban akibat kekerasan seksual yang dialami. Termasuk untuk mendukung pemulihan medis baik fisik maupun psikis korban," katanya.
Selain itu, lanjut Dian, hak-hak korban atas pendampingan dan pemulihan, termasuk pendampingan hukum disediakan oleh pemerintah daerah melalui Unit Pelayanan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).
"Bilamana daerah belum tersedia UPTD, maka layanan tetap harus diberikan oleh bidang perlindungan anak di dinas terkait," ungkapnya.
Baca juga: Kabur dari RS, Remaja 18 Tahun Malah Jadi Korban Rudapaksa, Terduga Pelaku Diperiksa Penyidik
Ia menegaskan kejahatan seksual pada anak adalah masalah serius.
"Semua pihak punya peran untuk memberantas TPKS. Untuk itu, setiap kasus TPKS pada anak harus ditangani dengan serius."
"Dan upaya pencegahan perlu dilakukan terus menerus di semua wilayah," pungkasnya.
Kasus Kakek Rudapaksa Cucu
Diketahui, kasus anak perempuan berusia 7 tahun yang dirudapaksa kakek tirinya di Kubu Raya pertama kali dilaporkan pada 23 Februari 2023.
Kasat Reskrim Polres Kubu Raya, Iptu Heru Anggoro, mengatakan pelapor saat itu merupakan kakak sepupu korban.
"Progres penanganan, kami setelah menerima Laporan, pelapor pada tanggal 20 Maret 2023 pelapor mengajukan permohonan pencabutan Laporan Polisi."
"Berdasarkan hal tersebut kami melakukan gelar perkara, hasilnya kita sepakat menghentikan Laporan tersebut karena pencabutan dari pihak korban dan pelapor," katanya, Rabu (3/1/2024), dilansir Tribun Pontianak.
Kendati kasus tersebut digantikan dengan dikeluarkannya SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), Heru mengatakan perbuatan rudapaksa itu telah terjadi.
"Dari hasil pemeriksaan, terlapor ini melakukan persetubuhan sebanyak tiga kali, pertama di rumah kosong sebanyak dua kali, lalu satu kali di rumah kosong lainnya," ujarnya.
Dalam penyelidikan sebelumnya, pihaknya sudah melakukan pemeriksaan saksi hingga visum terhadap korban.
Ia menjelaskan yang menjadi dasar pihaknya melakukan SP3 terhadap kasus ini yakni pelapor memohon mencabut laporan polisi karena pelapor berada di luar negeri.
Lalu, orang tua korban tidak diketahui keberadaannya, berdasarkan informasi juga berada di luar negeri.
Kemudian, atas dasar pelaku sudah berusia lanjut yakni 62 tahun dan sering sakit-sakitan.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunPontianak.co.id dengan judul Akhir Kasus Kakek Rudapaksa Cucu Tiri Berusia 7 Tahun di Kubu Raya.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto) (TribunPontianak.co.id/Ferryanto)