"Diam! Diam! Diam!," teriak ibu korban kepada petugas yang mencoba mengambil jasad korban.
"Awas, adik aku sakit," teriak kakak korban sambil histeris.
Saat awak media mencoba merekam kejadian tersebut, dua orang personel kepolisian mengenakan baju preman dengan sigapnya langsung melarang mengambil rekaman.
Dua personel itu mencoba merampas handphone awak media, dan memintanya agar video kejadian itu dihapus.
Menurut Adel, kakak korban, ibunya nekat membopong jasad adiknya itu untuk dibawa pulang.
Katanya, pihak kepolisan awalnya memang meminta agar jasad adiknya itu dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk dilakukan autopsi.
Namun pada saat itu polisi mengatakan bahwa yang diautopsi hanya bagian yang tertembak saja yaitu pada bagian kepala.
Setibanya di Rumah Sakit Bhayangkara ternyata jasad korban hendak dibelah dan keluarga menolak.
"Mereka menahan, kita sudah ikutin aturan mereka kita tidak mau divisum, awalnya kita mau divisum bagian kepala saja," kata Adel kepada Tribun-medan, Kamis (18/1/2024).
"Tapi setelah sampai di sini kami tanya, semua dibedah. Kami nggak izinkan sebab tadi perjanjian di Rumah Sakit Pirngadi cuma kepala saja, itu kami bersedia," lanjutnya.
Karena tidak rela jasad adiknya dibedah, pihak keluarga pun sempat mengiklaskan dan berencana untuk tidak memperkarakan kasus penembakan itu lagi.
"Buatlah surat pernyataan, bahwasanya kami tidak setuju untuk diautopsi. Tau-tau orang ini masih menahan, dari jam setengah lima sampai sekarang (dinihari)," ujarnya.
"Kami mau bawa mayatnya, sebab kami sudah ikuti prosedur mereka seperti bikin video, tanda tangan kami mau, cuma orang ini nggak ngasih, alasannya sabar, sabar," sambungnya.
Adel menyampaikan, setelah berunding panjang dengan pihak kepolisian, akhirnya pihak keluarga mengizinkan jasad korban diautopsi.