Dari jumlah ini, 7 nama langsung dicoret dari DPT sedangkan 3 nama lainnya masih dikonsultasikan dengan KPU Provinsi Jawa Timur.
“Tiga WNA juga mempunyai KTP elektronik, sehingga terindikasi punya kewarganegaraan ganda. Karena itu kami konsultasikan ke provinsi dulu,” ucap Sapari.
Sapari menegaskan, KPU Tulungagung sudah melakukan prosedur untuk menetapkan DPT.
Dasar awal DPT adalah agregat data dari Dirjen Kependudukan Kementerian Dalam Negeri.
KPU kemudian melakukan pemutakhiran daftar pemilih (Muhtarlih) untuk meneliti dan mencocokan data.
Selanjutnya ada proses pencocokan dan penelitian (Coklit) yang dilakukan dari rumah ke rumah.
Hanya warga yang mempunyai dokumen kependudukan seperti KTP dan Kartu Keluarga yang masuk dalam Coklit.
Namun sering kali ada warga yang sedang tidak di rumah, sehingga petugas Coklit mendapat penjelasan dari keluarga atau tetangga.
“Penjelasan keluarga atau tetangga membenarkan dia warga setempat. Mungkin mereka tidak tahu kalau itu WNA,” pungkas Sapari.
Sebelumnya ada dua pengungsi Rohingya asal Myanmar, Sofi dan Husen yang masuk DPT Kabupaten Tulungagung.
Sofi diketahui sempat masuk ke Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 dengan nama Mohammad Sofi.
KPU lalu mencoretnya dari DPT setelah mendapat saran perbaikan dari Badan Pengawas Pemilu.
Sofi diketahui sempat masuk dalam kartu keluarga dan KTP SIAK yang terbit tahun 2006.
Sementara Husen, warga Myanmar lainnya yang ada di Tulungagung juga sempat masuk DPT namun sudah ketahuan di tahun 2018 lalu.
Husen yang tinggal di Kecamatan Besuki diketahui pernah mempunyai KTP elektronik yang terbit pada tahun 2012.
Setelah ketahuan di tahun 2018, kini Husen sudah tidak lagi lolos Coklit dan tidak masuk DPT.
Penulis: David Yohanes
Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul KPU Tulungagung Temukan 10 WNA Masuk DPT, 7 Nama Dicoret, 3 Nama Dikonsultasikan karena Punya KTP