"Kalau guru BP kan adanya di SMP ya, saya minta di SD juga dibentuklah guru BP," ujarnya.
Dengan adanya guru BK, lanjut Nina, diharapkan para murid bisa lebih diawasi lagi selama di sekolah.
Kata Pengamat
Sebelumnya diwartakan, Kepala Program Studi Profesi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR), Elvie Gunawan, turut menanggapi kasus yang menimpa HA.
Menurutnya, kasus bullying di Indramayu merupakan imbas dari orang tua dan guru yang tak berperan dalam melakukan pencegahan.
Ia menilai guru beserta orang tua harusnya berperan dalam pencegahan, supaya anak-anak tak melakukan perbuatan di luar norma masyarakat.
"Sebenarnya, orang yang berperan melakukan pencegahannya, tidak mau berperan."
"Bullying itu kan, tidak akan terjadi kalau lingkungan tempat anak-anaknya tumbuh dan berkembang itu aman," ujar Elvine Gunawan, Rabu (6/3/2024), dikutip dari TribunJabar.id.
Sementara itu, lanjut Elvine, lingkungan sekolah juga harus memberikan proteksi.
Ia mengatakan keseimbangan antara jumlah anak dan guru juga harus ideal.
"Sekarang kalau di sekolah itu kan satu banding berapa, guru satu siswanya bisa sampai 40 orang kan. Itu pola konvensional," jelasnya.
Baca juga: Viral Siswa SD di Indramayu Dibully Teman, Berawal saat Korban Ejek Sepeda Pelaku yang Dijual
Tak hanya itu, di lingkungan sekolah, menurutnya, tak pernah ada pemeriksaan terhadap anak-anak yang akan masuk sekolah.
"Screening kesehatan jiwa waktu mau masuk SD, kan tidak diperiksa. Apakah anaknya punya gangguan disorder atau gangguan perilaku menentang atau dia anak ADHD, kan kita tidak punya tuh screening itu," ucapnya.
Ia berpandapat orang tua juga harus dilakukan screening, guna mengetahui apakah orang tua yang menumbuhkembangkan anaknya punya masalah dengan mental dan emosional atau tidak.
Sementara itu, ia juga menyoroti beberapa kasus bullying yang hanya selesai dengan permintaan maaf dan membuat video klarifikasi.