Laporan Wartawan TribunSolo.com, Imam Saputro
TRIBUNNEWS.COM, KARANGANYAR - Senyum Wahyono merekah ketika Anggrek Bulan miliknya dinobatkan jadi bunga terbaik di gelaran 'Batu Shining Orchids Week 2023' di Kota Batu Malang, awal Desember 2023.
Anggrek Bulan (Phalaenopsis Amabilis) miliknya yang berwarna ungu dan membentuk lambang love menjadi satu di antara Bunga Anggrek terbaik dalam pameran yang berlangsung seminggu ini.
“Bisa jadi yang terbaik karena warna ungunya bagus dan bentuknya secara alami bisa berbentuk seperti love tanpa ada kawat atau pembentukan dari manusia,” kata Wahyono, pemilik perkebunan Anggrek Zilquin kepada Tribunnews.com, Minggu 3 Maret 2024.
Wahyono mengaku bangga dengan pencapaian terbaru dari Kebun Anggrek Zilquin miliknya yang berlokasi di Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah ini.
Di perkebunan anggrek yang dinamai seperti nama anak pertamanya ini, sekarang sudah mampu memasarkan ribuan Anggrek ke seluruh Indonesia dengan omzet hingga miliaran rupiah.
Pesona anggrek dari lereng Gunung Lawu ini tak serta merta ada, Wahyono berjuang sejak belasan tahun lalu.
Ingatan Wahyono melayang kembali ke tahun 2007 ketika ia lulus SMP dan langsung berjualan bunga keliling.
“Dulu orang tua kan juga petani bunga hias, jadi saya ya ikut di situ jualan bunga keliling-keliling dipikul,” cerita Wahyono ketika ditemui di kawasan Nglurah, Tawangmangu, Karanganyar awal Maret 2024.
Ia berkeliling berjualan bunga tak hanya di sekitar Jawa Tengah, tapi hingga ke Sumatera dan Sulawesi.
“Pas keliling pakai pikulan itu, bunganya dibungkus karung, jalan kaki kemana-mana,” cerita Wahyono, Minggu 3 Maret 2024.
Jualan bunga keliling itu dilakoni Wahyono sampai ia berkeluarga dan punya anak yang ia beri nama Zilquin.
Akhir tahun 2015 jadi titik balik Wahyono dalam berjualan bunga.
“Tahun 2015 itu saya jualan di Sulawesi, tepatnya di Manado, karena masih pakai pikulan dan kesana-kemari, pas Zilquin ikut itu kadang tidurnya kan cuma di emper toko, saya kasihan, jadi saya pulangkan dan titipkan di rumah di Tawangmangu,” cerita dia.
Akan tetapi hal itu menimbulkan persoalan baru.
“Setelah itu kan saya balik jualan, tapi setiap habis telepon Zilquin malah dianya sakit, mungkin kangen atau apa, jadi saya berfikir buat apa kerja jauh-jauh tapi anak malah sakit di rumah, gak ada gunanya juga” kata dia.
Wahyono memutuskan kembali ke Tawangmangu agar bisa dekat dengan anak sembari memutar otak mencari strategi agar tetap bisa berjualan bunga hias.
KUR BRI jadi modal awal
Awal 2016 Wahyono memberanikan diri mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI di BRI Tawangmangu dengan nilai Rp 50 juta.
“Saya agak modal nekat pinjam ke BRI buat beli mobil, dapat pinjaman Rp 20 juta, dan tambah tabungan saya, akhirnya 2016 itu kebeli mobil pikap,” kata dia.
Wahyono mengatakan di tahun 2016, proses mengajukan KUR BRI prosesnya mudah.
Pencairan dana juga terhitung cepat dan dapat ia gunakan segera untuk modal usaha.
“Syaratnya seingat saya nggak begitu banyak, ada juga dari BRI yang ke kebun buat foto-foto, beberapa hari kemudian cair Rp 20 juta itu,” kenang dia.
Dengan adanya mobil pikap, Wahyono bisa berjualan anggrek dengan lebih mudah dan menjangkau banyak tempat dengan lebih cepat.
“Yang terpenting bisa dekat dengan anak, karena kalau pakai mobil kan bisa pulang sewaktu-waktu,” ujar pria 34 tahun ini.
Pinjaman KUR BRI pada 2016 itu menjadi titik balik dan mengubah perjalanan Anggrek Zilquin.
“ Karena mobilitas bisa tinggi dan daya angkut bisa banyak, dalam 4 bulan itu pinjaman 20 juta sudah bisa saya lunasi sebelum waktunya,” kata Wahyono.
Ia lalu mengajukan pinjaman lagi untuk memperbesar usaha anggreknya.
“Masih dengan agak nekat tapi terukur karena bunga KUR juga menurut saya rendah, saya minjam lagi 250 juta ke BRI buat bikin greenhouse, saya minta tolong ke temen yang tukang las, pokoke tak kasih 100 juta buat bikin greenhouse, pie carane kudu dadi (entah bagaimana caranya harus bisa jadi),” ungkap Wahyono sembari tertawa.
Sisa uang KUR kedua itu ia gunakan untuk membeli bibit, pupuk, dan alat penunjang lain untuk penanaman anggrek.
Ia kemudian memilih spesialisasi anggrek karena anggrek adalah tanaman yang tidak ada matinya.
“Pertama di Nglurah, Tawangmangu memang cocok untuk budidaya anggrek, yang kedua, anggrek juga merupakan Puspa Pesona atau bunga nasional Indonesia, jadi sekalian bisa ikut melestarikan bunga nasional kan saya juga bangga” kata dia.
“Yang selanjutnya adalah anggrek itu kalau sudah berbunga tapi tidak laku, masih bisa dirawat, bisa tambah besar lalu berbunga lagi dan malah tambah mahal, selama ada kemauan untuk merawat maka anggrek bisa terus tumbuh, potensi kerugian kecil,” tambah Wahyono yang belajar membudidaya anggrek secara autodidak ini.
Pascapembangunan greenhouse anggrek pertamanya, usaha Anggrek Zilquin terus tumbuh.
“Pinjaman 250 juta itu hanya beberapa bulan juga sudah saya lunasi, habis itu beberapa kali pinjam lagi ke BRI untuk memperbesar usaha,” ujarnya.
“Tapi yang paling saya ingat ya yang pertama itu, 2016 mengajukan 50 juta, turun 20 juta dan buat beli pikap dan itu yang jadi batu loncatan hingga seperti sekarang ini,” ungkap Mulyono.
Kini Anggrek Zilquin bisa menjual ribuan anggrek ke berbagai penjuru Indonesia melalui platform digital dan reseller.
“Reseller Anggrek Zilquin ada 216 di berbagai daerah, sama lewat Facebook, di Tiktok itu juga lumayan selain yang memang datang ke kebun juga banyak,” terang Wahyono.
Anggrek Zilquin sudah mampu mencatatkan penjualan delapan ribuan bibit anggrek per bulan dengan kisaran harga di Rp50.000 hingga Rp150.000/batang.
Kebun Anggrek Zilquin di Nglurah Tawangmangu, Karanganyar ini juga pernah menerima hingga 8 ribu pengunjung dalam satu hari.
“Mbak Titiek Soeharto itu beberapa kali ke kebun kami, keluarga Kang Emil juga pernah beli anggrek di kami,” ungkap Wahyono bangga.
“Anggrek Zilquin juga memberdayakan tetangga di sekitar rumah untuk bantu-bantu di kebun dan galeri, harapannya Anggrek Zilquin bisa makin besar, bisa lebih mengenalkan Anggrek ke Indonesia dan luar negeri serta lebih bisa bermanfaat bagi warga sekitar pada khususnya,” kata bapak dua anak ini.
BRI dukung UMKM Indonesia tumbuh
Regional CEO RO BRI Yogyakarta, John Sarjono, menyatakan perseroan berkomitmen dengan pengembangan UMKM di Indonesia.
Ia menyebut, saat ini sekitar 70 persen nasabah BRI berasal dari sektor UMKM.
Karenanya, BRI kian bersinergi dengan banyak pihak untuk fokus memajukan UMKM.
“UMKM harus naik kelas dan mandiri. Untuk mewujudkannya, BRI menyediakan kredit bunga ringan. Tapi, pembinaan UMKM tak cukup dengan pemberian kredit. Agar UMKM lebih maju, harus ada proses inklusi dan literasi guna meningkatkan kemampuan manajemen,” ujarnya.
Kredit disalurkan ke seluruh wilayah DIY, Karesidenan Banyumas, Kedu, dan Solo Raya di 33 kantor cabang utama.
Direktur Utama BRI, Sunarso, menyampaikan, realisasi penyaluran kredit oleh perseroan hingga akhir September 2023 tumbuh 12,53 persen secara tahunan menjadi Rp1.250,72 triliun.
“Penyaluran kredit UMKM BRI tumbuh 11,01 persen dari semula Rp935,86 triliun pada akhir kuartal III-2022 menjadi Rp1.038,90 triliun pada akhir kuartal III-2023. Porsi kredit UMKM BRI mencapai 83,06 persen dibanding keseluruhan kredit BRI,” urai Sunarso lewat keterangan tertulis, belum lama ini.
Ia menambahkan, keberhasilan BRI dalam menyalurkan kredit kepada debitur diimbangi dengan manajemen risiko yang cukup baik.
Buktinya, kualitas kredit atau non-performing loan (NPL) BRI tercatat hanya 3,07 persen atau lebih baik ketimbang NPL pada periode sama tahun lalu sebesar 3,09 persen.
“Kami siapkan dua strategi. Pertama, BRI menaikkelaskan nasabah eksisting dengan berbagai program pemberdayaan dan pendampingan. Kedua, BRI mencari sumber pertumbuhan baru di segmen ultramikro,” katanya. (*)