TRIBUNNEWS.COM - Kasus penganiayaan di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Jakarta mengakibatkan seorang taruna bernama Putu Satria Ananta Rustika (19) tewas.
Pelaku penganiayaan merupakan senior korban, Tegar Rafi Sanjaya (21).
Pelaku dapat dijerat pasal 38 KUHP tentang pembunuhan juncto pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Kasus penganiayaan terjadi saat korban dan empat rekannya turun dari lantai 2 untuk mengecek kondisi kelas pada Jumat (4/5/2024) pagi.
Lantas korban dipukul sebanyak lima kali di bagian ulu hati dan tak sadarkan diri.
Meski sempat dilarikan ke klinik STIP, nyawa korban tak tertolong.
Ayah korban, Ketut Suastika, mengatakan anaknya sejak lama bercita-cita masuk ke sekolah kedinasan tersebut.
"Dia bilang ingin sekolah kedinasan, kami sebagai orangtua hanya mendukung. Apalagi ia memiliki tekad yang kuat," paparnya, Sabtu (4/5/2024), dikutip dari TribunBali.com.
Korban berasal dari Klungkung, Bali dan masuk ke STIP pada September 2023 lalu.
Ia mengaku sering berkomunikasi dengan korban melalui sambungan telepon.
"Biasanya lebih sering berkabar ke ibunya. Kalau dengan saya terakhir chat beberapa hari lalu, ini masih ada chatnya," sambungnya.
Baca juga: Nasib Taruna STIP yang Aniaya Junior hingga Tewas, Jadi Tersangka dan Terancam 15 Tahun Penjara
Selama menjadi taruna STIP, korban tak pernah mengeluh dan menceritakan kejadian buruk yang dialaminya.
Menurutnya, korban merupakan sosok kakak yang penyayang dan memilik tekad yang kuat.
Korban memiliki dua orang adik yang masih SMA dan SD.
Diketahui jenazah Putu telah tiba di rumah duka dan rencananya akan digelar upacara pengabenan pekan depan.
Motif Penganiayaan
Terungkap alasan Tegar Rafi Sanjaya (21) menganiaya juniornya, Putu Satria Ananta Rustika (19) hingga tewas.
Saat diperiksa, Tegar mengaku melakukan pemukulan lantaran korban masih mengenakan baju olahraga saat memeriksa ruang kelas.
Baca juga: Kekerasan Hingga Taruna Junior STIP Jakarta Tewas, Ini Yang Dilakukan Kemenhub
Pukulan yang dilakukan Tegar bertujuan untuk memberikan hukuman kepada juniornya tersebut.
Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, mengatakan Tegar melakukan pemukulan sebanyak lima kali dan mengenai ulu hati korban.
"Ada penindakan terhadap junior, karena dilihat ada yang salah menurut persepsinya senior, sehingga dikumpulkan di kamar mandi," ungkapnya, Sabtu (4/5/2024), dikutip dari TribunJakarta.com.
Saat kejadian, korban bersama empat rekannya seangkatan, sedangkan pelaku juga bersama empat rekannya.
"Yang dikumpulkan kamar mandi ini ada lima orang, nah korban ini adalah orang yang mendapatkan pemukulan pertama dan yang empat belum sempat," bebernya.
Hukuman fisik yang diberikan senior ke junior disebut sebagai tradisi taruna.
Korban tewas saat mengenakan baju olahraga STIP Jakarta.
Baca juga: Keluarga Bantah Taruna STIP Putu Satria Sakit Jantung, Ayah: Cukup Terakhir Anak Saya Menjadi Korban
Baju berwarna oren dengan tulisan 'Zero Violence' menjadi salah satu barang bukti kasus ini.
Tulisan dalam baju tersebut berisi pesan tak adanya kekerasan di lingkungan STIP Jakarta.
Kombes Pol Gidion Arif Setyawan menyatakan Tegar merupakan pelaku tunggal, meski ada empat rekannya saat terjadi pemukulan.
Akibat perbuatannya, Tegar dapat dijerat pasal 38 KUHP tentang pembunuhan juncto pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Penyebab Korban Tewas
Berdasarkan hasil autopsi, pukulan korban mengakibatkan pecahnya jaringan paru-paru.
Selain itu, upaya pertolongan pertama yang dilakukan tersangka tidak sesuai prosedur sehingga mengakibatkan korban meninggal.
Baca juga: Kronologis Lengkap Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Pelaku Tanya Junior: Mana yang Paling Kuat?
"Ketika dilakukan upaya, menurut tersangka ini adalah penyelamatan, di bagian mulut, sehingga itu menutup oksigen, saluran pernapasan, kemudian mengakibatkan organ vital tidak mendapat asupan oksigen sehingga menyebabkan kematian," tuturnya.
Ia menerangkan tersangka sempat panik dan berupaya melakukan pertolongan pertama dengan cara memasukkan tangannya ke dalam mulut korban.
Upaya tersebut justru berakibat fatal.
"Jadi luka yang di paru itu mempercepat proses kematian, sementara yang menyebabkan kematiannya justru setelah melihat korban pingsan atau tidak berdaya, sehingga panik kemudian dilakukan upaya-upaya penyelamatan yang tidak sesuai prosedur," tegasnya.
Kata Ketua STIP Jakarta
Sementara itu, Ketua STIP Jakarta, Ahmad Wahid, menyatakan kasus penganiayaan yang mengakibatkan kematian di luar kuasa kampus.
Ia menyampaikan pelaku memukul korban karena masalah pribadi bukan dalam kegiatan kampus.
"Itu di luar kuasa kita, karena tadi tidak ada dalam program kita."
Baca juga: Tampang dan Sosok Tersangka Kasus Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Pelaku Mahasiswa Tingkat 2
"Budaya itu (perpeloncoan) sudah kita hilangkan, jadi ini murni person to person," ucapnya.
Selama menjabat sebagai Ketua STIP Jakarta, dirinya sudah menghapus perpeloncoan dan senioritas.
"Karena itu (perpeloncoan) penyakit turun temurun saya sendiri sudah setahun di sini saya hapus semua itu nggak ada," tukasnya.
Pihaknya menyerahkan kasus ini ke kepolisian dan berjanji akan memberi sanksi tegas kepada pelaku.
"Yang jelas terduga pelaku sanksinya kita keluarkan, karena sesuai tata tertib taruna yang berlaku bersalah karena kekerasan kalo terbukti akan kita berikan sanksi," pungkasnya.
Sebagian artikel telah tayang di TribunBali.com dengan judul Kenangan Sang Ayah Tentang Putu Satria: Anak Cerdas Asal Klungkung Bali dengan Tekad Kuat dan TribunJakarta.com dengan judul Slogan Zero Violence di Baju Olahraga STIP Jakarta Diabaikan, Tegar Malah Pukuli Junior hingga Tewas
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunJakarta.com/Gerald Leonardo) (TribunBali.com/Eka Mita)