TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nengah Rusmini, ibu Putu Satria Ananta Rustika (19), korban tewas penganiayaan oleh seniornya di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta, menyebut bahwa pihak keluarga pelaku belum memberikan permintaan maaf.
Rusmini juga kecewa lantaran keluarga tersangka tak pernah datang atau menghubungi mereka untuk menyampaikan belasungkawa.
"Paling tidak kasih tahu lah anaknya, ajarkan kasih sayang pada anaknya. Itu manusia loh bukan binatang, hal apa yang diajarkan sehingga kok bisa anak saya diperlakukan seperti itu," kata dia di rumahnya, Kamis (9/5/2024).
Rusmini bertekad mencari keadilan demi putranya itu hingga semua pelaku memperoleh hukuman yang setimpal.
"(Keluarga pelaku) belum (melayat) sampai sekarang. Saya wajahnya (pelaku) aja belum tahu, keluarganya ibunya dan ayahnya. Mungkin keluarga besarnya sama sekali enggak permintaan maaf ke keluarga kami. Kami sangat kecewa, enggak ada iktikad baik sama sekali," kata dia.
Rusmini berharap, tidak ada lagi korban kekerasan akibat tradisi senioritas di sekolah kedinasan di bawah naungan Kementerian Perhubungan tersebut.
Dia juga meminta semua pihak untuk mengawal proses hukum para pelaku agar anaknya yang menjadi korban mendapat keadilan.
"Masih terus berusaha mencari bukti baru biar ada tersangka lain. Ini sangat ganjil saya melihat jenazah anak saya banyak luka kok ini cuma satu orang (pelakunya) enggak mungkin," kata dia.
Baliho besar bergambar foto tersangka dipajang di lokasi pengabenan
Foto tersangka pembunuh taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta dipasang di lokasi pengabenan Putu.
Upacara pengabenan taruna STIP Jakarta tersebut dilaksanakan pada Jumat (10/5/2024).
Ribuan warga mengiringi jenazah dari rumah duka hingga menuju ke Setra Desa Adat Gunaksa.
Sesampai di Setra (kuburan) Adat Gunaksa, terpajang baliho berukuran 4 meter X 6 meter yang memajang wajah dari pelaku utama yang melakukan pemukulan terhadap Putu Satria.
Baliho itu dipasang, Kamis malam 9 Mei 2024 oleh rekan-rekan satu kampung Putu Satria.
"Ini ide dari kami, biar masyarakat tau ini wajah pembunuh saudara-saudara kami," ujar seorang pemuda dari Desa Gunaksa, Kadek Kariyasa, Jumat 10 Mei 2024.
Pemuda di Desa Gunaksa, khususnya teman-teman Putu Satria merasa sangat kehilangan.
"Kami berharap hukum bisa ditegakkan, saudara kami (Putu Satria) bisa mendapat keadilan," jelas dia.
Sebelumnya diberitakan Tribun Bali, sepeda motor 2 tak jenis Yamaha RX Spesial yang di depannya terpasang foto Putu Satria ikut mengantarkan mendiang ke rumah.
"Ini sepeda motor kesayangan Rio (Panggilan Putu Satria)," ujar ibu dari Putu Satria, Ni Nengah Rusmini, pada Kamis 9 Mei 2024.
Ia menceritakan, Putu Satria sangat gemar dengan sepeda motor tua, khususnya 2 tak.
Bahkan ia terus memantau sepeda motornya, pada saat menempuh pendidikan di Jakarta.
Tiga hari sebelum meninggal dunia, tepatnya pada 1 Mei 2024, Putu Satria sempat menelepon ayahnya dan meminta untuk sepeda motornya dipasangi strip (stiker).
"Tadi teman-temannya yang datang untuk memasang strip (stiker) di sepeda motor Rio," katanya sembari terisak.
Baca juga: Menhub Budi Karya Melayat ke Rumah Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Ibu Korban: Tolong Bantu Kami
Sepeda motor itu juga sempat dibawa, untuk mengantarkan jenazah Putu Satria pulang ke rumah duka setelah disemayamkan beberapa hari di RSUD Klungkung.
"Sepeda motor ini tadi ikut mengantarkan jenazah Rio pulang ke rumah," ungkapnya.
Jenazah Putu Satria tiba di rumah duka sekitar Pukul 07.00 Wita pada 9 Mei 2024.
Jenazah langsung disemayamkan di bangunan Bale Dangin.
Para pelaku diduga hendak rekayasa penganiayaan
Sebuah unggahan viral di media sosial yang memperlihatkan sebuah percakapan di grup WhatsApp yang diduga hendak merekayasa kematian Putu.
Tangkapan layar isi grup WhatsApp bernama 'STIP ANGKATAN 66' diunggah oleh mantan Senator, Arya Wedakarna di akun media sosial Instagram.
Dari pantauan Tribunnews.com, seorang anggota grup yang meneruskan pesan yang menarasikan jika Putu tewas karena sakit jantung.
"Infonya taruna tersebut sakit serangan jantung sehabis sehabis olahraga pagi dan bersih-bersih kampus. Tim dokter bilang tidak ada tanda-tanda kekerasan.
Namun masih menunggu hasil visum infonya almarhum sudah diserahkan Dishub karena titipan taruna daerah.
Dibikin kronologinya begini, biar semua orang dan media gak tau apa yang sebenarnya terjadi," tulis pesan tersebut.
Terkait hal tersebut, pihak keluarga menduga penyebab kematian Putu memang awalnya hendak direkayasa.
Namun, pihak keluarga lebih menunggu hasil penyelidikan pihak kepolsian soal kebenaran dugaan ingin merekayasa dari sejumlah taruna tersebut.
"Sekarang tinggal kita tunggu hasil penyelidikan terhadap dugaan rekayasa cerita yang ada di grup taruna,” kata kuasa hukum keluarga Putu, Tumbur Aritonang saat dihubungi, Jumat (10/5/2024). (*)