TRIBUNNEWS.COM - Polres Metro Jakarta Utara menetapkan tiga tersangka baru dalam kasus penganiayaan di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Jakarta.
Total ada empat tersangka yang sudah ditahan dengan tersangka utama bernama Tegar Rafi Sanjaya (21).
Ketiga tersangka baru yang berinisial KAK alias K, WJP alias W, dan FA alias A berperan sebagai orang yang mengawasi hingga memprovokasi.
Jasad korban bernama Putu Satria Ananta Rustika (19) telah dibawa ke rumah duka di Klungkung, Bali dan akan dilakukan upacara pengabenan pada Jumat (10/5/2024).
Kuasa hukum korban, Tumbur Aritonang, mengatakan kasus penganiayaan yang dialami Putu Satria diduga bukan pertama kali terjadi.
Pada Desember 2023, korban sempat curhat ke pacarnya dan menunjukkan luka lebam di dada.
Diketahui, korban merupakan taruna tingkat satu dan baru masuk STIP pada September 2023.
"Betul, sepertinya udah jadi kebiasaan di sana," ucapnya, Kamis (9/5/2024).
Dalam chat tersebut, korban mengaku menjadi incaran senior dan selalu menjadi korban pemukulan.
"Arti percakapannya kurang lebih begini 'aku dipanggil terus sama senior, dipukulin terus-terusan. Sakit dadaku, ulu hati terus yang diincer'. Itu artinya," jelasnya.
Tumbur Aritonang mengaku tidak mengetahui berapa kali korban mendapat pukulan dari seniornya.
Baca juga: Kasus Kekerasan di STIP Terus Berulang, DPR Desak Dilakukan Audit Total
"Enggak dijelaskan di chat, tapi dari artinya mungkin lebih dari sekali," imbuhnya.
Kata Ibu Korban
Sementara itu, ibu korban, Nengah Rusmini, telah mendengar ada tersangka baru dalam kasus penganiayaan yang menewaskan anaknya.
Ia sudah menaruh curiga jumlah tersangka lebih dari satu lantaran kondisi jasad penuh luka lebam.
"Memang dari awal sudah ganjil, tubuh anak saya banyak luka lebam seperti itu, kok tersangka hanya satu orang.”
“Itu tidak mungkin, saya yakin pelakunya lebih dari satu orang," bebernya.
Rusmini juga menyayangkan sikap keluarga tersangka utama yang belum meminta maaf.
"Permintaan maaf belum ada (dari keluarga pelaku), tidak ada itikad baik sama sekali," tegasnya.
Baca juga: Kemenhub Hilangkan Kepangkatan dan Sebutan Senior Junior di STIP Jakarta Buntut Tewasnya Putu Satria
Ia akan mengawal kasus ini hingga para tersangka mendapat hukuman seberat-beratnya.
"Saya sangat memohon bantuan rekan media untuk mengawal kasus ini, sehingga keluarga mendapat keadilan yang seadil-adilnya.”
“Sehingga kematian anak saya ini tidak sia-sia," tukasnya.
Ketua STIP Dibebastugaskan
Kasus tewasnya taruna tingkat satu STIP, Jakarta mendapat sorotan dari Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi.
Budi Karya Sumadi mendatangi rumah korban di Klungkung, Bali dan mengucapkan belasungkawa atas kematian Putu Satria, Kamis (9/5/2024).
Ia beserta rombongan dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menemui keluarga korban dan meminta maaf atas terjadinya kasus penganiayaan di STIP.
Baca juga: Total 4 Siswa STIP Ditetapkan jadi Tersangka, Ini Perannya Dalam Kasus Penganiayaan Putu
Atas kejadian ini, Ketua STIP Jakarta, Ahmad Wahid dan sejumlah pejabat STIP dibebastugaskan.
"Kami sudah bebastugaskan direktur dan beberapa pejabat di STIP Marunda. Ini sebagai rasa bahwa tanggung jawab dan tindakan tegas, itu harus dilakukan," ungkapnya, Kamis, dikutip dari TribunBali.com.
Kemenhub berjanji akan mendampingi proses hukum korban sehingga para tersangka mendapat hukuman setimpal.
Pria kelahiran Palembang ini juga akan mereformasi sistem pendidikan di STIP yang berada di bawah naungan Kemenhub.
"Apa yang dialami ananda Rio (panggilan Putu Satria), kami kenang sebagai suatu kejadian yang mendalam. Jadi dasar reformasi pendidikan vokasi Kemenhub," ucapnya.
Salah satu bentuk reformasi yang dijanjikan yakni tidak menerima taruna baru pada tahun ajaran mendatang.
Hal ini dilakukan untuk memutus mata rantai senioritas di STIP.
"Jadi kita akan putus satu angkatan, memutus tradisi jelek dan tidak ada lagi senior junior," terangnya.
Baca juga: Langkah Kemenhub usai Kasus Tewasnya Taruna STIP: Direktur Dibebastugaskan hingga Ubah Kurikulum
Sistem asrama yang selama ini senior dan junior tinggal bersama juga akan diubah.
"Kami juga akan libatkan orangtua untuk ikut mengasuh anak didik, melalui komite sekolah," sambungnya.
Seragam serta atribut dinas STIP yang menunjukkan ada perbedaan senior dan junior juga diubah.
"Ke depan semua atribut kami hilangkan. Kami akan gunakan yang lebih humanis. Tidak setiap hari kami gunakan seragam itu (dinas), tapi ada seragam putih, batik, olahrahraga, dan libur bisa pakaian bebas," pungkasnya.
Peran 4 Tersangka
Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, mengatakan keempat tersangka memiliki peran yang berbeda.
Tersangka FA berperan memanggil korban dan empat temannya dari lantai 3 ke lantai 2.
Korban dan teman-temannya dianggap melanggar lantaran masih mengenakan seragam olahraga yang seharusnya sudah mengenakan seragam dinas STIP.
"Ini yang diidentifikasi menurut persepsi senior tadi, salah atau menggunakan pakaian olahraga memasuki ruang kelas dengan mengatakan 'Woi, tingkat satu yang pakai PDO (pakaian dinas olahraga), sini!'," ungkapnya menirukan teriakan tersangka, Rabu (8/5/2024), dikutip dari TribunJakarta.com.
Baca juga: Profil Ahmad Wahid, Ketua STIP yang Dibebastugaskan Buntut Kasus Taruna Tewas, Punya Harta Rp 12,4 M
FA juga terekam kamera CCTV berdiri di depan toilet untuk mengawasi.
Kombes Pol Gidion menambahkan, tersangka WJP memprovokasi Tegar melakukan hukuman kekerasan ke korban.
WJP juga meminta korban membuktikan kekuatan fisiknya saat menerima hukuman pukulan.
Menurutnya, kata-kata provokasi yang digunakan tersangka hanya dipahami sesama taruna sehingga penyidik mendatangkan ahli bahasa menjadi saksi.
"Saudara W mengatakan 'jangan malu-maluin CBDM, kasih paham'. Ini bahasa mereka, maka itu kami menggunakan atau melakukan pemeriksaan terhadap ahli bahasa, karena memang ada bahasa-bahasa pakemnya mereka yang kemudian mempunyai makna tersendiri," lanjutnya.
Sedangkan peran KAK menunjuk Putu sebagai orang pertama yang mendapat hukuman.
Keempat teman korban selamat dari hukuman lantaran korban langsung pingsan setelah menerima pukulan.
"Peran KAK adalah menunjuk korban sebelum dilakukan kekerasan eksesif oleh tersangka TRS, dengan mengatakan 'adikku aja nih, mayoret terpercaya'."
"Ini juga kalimat-kalimat yang hanya hidup di lingkungan mereka, mempunyai makna tersendiri di antara mereka," ucapnya.
Baca juga: Tangis Pilu Ibu Taruna STIP Korban Penganiayaan, Jasad Penuh Luka Lebam, Minta Kapolri Turun Tangan
Ia menyampaikan Tegar menjadi tersangka utama dan dapat dijerat pasal 338 KUHP tentang pembunuhan juncto pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat.
Sementara tiga tersangka lain dijerat pasal 55 juncto 56 KUHP karena keikutsertaan melakukan tindak pidana.
"Ancaman hukumannya sama konstruksi pasal kemarin ya. Hanya mungkin perbedaan di pembelaan atau mungkin ada pemberatan atau pengurangan tambahan karena pasal 55. (Ancaman hukuman terhadap tiga tersangka baru) masih 15 tahun," bebernya.
Sebanyak 43 saksi telah diperiksa sebelum polisi menetapkan tiga tersangka baru dalam kasus ini.
"Taruna tingkat 1 dan tingkat 2 serta tingkat 4 sebanyak 36 orang, pengasuh STIP, kemudian dokter klinik STIP, dokter rumah sakit Tarumajaya, ahli pidana, dan ahli bahasa," pungkasnya.
Sebagian artikel telah tayang di TribunBali.com dengan judul Keluarga Tersangka Penganiayaan Taruna STIP Asal Klungkung Tak Minta Maaf, Rusmini: Tak Ada Itikad dan TribunJakarta.com dengan judul Total 4 Senior yang Terlibat Penganiayaan Putu Jadi Tersangka, Semuanya Terancam 15 Tahun Penjara
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunJakarta.com/Gerald Leonardo) (TribunBali.com/Eka Mita/Zaenal Nur Arifin)