News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Anak Legislator Bunuh Pacar

3 Hakim yang Pimpin Sidang Ronald Tannur Didesak untuk Dinonaktifkan hingga Dipecat

Editor: Muhammad Renald Shiftanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Massa mengamuk di Pengadilan Negeri Surabaya pada Senin (29/7/2024). Mereka marah karena tidak ditemui oleh pimpinan Pengadilan Negeri Surabaya saat menggelar aksi

TRIBUNNEWS.COM - Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur didemo sejumlah massar dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan serikat buruh.

Demo tersebut terkait putusan hakim yang memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur.

Massa pun mendesak tiga hakim, Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo untuk dipecat atau setidaknya dinonaktifkan.

"Tiga hakim ini sudah banyak memutuskan kasus-kasus yang berkaitan dengan kepentingan publik yang menurut kami janggal. Sudah saatnya ada pembersihan di kantor pengadilan," ujar Agus Suprianto dari Lembaga Bantuan Hukum Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (LBH FSPMI), Senin (29/7/2024).

Hasil penelusuran, bahwa terdakwa Ronald Tannur bukanlah satu-satunya orang yang mendapatkan kebebasan dari tangan ketiga hakim tersebut. Erintuah Damanik pernah menjabat sebagai hakim ketua yang membebaskan Lily Yunita dari tuduhan tindak pidana pencucian uang sebesar Rp47,1 miliar terkait tanah seluas 9,8 hektare di Osowilangon, Surabaya.

Hakim Erintuah dan koleganya memutuskan untuk mengesampingkan kasus tersebut dengan alasan bahwa kasus itu adalah perdata, bukan pidana.

Hakim Mangapul juga pernah menjadi anggota hakim dalam kasus tragedi Kanjuruhan, yang membebaskan Kabag Ops Polres Malang, Kompol Wahyu Setyo Pranoto, dan Kasat Samapta Polres Malang, AKP Bambang Sidik Achmadi.

Namun, setelah dikaji kembali oleh Mahkamah Agung pada tingkat kasasi, Wahyu Setyo Pranoto dijatuhi vonis 2,5 tahun penjara, sedangkan Bambang Sidik Achmadi divonis 2 tahun penjara.

Ketiga hakim tersebut didemo pada Senin (29/7/2024).

Massa yang terdiri dari YLBHI Surabaya, LBH Tabur Pari, LBH Buruh Rakyat Jatim, FSPMI, Biro Hukum Damar Indonesia, serta LBH Skobar menyebut kantor Pengadilan Negeri Surabaya seperti kandang binatang dengan dugaan adanya praktik mafia. Menurut mereka, perkara apapun bisa dimenangkan asalkan ada uang.

"Seperti kasus Ronald Tannur yang kami duga melibatkan praktik transaksional. Di kepolisian, terdakwa sudah mengakui telah memukul korban. Jaksa sudah mengenakan empat pasal kepada terdakwa, sehingga seharusnya vonis yang dijatuhkan minimal adalah kelalaian yang menyebabkan kematian. Namun, kenyataannya, terdakwa malah dibebaskan," jelasnya.

Baca juga: Kejari Surabaya Bakal Ajukan Kasasi Terkait Vonis Bebas Ronald Tannur, Masih Tunggu Salinan Putusan

Vonis itu diduga lekat dengan permainan sebab Ronald Tannur pernah mengakui bahwa telah menganiaya Dini Sera Afrianti. Kejadiannya setelah karaoke di Blackhole KTV. Menurut massa, seharusnya hakim menggunakan pengakuan dasar dalam memandang kontruksi masalah dan sebagai putusan.

"Bagaimana bisa setelah Ronald Tannur setelah memukuli korban lalu mengantar ke rumah sakit dianggap menolong. Janganlah biarkan Surabaya diinjak-injak mafia hukum. Jika pengadilan tidak bisa menjadi tempat mencari keadilan, maka lebih baik dibuldozzer (dihancurkan) saja," tegasnya.

PN Angkat Suara

Pengadilan Negeri Surabaya akhirnya buka suara terkait putusan Gregorius Ronald Tannur.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini