News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Calon Dokter Spesialis Meninggal

Diberhentikan dari RSUP dr Kariadi, Dekan FK Undip Singgung Punya Ratusan Pasien

Editor: Erik S
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dekan Fakultas Kedokteran Undip Dr. dr. Yan Wisnu Prajoko.

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Buntut dugaan adanya perundungan (bully) yang menimpa mahasiswa PPDS,  Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Yan Wisnu diberhentikan sementara dari posisinya sebagai dokter spesialis onkologi di RSUP dr Kariadi.

Diketahui, diduga telah terjadi aksi bully sehingga seorang mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Undip bunuh diri.

Wakil Rektor IV Undip Wijayanto menyayangkan pemberhentian itu karena investigasi oleh polisi belum usai.

Baca juga: Janji Undip usai Dugaan Pemalakan Rp 40 Juta ke Dokter Aulia Terungkap: Transparan dalam Investigasi

Apalagi, pembelajaran di PPDS juga diberhentikan sementara sejak 14 Agustus 2024.

Hal ini dinilai tergesa-gesa dan merugikan masyarakat yang menjadi pasien maupun mahasiswa PPDS yang menjalani praktik di RSUP Kariadi.

"Penutupan program studi itu tidak hanya merugikan 80-an para mahasiswa PPDS lainnya.

Namun juga masyarakat yang mesti panjang mengantre karena kelangkaan dokter di RS Karyadi," ungkap Wijayanto melalui keterangan tertulis, Minggu (1/9/2024).

Keputusan itu tertuang dalam surat nomor KP.04.06/D.X/7465/2024 perihal penghentian sementara aktivitas klinis yang ditujukan kepada Dr dr Yan Wisnu Prajoko, M.Kes, Sp.B, Supsp.Onk(K). Surat tersebut ditandatangani oleh Direktur Utama RSUP Dr Kariadi, dr Agus Akhmadi, M.Kes pada 28 Agustus 2024.

Hal itu merupakan buntut dugaan kasus perundungan pada PPDS Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif setelah doker ARL diketahui melakukan bunuh diri.

Akibat kebijakan RS

Menurutnya, pemberhentian oleh direktur rumah sakit itu dilakukan karena direktur mendapat tekanan dari kementerian kesehatan untuk mengeluarkan keputusan itu.

Padahal, dia menyebut jam kerja yang overload itu adalah kebijakan rumah sakit yang merupakan ranah kebijakan Kementerian Kesehatan.

"Seorang residen, julukan untuk mahasiswa PPDS yang praktik di RS, mesti kerja lebih dari 80 jam seminggu. Tidur hanya 2-3 jam setiap hari. Kadang mesti bekerja hingga 24 jam alias sama sekali tidak tidur," ungkapnya.

Baca juga: Bukti Baru Dugaan Bully di PPDS Undip, Kemenkes: Dokter Aulia Diminta Setor Rp40 Juta kepada Senior

Dia melihat peristiwa ini ibarat puncak gunung es. Undip mendorong agar investigasi dilakukan secara tuntas. Sehingga akar struktural dan sistemik dari keadaan ini dapat menjadi modal pembenahan ke depan.

"UNDIP sangat terbuka dengan hasil investigasi dari pihak luar, baik itu kepolisian maupun Kemenkes. Jika memang terbukti ada perundungan, hukuman untuk pelakukanya jelas dan tegas, drop out," tegasnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini