TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Seli Winda Hutapea (SWH) mengaku mendapatkan teror menyusul kematian siswanya Rindu Syahputra Sinaga atau RSS (14). Seli adalah guru agama berstatus honorer di SMPN 1 Hilir STM, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara.
Rindu tewas setelah melaksanakan hukuman 100 kali squat jump.
Seli Winda Hutapea hari ini memberi keterangan bersama Kadisdik dan kepala sekolah saat dipanggil ke Kantor Ombudsman Sumut, Jalan Asrama, Medan, Selasa (1/10/2024).
Baca juga: Fakta Hukuman Squat Jump Berujung Maut di Deli Serdang, Guru Honorer Wanita Terancam Pidana
Seli juga mengaku syok atas kematian RSS. Selain itu, Seli juga ketakutan dengan berbagai teror lewat pesan WhatsApp kepada dirinya.
"Syok karena satu sisi murid lain melabelkan guru penyebab meninggal. Lalu diteror wa (whatsapp) orang tidak dikenal. Banyak yang WA saya pembunuh, harus tanggungjawab," ungkapnya.
Seli mengungkapkan sebenarnya melayat ke rumah korban. Namun, dia tidak diperkenankan masuk.
"Saya datang melayat tapi tidak dibolehkan masuk sama salah satu keluarga korban. Ditahan di luar tidak dibolehkan masuk," katanya.
Korban sering bantu orangtua
Kepala Ombudsman, James Panggabean menyampaikan hasil pertemuan.
Diketahui, RSS sebagai pelajar juga sekaligus pekerja, mengangkut pakan ternak untuk membantu ekonomi keluarganya.
"Anak itu selain pelajar juga pekerja angkat pakan ternak keluarganya, bisa dibilang tulang punggung. Secara fisik pasti ngaruh. Soal kematiannya kita menunggu forensik," kata James.
Dalam pertemuan, terlihat masih syok dengan kejadian tragis kepada muridnya.
Dia menjelaskan awal mula kenapa muncul squat jump 100.
Baca juga: Guru yang Hukum Siswa Squat Jump Masih Syok, Rekan Kerja: Nangis Kalau Cerita
"Dari teman korban. Karena tidak mengerjakan tugas menulis dan menghapal, dan si murid belum menghapal, dari pada menghapal, ada kawannya yang minta squat jump saja. Saya bilang bisa,"katanya.
"Squat jump diikuti oleh RSS, daripada menghapal, saya squat jump saja bu. Dari pada dihukum-hukum lagi," ujarnya.
Saat dihukum, murid sempat bertanya, squat jumpnya berapa bu? Oleh SWH dijawab 100.
Oleh murid mematuhi, dengan syarat ada jeda istirahat.
"Sebelumnya juga pernah mereka dihukum 100 squat jump," ujarnya.
Atas kejadian ini, Ombudsman mempertanyakan kebijakan sekolah, apakah squat jump menjadi cara hukuman.
SMPN 1 STM Hilir mengaku tidak boleh hukuman bersifat fisik kepada anak didik.
Baca juga: Sosok Siswa SMP yang Tewas usai Dihukum Squat Jump 100 kali, Pihak Sekolah Minta Mediasi
"Pertama mereka akui kesalahan itu. Lalu peran kepala sekolah kurang pengawasan. Ketiga guru BK, anak ini bukan sekali gak ngerjai tugas, harusnya BK masuk membimbing dan konsuling apa yang jadi beban anak, dan jadi kendala ngerjakan tugas sekolah, karena antar pakan pakai pundak dan becak ke tempat orang," pungkas James Panggabean.
Guru dan korban bertetangga
Kediaman Seli hanya berjarak sekitar 200 meter dari rumah korban. Mereka sama-sama tinggal di Dusun I Desa Negara Beringin Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang.
Rumah RSS dan SWH tampak sangat sederhana.
Rumah RSS berada di pinggir jalan besar sementara rumah SWH berada di gang-gang sempit.
Hanya bisa melintas sepeda motor ke rumahnya.
Tetangga mengungkap setelah kematian RSS ini warga desa pun menjadi gempar.
Baca juga: Viral Siswa SMP di Sumut Meninggal Usai Dihukum 100 Kali Squat Jump, Oknum Guru Mengaku Terpukul
"Ya gempar lah bang karena korban dan pelakunya kan sama-sama orang sini. Ya menurut kami memang nggak pantaslah 100 kali disuruh squat jump. Kita saja pun nggak sanggup apalagi anak-anak gitu. Dia guru agama bukan guru olahraga mengapa bisa seperti itu," ucap tetangga SWH.
Seli dikenal warga sebagai anak rumahan karena langsung ke rumah sehabis mengajar.
Polisi lakukan ekshumasi
Polresta Deliserdang, RS Bhayangkara TK II Medan menyelesaikan ekshumasi (bongkar makam) dan autopsi jenazah Rindu.
Ekshumasi dimulai sejak pukul 09.55 WIB dengan menggali ulang makam, mengeluarkan jenazah, lalu diautopsi.
Proses ini berlangsung kurang lebih hampir tiga jam atau selesai pada pukul 12.47 WIB.
Dokter Forensik Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan dr. Surjit Singh mengatakan, pihaknya tidak ada mengambil organ tubuh dari korban, melainkan cuma mengambil sejumlah jaringan dari jasadnya untuk dijadikan sampel di laboratorium.
Nantinya, jaringan dari jasad ini akan dibawa ke laboratorium patologi anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) guna diteliti.
"Organ tak ada yang kita bawa, cuma jaringan. Beda ya, jaringan lebih kecil dari organ.
Kita ambil jaringan cuma sedikit, ada beberapa jaringan untuk kita lakukan pemeriksaan patologi anatomi,"kata Dokter Forensik Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan dr. Surjit Singh, di Desa Negara Beringin, Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deliserdang, Selasa (1/10/2024).
dr Surjit menjelaskan, jaringan yang diambil dari jasad korban diantaranya dari paru, ginjal dan beberapa lainnya.
Nantinya, proses pemeriksaan di laboratorium patologi anatomi memakan waktu sekitar 3-4 Minggu.
Setelah itu, hasilnya akan diserahkan ke Polresta Deliserdang dan kemudian penyidik dan pihak RS Bhayangkara TK II Medan akan membuat kesimpulan penyebab pasti kematian korban.
"Mereka harus memproses jaringannya, kadang sampai sampai 3 minggu atau 4 minggu dan kalau tulang bisa lebih lama lagi. Intinya kalau selesai hasil patologi anatomi nya itu akan kami tuangkan ke dalam visum et repertum. Barulah kami buat kesimpulan."
Baca juga: Siswa di Deli Serdang Tewas setelah Dihukum Squat Jump 100 Kali, sang Guru Terpukul & Tak Menyangka
Diketahui, Polresta Deliserdang dan RS Bhayangkara TK II Medan melakukan ekshumasi atau bongkar kuburan Rindu Syahputra Sinaga, siswa SMP Negeri I STM Hilir, Kabupaten Deliserdang yang diduga tewas usai dihukum squat jump oleh gurunya sebanyak 100 kali.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui penyebab pasti kematian korban.
Diketahui, Rindu warga Dusun I, Desa Negara Beringin, Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deliserdang meninggal dunia tujuh hari setelah dihukum 100 kali squat jump oleh guru mata pelajaran agama Kristen bernama Seli Winda Hutapea.
Yuliana Padang, ibu korban mengungkap, hukuman itu diterima anaknya pada 19 September lalu lantaran tidak bisa menghafal mata pelajaran agama yang disuruh gurunya.
Sepulangnya dari sekolah, anaknya itu mengeluh kesakitan pada bagian kakinya akibat dihukum.
Kemudian keesokan harinya, Jumat 20 September anaknya itu demam tinggi dan mengeluh semakin tak enak badan.
Karena kondisinya tak kunjung pulih, pada Sabtu 21 September, korban terpaksa tidak masuk ke sekolah.
"Hari kamis dihukum guru dia mengeluh kakinya sakit. Hari jumat dia demam panas tinggi, baru hari sabtu dia gak sekolah lagi karena kesakitan," kata Yuliana menirukan ucapan anaknya, Jumat (27/9/2024).
Yuliana mengungkap, kondisi paha korban memar dan membengkak. Urat syaraf pada pahanya pun memerah, dan keras.
Karena korban tak kunjung sembuh, pada Selasa 24 September ibu korban datang ke sekolah dan meminta izin secara langsung supaya anaknya diizinkan libur karena sakit.
Keesokan harinya, Rabu 25 September kondisi korban semakin parah dan dibawa ke klinik lagi, namun tim medis sudah tidak mampu menangani korban, sehingga korban dirujuk ke RS Sembiring Delitua. Pada Kamis 26 September, pagi sekitar pukul 06:30 WIB, korban dinyatakan meninggal dunia.
Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul Pengakuan SWH Soal Siswanya yang Tewas Usai Dihukum Squat Jump 100 Kali, Syok hingga Diteror
Guru dan Murid yang Dihukum Squat Jump Ternyata Bertetangga, Warga Sebut SWH Tak Banyak Bergaul
dan
Hampir 3 Jam Autopsi, Dokter Forensik Bawa Sejumlah Jaringan dari Jasad Siswa SMP