TRIBUNNEWS.COM, KONSEL - Mediasi tidak berhasil, Supriyani, guru honorer SDN 4 Baito, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra) ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan kasus dugaan penganiayaan murid kelas 1 SD.
Supriyani (SU) diduga menganiaya murid berinisial, M. M adalah anak dari Aipda WH, anggota polisi yang betugas di Polsek Baito, Konsel. Kasus tersebut sebelumnya dilaporkan di Polsek Baito. Pelapor adalah ibunda korban atau istri Aipda W.
Dalam kasus tersebut sudah dilakukan beberapa kali dilakukan mediasi. Pihak pelapor disebut meminta uang damai Rp50 juta.
Baca juga: Sosok Oknum Guru SD di Konsel Sultra yang Ditahan Kasus Dugaan Aniaya Murid: 16 Tahun Jadi Honorer
Namun, permintaan uang damai tersebut ditepis pihak pelapor.
“Kalau terkait permintaan uang yang besarannya seperti itu pak (Rp50 juta) tidak pernah kami meminta, sekali lagi kami sampaikan kami tidak pernah meminta,” katanya, Senin (21/10/2024).
Ia menjelaskan dalam upaya mediasi yang dilakukan, tersangka pertama kali datang bersama kepala sekolah dan mengakui perbuatannya.
“Kami sampaikan bahwa beri kami waktu untuk untuk mendiskusikan ini beri istri saya waktu untuk berfikir,” jelasnya.
“Begitu pula saat mediasi kedua yang didampingi Kepala Desa Wonua Raya, jawaban masih sama,” ujarnya menambahkan.
Secara terpisah, Penasehat Hukum SU dari Lembaga Bantuan Hukum HAMI Konsel, Syamsuddin, membenarkan, pernah dilakukan pertemuan mediasi antara SU dan orangtua korban.
Dia menyebutkan kepala desa ikut menghadiri proses mediasi antara terlapor dan pelapor kasus ini.
“Tetapi saat itu pihak korban memintai uang Rp50 juta sebagai uang damai dalam kasus tersebut,” ujar Syamsuddin.
Proses Mediasi
Sebelumnya, Kapolres Konawe Selatan, AKBP Febry Sam, menyebut kasus guru SD aniaya murid tersebut sudah berkali-kali dilakukan.
Baca juga: Oknum Guru SMKN 56 Jakut Diduga Lakukan Pelecehan Seksual Belasan Siswi
Tetapi Supriyani tidak mengakui telah menganiaya korban.
“Beberapa kali telah dimediasi tetapi pelaku tidak mengakui hingga di BAP (Berita Acara Perkara) juga tidak diakui,” kata AKBP Febry, saat konferensi pers, Senin (21/10/2024).