TRIBUNNEWS.COM - Kepala Desa (Kades) Wonua Raya, Kecamatan Baito, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), bernama Rokiman menjadi saksi sidang kelima kasus guru Supriyani.
Dalam sidang yang digelar pada Senin (4/11/2024), Rokiman ditanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait isu uang Rp15 juta sebagai syarat penangguhan penahanan Supriyani.
Rokiman merupakan sosok yang terlibat dalam proses mediasi antara Supriyani dan orang tua korban karena keduanya tinggal di Desa Wonua Raya.
"Pernah tidak Saudara mendengar, terkait dengan penangguhan penahanan?"
"Sebagaimana yang beredar di media bahwa bahkan ada di status WhatsApp, beredar bahwa ada jaksa minta duit Rp 15 juta untuk menangguhkan penanganan? Ada nda?" tanya JPU.
Rokiman mengaku tak mengetahui adanya syarat tersebut termasuk nominal uang yang harus dibayar Supriyani.
"Minta maaf kalau itu saya tidak pernah melihat. Tidak pernah (dengar)," ungkap Rokiman.
JPU kemudian bertanya terkait kata 'permintaan' yang disampaikan Rokiman saat bertemu jaksa.
"Tadi di sini saudara, ada menjelaskan bahwa sudah bertemu kejaksaan dan membahas terkait permintaan. Permintaan apa itu yang dibahas? Permintaan uang kah, berkas kah," tanya JPU.
Rokiman yang merasa tak menerima uang dari Supriyani menyatakan dirinya hanya memastikan berkas perkara sudah diserahkan.
"Atas berkasnya sudah disampaikan ke jaksaan. Bukan (permintaan duit)," tandasnya.
Baca juga: Meski Melepuh, Dokter Forensik Kasus Vina Sebut Luka Korban di Kasus Supriyani akibat Benda Tumpul
Sebelumnya, Rokiman membongkar adanya permintaan uang Rp50 juta agar kasus Supriyani diselesaikan secara damai.
Permintaan tersebut keluar dari mulut Kanit Reskrim Polsek Baito.
Namun, Rokiman diminta membuat kesaksian palsu oleh Kapolsek Baito dan menyatakan uang Rp50 juta inisiatifnya.
Supriyani Diduga Diperas
Guru Supriyani menolak proses mediasi sehingga ditahan pada Rabu (16/10/2024).
Penahanan guru Supriyani ditangguhkan pada Selasa (22/10/2024).
Kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan, mengatakan Kapolsek Baito meminta uang Rp2 juta untuk penangguhan penahanan.
"Berapa? Rp2 juta. Siapa yang minta? Kapolsek. Siapa saksinya? Bu Supriyani dan Pak Desa."
"Sudah diambil uangnya di rumahnya Pak Desa. Berapa nilai uangnya? Rp2 juta. Uangnya Ibu Supriyani Rp1,5 juta, ditambah dengan uangnya Pak Desa Rp500 ribu," ungkapnya, Senin (28/10/2024).
Setelah kasus dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Konawe Selatan, Supriyani kembali disebut diperas oknum jaksa.
Baca juga: Susno Duadji Kritik Proses Penyelidikan Guru Supriyani: Keterangan Anak Bukan Alat Bukti
"Saat di kejaksaan ditelepon oleh orang dari perlindungan anak, katanya pihak kejaksaan meminta Rp15 juta supaya tidak ditahan," sambungnya.
Lantaran tak memiliki uang, Supriyani tak dapat memenuhi permintaan oknum jaksa.
Diketahui, gaji Supriyani sebagai guru honorer hanya Rp300 ribu per bulan.
"Nah ini dari awal kita lihat seorang guru honorer dimainkan oleh jahatnya oknum aparat penegak hukum kita," tegasnya.
Kapolsek Baito, Ipda Muhammad Idris, enggan menanggapi pernyataan dari kuasa hukum Supriyani terkait uang Rp2 juta untuk penangguhan penahanan.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Konawe Selatan, Ujang Sutisna, membantah adanya oknum jaksa yang meminta uang ke Supriyani.
"Sudah kita telusuri tidak ada itu," bebernya.
Sebagian artikel telah tayang di TribunnewsSultra.com dengan judul JPU Tanya soal Isu Oknum Jaksa Minta Uang Rp 15 Juta Kasus Guru Supriyani, Kades Wonua Raya Tak Tahu
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunnewsSultra.com/Sugi Hartono)