Andri meragukan bila luka sejajar tersebut disebabkan dipukul menggunakan sapu.
Alasannya, berdasarkan keterangan saksi anak, mereka tidak pernah mendengar korban menjerit atau kesakitan ketika peristiwa terjadi.
Baca juga: Guru Supriyani Hadirkan Dokter Forensik Sebagai Saksi Ahli, Sebut Luka Korban Bukan Karena Sapu
“Padahal jika melihat dari penampakan lukanya, korban akan mengalami jeritan atau paling tidak akan berteriak. Bunyi sapu juga tidak terdengar sama sekali,” kata Andri.
Andri menyampaikan berdasarkan keterangan saksi anak, Supriyani memukul dari atas dengan gagang sapu.
Jika dari atas, maka gagang sapunya akan miring, dan saat terkena bagian tubuh, maka bekas lukanya akan terlihat miring, bukan sejajar.
Sehingga, bukti luka yang ada, tidak sesuai dengan penjelasan para saksi anak.
Baca juga: Wali Kelas Diperiksa Propam, Tegaskan Supriyani Tak Bersalah, Anak Aipda WH Mengaku Jatuh di Sawah
Kemudian, terungkap fakta bahwa korban dipukul dalam posisi berdiri, yang di depannya ada meja, dan di belakangnya ada kursi.
Kursi tersebut setinggi bahu korban jika sedang duduk, sehingga jika korban berdiri, maka kursi itu akan menutupi paha korban.
“Kalau kita lihat bekas luka, itu lukanya sejajar di paha, makanya itu yang aneh kalau kita lihat. Bagaimana caranya dia dipukul sejajar di paha, padahal di belakang ada penghalang sandaran kursi,” jelas Andri.
Andri pun mempertanyakan apakah hasil visum itu benar-benar dikeluarkan dokter.
Hal itu karena berdasarkan fakta persidangan sebelumnya, surat pengantar visum untuk penyidik ternyata dibawa sendiri oleh orang tua korban, yakni Aipda WH dan NF.
"Waktu visum tidak ada penyidik yang mengantar malahan dibawa sendiri orang tua korban," katanya.
Dia meyakini pada proses ini penyidik Polsek Baito melakukan kesalahan prosedur dalam penyidikan kasus Supriyani.
Dia mengatakan ranah surat pengantar visum masih menjadi wilayah penyidik, bukan orang tua korban.