Penghasilannya mereka awalnya tak menentu, selalu kesulitan ekonomi saat musim kemarau karena tanah di desanya adalah tanah tadah hujan, sulit untuk bercocok tanam.
Saat tak ada pendapatan, warga bertahan hidup makan hasil kebun seperti singkong untuk dijadikan nasi dan daun pepaya sebagai sayurnya.
Beberapa juga terlilit piutang dengan rentenir karena terjebak dalam situasi gali lubang tutup lubang.
Marni menjadi salah satu dari sekian para perempuan kuat Dusun Jeruklegi untuk menopang perekonomian keluarga.
Kebutuhan makan, kebutuhan sekolah, hingga untuk uang saku anak pada akhirnya bisa ia penuhi semenjak bekerja dengan UD. Mount Vera Sejati.
“Seneng sekali Alhamdulilah sekarang semua kebutuhan terpenuhi tanpa mengandalkan suami, dulu kalau kemarau ga ada penghasilan, kadang nengok orang sakit ambil utang juga,” ucapnya.
Sementara tak jauh dari tempat Marni mengupas pelepah lidah buaya, ada sosok Umar Abdul Azis yang tengah sibuk melakukan pengemasan.
Sebagai karyawan UD. Mount Vera Sejati, Azis bertanggung jawab perihal packing produk lidah buaya.
Seperti Marni, UD. Mount Vera Sejati mengubah hidupnya sejak SMA.
Mahasiswa semester 7 Manajemen Pemasaran Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini mengaku terbantu ekonominya.
“Sangat bersyukur sekali, kebutuhan saya terbantu sejak SMA hingga bisa kuliah tanpa merepotkan orangtua satu rupiah pun. Sebagai petani mitra dan karyawan Mount Vera Sejati saya bersyukur,” ungkapnya kepada Tribunnews.
Pria kelahiran 2003 ini juga merupakan anggota karang taruna dusun setempat.
Karang taruna ternyata dilibatkan UD. Mount Vera Sejati sebagai pendukung wisata edukasi lidah buaya bernama Aloe Land.
Setiap ada kunjungan, biasanya sebulan dua kali, karang taruna diminta untuk menjadi petugas.