Persoalannya, kata Susno, pengurusan izinnya hampir tidak mungkin dilakukan rakyat.
"Kenapa? Tingkat pengetahuan rakyat itu kan sangat tidak memadailah untuk mengadopsi peraturan perundang-perundangan. Untuk memenuhi persyaratannya. Contohnya, harus membuat peta, koordinati, kajian Amdal dan lain-lain. Ya mana mungkin mereka bisa," katanya.
Baca juga: Eks Jenderal Polwan di Balik Pemecatan AKP Dadang Usai 4 Hari Tembak Kompol Anumerta Ryanto
Pengurusan perizinannya pun rumit karena berjenjang mulai dari pemerintah daerah, provinsi sampai pusat.
"Jadi karena tidak mungkin izin itu diurus oleh rakyat, maka terjadilah tambang liar. Tambang liar itu ada yang melindungi. Bukan Polri saja, hampir semua beberapa instansi menikmati. Kalau mau tidak ada tambang liar, peraturan perundang-undangannya diperbaiki dan dipermudah untuk rakyat," pungkasnya.
Kasus tambang ilegal di Solok Selatan Memalukan
Susno Duadji menilai kasus polisi tembak polisi di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, sangat memalukan.
Ia menyebut pelaku penembakan, AKP Dadang Iskandar ialah polisi hitam.
Selain itu, Susno mengatakan kasus ini merupakan salah satu potret dari gambaran tambang ilegal yang mencuat ke publik.
Tambang ilegal, katanya, tumbuh subur di Indonesia.
"Kejadian di Solok Selatan ini adalah suatu tragedi ya, sangat memilukan, sangat menyedihkan juga kita prihatin dan sekaligus sangat memalukan," katanya seperti dikutip dari Youtube Channel-nya yang tayang pada Selasa (26/11/2024).
Baca juga: Penampakan Pistol yang Digunakan AKP Dadang Iskandar Tembak AKP Ryanto Ulil dan Rumah Dinas Kapolres
Bagaimana tidak memalukan? Kasus itu terjadi di internal polisi.
Latar belakangnya di balik pembunuhan itu pun sangat ironis.
Polisi yang semestinya menindak aktivitas tambang ilegal, justru malah ikut 'bermain'.
"Korban dan pelaku sama-sama merupakan perwira, AKP. Satunya Kasatserse, satunya Kabag Ops. Ini memalukan. Apa lagi latar belakang kejadian itu karena persoalan tambang ilegal," ujarnya.