TRIBUNNEWS.COM - Update kabar terbaru kasus polisi tembak polisi yang dilakukan AKP Dadang Iskandar menewaskan AKP Ryanto Ulil Anshar telah sampai kepada babak baru.
Terkini, status tambang galian C yang disinyalir menjadi penyebab tindak kriminal AKP Dadang menembak AKP Ulil itu terkuak.
Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumatra Barat, Herry Martinus berbicara tentang izin dari tambang yang ada di Kabupaten Solok Selatan itu.
Sebelumnya, ada tiga tambang galian C yang tengah mengajukan izin ke pemerintah provinsi.
Sejauh ini hanya satu tambang yang telah mengantongi izin operasi produksi.
Sementara dua lainnya masih dalam tahap mengantongi izin eksplorasi.
Herry Martinus menegaskan, tambang galian C yang disebut menjadi pemicu kasus polisi tembak polisi merupakan tambang ilegal.
"Baru satu yang sampai pada (izin) operasi produksi. (tambang pemicu polisi tembak polisi) belum ada izinnya," jelasnya, dikutip dari Kompas TV.
Adapun hingga saat ini tersangka yang sudah dipecat dari anggota Polri akan melanjutkan proses tindak pidana berikutnya.
Tersangka sudah bukan lagi anggota kepolisian setelah melaksanakan sidang etik profesi Polri yang berlangsung Selasa (26/11/2024), dan dijatuhi sanksi berat berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
"Terkait dengan update perkembangan penanganan tersangka inisial DI, setelah dilakukan sidang KKEP yang hukumannya PTDH," kata Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Dwi Sulistyawan.
Baca juga: Polisi di Bogor Bunuh Ibu Kandung Pakai Tabung Gas, Korban Sempat Cerita ke Ketua RT Anaknya Pulang
Kata Susno Duadji
Eks Kabareskrim Polri, Komjen Purn Susno Duadji secara blak-blakan mengungkap kondisi aktivitas pertambangan liar di Indonesia.
Ini berkaca pada kasus polisi tembak polisi yang diduga karena perkara tambang ilegal di Solok Selatan, Sumatera Barat.
Menurutnya, penindakan terhadap aktivitas tambang ilegal di Indonesia tak pernah tegas.
Aparat penegak hukum tak menyelesaikan kasus itu sampai ke akarnya.
Bahkan, kata Susno, berbagai instansi diduga turut 'bermain' di sana.
"Ya penindakannya hanya hangat-hangat tahi ayam," ujar Susno seperti dikutip dari Youtube Channel-nya yang tayang pada Selasa (26/11/2024).
Susno melanjutkan tambang ilegal seakan dipelihara karena menghasilkan cuan.
"Ada setorannya, kalau tidak menghasilkan jelas ditangkap. Kenapa? Semua bisa lihat, semua menikmati tapi negara tidak menikmati. Nah, tinggal sekarang serius enggak memberantasnya?" katanya.
Jika aparat penegak hukum serius, Susno mengatakan pembersihan instansi yang terlibat harus dilakukan mulai dari tingkat atas.
"Karena itu berjenjang (yang terlibat). Nah, sekarang semua instansi lah, bukan hanya polisi saja yang menikmati hasil dari tambang liar ini," katanya.
Susno juga menyoroti adanya peraturan perundang-undangan mengenai pertambangan.
Menurutnya, undang-undang itu justru seolah-olah memaksa masyarakat untuk menambang liar.
"Mengapa dipaksa? Karena mengurus izin tambang untuk tambang rakyat susah sekali. Tambang ini (padahal) berada di tengah-tengah rakyat. Rakyat hanya jadi penonton untuk tambang-tambang yang dikelola untuk perusahaan besar. Padahal itu di tanah mereka," ujarnya.
Susno melanjutkan sebenarnya peraturan perundang-undangan memungkinkan rakyat melakukan aktivitas tambang dalam skala kecil.
Persoalannya, kata Susno, pengurusan izinnya hampir tidak mungkin dilakukan rakyat.
"Kenapa? Tingkat pengetahuan rakyat itu kan sangat tidak memadailah untuk mengadopsi peraturan perundang-perundangan. Untuk memenuhi persyaratannya. Contohnya, harus membuat peta, koordinati, kajian Amdal dan lain-lain. Ya mana mungkin mereka bisa," katanya.
Pengurusan perizinannya pun rumit karena berjenjang mulai dari pemerintah daerah, provinsi sampai pusat.
"Jadi karena tidak mungkin izin itu diurus oleh rakyat, maka terjadilah tambang liar. Tambang liar itu ada yang melindungi. Bukan Polri saja, hampir semua beberapa instansi menikmati. Kalau mau tidak ada tambang liar, peraturan perundang-undangannya diperbaiki dan dipermudah untuk rakyat," ujarnya.
Susno Duadji menilai kasus polisi tembak polisi di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, sangat memalukan.
Ia menyebut pelaku penembakan, AKP Dadang Iskandar ialah polisi hitam.
Selain itu, Susno mengatakan kasus ini merupakan salah satu potret dari gambaran tambang ilegal yang mencuat ke publik.
Tambang ilegal, katanya, tumbuh subur di Indonesia.
"Kejadian di Solok Selatan ini adalah suatu tragedi ya, sangat memilukan, sangat menyedihkan juga kita prihatin dan sekaligus sangat memalukan," katanya seperti dikutip dari Youtube Channel-nya yang tayang pada Selasa (26/11/2024).
Bagaimana tidak memalukan? Kasus itu terjadi di internal polisi.
Latar belakangnya di balik pembunuhan itu pun sangat ironis.
Polisi yang semestinya menindak aktivitas tambang ilegal, justru malah ikut 'bermain'.
"Korban dan pelaku sama-sama merupakan perwira, AKP. Satunya Kasatserse, satunya Kabag Ops. Ini memalukan. Apa lagi latar belakang kejadian itu karena persoalan tambang ilegal," ujarnya.
Susno pun menyebut AKP Dadang merupakan polisi hitam yang justru terjerumus ke dalam jurang kejahatan.
"si Beking (Dadang) ini tidak setuju entah perselisihan entah apa, mungkin mengganggu rezeki gelapnya, karena dia adalah beking daripada tambang liar terjadi lah penembakan sampai mati itu," tambahnya.
Sikap Kapolda
Imbas kasus polisi tembak polisi, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Sumatra Barat (Sumbar), Senin (25/11/2024).
Sesuai arahan dari Presiden Prabowo Subianto, Komisi III DPR menyampaikan supaya jajaran Polda Sumbar bisa menumpas hal-hal yang berkaitan dengan tambang ilegal.
Kapolda Sumbar, Irjen Pol. Suharyono, menyatakan pihaknya bersiap melaksanakan tugas tersebut.
"Tentunya kita belum akan membuka sekarang, kalau namanya operasi dibuka berarti bocor," ujar Suharyono, dilansir TribunPadang.com, Senin.
"Apakah besok atau lusa, atau hari ini itu nanti. Seperti yang disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI," imbuhnya.
Terkait operasi menumpas tambang ilegal, Suharyono menyatakan akan disampaikan seperti apa hasilnya nanti.
Ia juga menekankan operasi tersebut akan dilaksanakan dengan cara yang santun, bukan menggebu-gebu.
"Jangan sampai menyelesaikan masalah, kemudian muncul permasalahan baru. Kami tetap akan menjaga kondisi agar tidak panas, ingin menjaga situasi kondisi wilayah Sumatra Barat tetap kondusif," ujarnya.
Meski melakukan penegakan hukum, sambung Suharyono, tetapi stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat (Harkamtibmas) harus terjaga.
Ia menyebut pihaknya memiliki tugas pokok fungsi pelayanan, melayani masyarakat dengan optimal, profesional, membimbing, dan mengayomi.
"Tetapi kalau urusan hukum, itu satu trik polisi harus ada di atas tersangka. Kalau dalam bermitra, polisi satu level dengan masyarakat."
Baca juga: Ahmad Sahroni Temui AKP Dadang di Polda Sumbar, Tindak Lanjuti Kasus Penembakan AKP Ulil
"Kalau saat melayani, polisi berada satu tim di bawah yang dilayani," tutur Suharyono.
Dalam melakukan penegakan hukum, jelasnya, ada langkah-langkah yang akan disampaikan kepada internal.
Hal itu untuk menjaga kondusivitas wilayah Sumbar jelang Pilkada serentak pada 27 November 2024 mendatang.
Menurutnya, penegakan hukum mengenai penindakan segala bentuk yang terkait dengan tambang ilegal akan dimatangkan perencanaannya.
Lalu ketika sudah ada hasilnya, laporannya akan disampaikan.
Permintaan Prabowo
Ahmad Sahroni mengatakan, Presiden Prabowo meminta supaya Suharyono menindak tegas tambang ilegal yang ada di Sumbar.
Sebagaimana diketahui, kasus polisi tembak polisi terkait dengan tambang ilegal.
Kabag Ops Polres Solok Selatan, Dadang Iskandar yang menembak mati Kasatreskrim Polres Solok Selatan, AKP Ulil Ryanto Anshar, diduga tidak senang dengan pengungkapan kasus tambang galian C ilegal yang dilakukan oleh rekannya.
"Semua illegal mining (tambang ilegal) yang ada di Sumatra Barat, siapa pun dan apa pun yang ada di lapangan, segera tindak lanjuti, karena ini adalah perintah dari Bapak Presiden langsung," kata Ahmad Sahroni usai rapat dengan Kapolda, Senin.
Ia berharap penindakan yang akan dilakukan Polda Sumbar dilakukan dengan lugas tanpa pandang bulu.
Sahroni juga meminta semua yang berhubungan dengan tambang ilegal bisa ditindak secepatnya.
Sementara itu, terkait kasus polisi tembak polisi di Solok Selatan, dirinya meminta supaya Polda Sumbar mengusut tuntas.
"Semua terkait apa yang terjadi di Solok Selatan diperiksa, agar terang benderang semuanya yang terjadi," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, peristiwa penembakan ini terjadi di parkiran Mapolres Solok Selatan pada Jumat, 22 November 2024.
Kini AKP Dadang Iskandar telah ditetapkan sebagai tersangka dan terancam hukuman mati.
Dirreskrimum Polda Sumatera Barat (Sumbar), Kombes Pol. Andry Kurniawan mengatakan, penyidik menjerat AKP Dadang dengan pasal berlapis.
Ia disangkakan dengan pasal pembunuhan berencana, yaitu Pasal 340 KUHP, subsider Pasal 338 KUHP (pembunuhan), dan subsider Pasal 351 ayat (3) tentang penganiayaan berat.
"Pemeriksaan tetap masih berlanjut, pendalaman dan meminta keterangan ahli lainnya," kata Andry saat konferensi pers di Mapolda Sumbar, Sabtu (23/11/2024) siang.
Andry menyebut, motif pelaku menghabisi korban karena rasa tak senang dengan penegakan hukum yang dilakukan rekannya.
"Ketika yang bersangkutan (AKP Dadang) mencoba meminta tolong kemudian tidak ada respons, selanjutnya yang bersangkutan melakukan penembakan."
"Jadi sementara keterangan tersangka kami dapatkan. Tentu kami penyidik mendalami. Iya (beking), ini akan kami dalami kembali terkait perannya dalam tambang ini," imbuhnya.
Lebih lanjut, pihak kepolisian masih mendalami siapa sosok pemilik tambang galian C yang diduga dibekingi AKP Dadang.
Sejauh ini, sosok yang baru ditangkap adalah sopir truk di tambang galian C tersebut.
Sebagaimana diberitakan, bahwa tersangka merupakan personel kepolisian aktif yang menjabat sebagai Kabag Ops Polres Solok Selatan.
Sebelumnya, tindakan AKP Dadang Iskandar telah menyebabkan korbannya Kasat Reskrim Polres Solok Selatan Kompol Anumerta Ryanto Ulil Anshar sampai meninggal dunia.
Peristiwa penembakan ini terjadi di parkiran Polres Solok Selatan, Jorong Bukit Malintang Barat, Nagari Lubuk Gadang, Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan, Sumbar, pada Jumat (22/11/2024) dini hari pekan lalu.
Setelah dilakukannya pemecatan di Mabes Polri tersebut, tersangka langsung dibawa ke Polda Sumbar untuk dilanjutkan proses penyidikannya.
Terkait dengan proses penindakan di Propam sudah selesai, dan akan dilanjutkan proses hukum pidana di Kriminal Umum.
"Untuk tersangka saat ini sudah kembali ditahan di Polda Sumbar. Untuk berapa orang saksi yang telah diperiksa, akan dikonfirmasi dulu dengan Dirkrimum Polda Sumbar," sebutnya.
Kombes Pol Dwi Sulistyawan mengatakan untuk proses pemecatan terhadap inisial DI sudah sesuai dengan komitmen Kapolda Sumbar, bahwa dalam waktu tujuh hari sudah harus bisa diproses pemecatannya.
"Ini malah belum tujuh hari, sudah diproses. Selanjutnya, proses tindak pidana umum yang akan dilakukan oleh Ditreskrimum Polda Sumbar," katanya.
Inisial DI terancam Pasal 340 KUHP subsider pasal 338 subsider KUHP Subsider Pasal 351 Ayat 3 KUHP dengan ancaman hukuman mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 tahun.
(Tribunnews.com/Chrysnha)(TribunJakarta.com)(TribunPadang.com/Rezi Azwar)