TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Begini sederet respons sejumlah pihak menanggapi kasus penjualan 66 bayi yang dilakukan dua bidan di Yogyakarta berinisial JE (44) dan DM (77).
Mereka telah menjalani bisnis haram ini sejak tahun 2010 lalu atau sudah berjalan 14 tahun hingga akhirnya ditangkap polisi.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Choiri Fauzi menegaskan komitmennya untuk memantau kasus yang menggegerkan publik itu.
"Kalau ada kasus-kasus seperti itu, sudah dilakukan pemantauan oleh UPTD PPA. UPTD PPA di tingkat kabupaten (kota). Nah, nanti kami memantau sudah sejauh mana," kata Arifah di sela kunjungannya ke Kampung Purbayan, Kotagede, Kota Yogya, Jumat (13/12/2024).
Arifah mengatakan, bahwa pihaknya masih melakukan identifikasi dan pendalaman terkait kronologi kasus penjualan bayi tersebut.
Nantinya, jika dibutuhkan pendampingan dan sebagainya, Kementerian PPPA pun menyatakan kesiapannya untuk turun tangan.
"Saat ini kami sedang mengidentifikasi, kenapa, kronologisnya seperti apa. Kemudian nanti kita akan melakukan pendampingan lebih lanjut," ujarnya.
Sementara itu, kalangan legislatif mendesak Pemkot Yogyakarta melakukan penyisiran izin praktik klinik bersalin yang berdiri di wilayahnya.
Anggota Komisi D DPRD Kota Yogya, Nurcahyo Nugroho, menandaskan bahwa kasus yang baru saja terkuak ini sangat memprihatinkan.
"Prihatinnya itu kenapa baru sekarang terendus, karena itu sebuah praktik yang secara hukum agama jelas salah dan secara hukum positif juga sebuah kesalahan," ujarnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga mendesak Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogya supaya mengecek kembali perizinan klinik bersalin dan sejenisnya.
Menurutnya, fenomena ini harus segera disikapi, supaya kejadian-kejadian serupa bisa diantisipasi dan tidak terulang lagi di masa mendatang.
"Kita minta Dinas Kesehatan untuk mengecek perizinan. Harus diinspeksi dan dikuatkan sosialisasi, bahwa hak anak ada di orangtuanya. Jangan sampai berpindah dengan cara yang ilegal," katanya.
Nurcahyo menyebut, praktik semacam ini bisa jadi cukup marak di tengah masyarakat, meski dengan modus yang jauh berbeda dengan kasus TPPO di Tegalrejo.
Apalagi, belum lama ini pihaknya menerima beberapa informasi, misalnya ada kelahiran yang tercatat, tapi orangtuanya tidak menginginkan bayi tersebut.
"Kemudian orangtuanya langsung mengaktakan atas nama orang yang mengepek, istilahnya, bukan adopsi, tapi langsung dipek (diambil)," tandasnya.
"Secara warisnya langsung diputus dan diberikan ke orang lain. Praktik seperti itu ada dan terjadi di tengah masyarakat," kata Nurcahyo.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DIY, Kombespol FX Endriadi, menjelaskan, para tersangka telah melakukan penjualan bayi dengan harga bervariasi.
"Harga bayi tergantung jenis kelamin. Terakhir, bayi perempuan dijual seharga Rp 55 juta, sedangkan bayi laki-laki antara Rp 60 juta hingga Rp 65 juta," kata Endriardi.
Data yang diperoleh dari buku catatan transaksi milik tersangka menunjukkan bahwa dari 66 bayi yang diperdagangkan, 28 di antaranya adalah bayi laki-laki, 36 bayi perempuan, dan 2 bayi tanpa keterangan jenis kelamin.
Modus Operandi
Para tersangka beroperasi dengan modus berpura-pura ingin mengadopsi bayi dari pasangan yang tidak menginginkan anak.
Proses adopsi yang mereka lakukan tidak sah secara prosedural dan tanpa dilengkapi dokumen administrasi yang sesuai.
Kebanyakan pasangan yang menyerahkan bayi mereka adalah pasangan di luar nikah.
Kasus ini terungkap setelah adanya laporan dugaan TPPO di sebuah rumah bersalin di daerah Tegalrejo, Yogyakarta.
Kombes Nugroho Arianto, Kabid Humas Polda DIY, menambahkan bahwa DM adalah pemilik rumah bersalin tersebut, sedangkan JE adalah pegawai di sana.
Mereka meminta sejumlah uang kepada pasangan yang ingin mengadopsi bayi dengan alasan biaya persalinan.
Atas perbuatannya, kedua tersangka disangkakan Pasal 83 dan Pasal 76F tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp 300 juta.
Baca juga: 2 Bidan di DIY Jadi Tersangka Kasus Penjualan 66 Bayi, Pelaku Pernah jadi Ketua RW
Saat ini, penyidik masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap kasus ini, termasuk menelusuri transaksi-transaksi sebelumnya yang dilakukan oleh sindikat ini. (*)