TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Golkar, Soedeson Tandra, menyayangkan keputusan Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Polda Sumbar) yang menghentikan penyelidikan kasus kematian Afif Maulana, seorang siswa SMP yang ditemukan tewas di bawah Jembatan Batang Kuranji, Kota Padang, pada 6 Juni 2024.
Tandra meminta agar kepolisian membuka kasus ini secara transparan guna menghindari kecurigaan masyarakat.
"Kami menyayangkan ya karena itu nyawa dari Afif Maulana itu hilang. Dan ada keberatan-keberatan ya kan walaupun itu Polda sendiri sudah mengatakan bahwa dia itu jatuh. Tetapi kan itu menimbulkan kecurigaan di masyarakat," kata Tandra saat dihubungi pada Senin (6/1/2025).
Dia menyebut, kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian harus terus dijaga. Oleh karena itu, Tandra mengimbau agar kasus ini dibuka secara transparan.
"Kami mengimbau supaya kalau bisa ini dibuka secara transparan kepada masyarakat, sehingga ini tidak menimbulkan syak wasangka lah, distrust kepada kepolisian ini yang sudah dibangun kembali ini, jangan sampai timbul distrust baru dari masyarakat," tegasnya.
Terpisah, Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai NasDem, Rudianto Lallo, meminta Polda Sumatra Barat, untuk tidak terburu-buru menghentikan penyelidikan kasus kematian Afif Maulana.
Baca juga: Anggota Komisi III DPR Minta Polda Sumbar Tak Terburu-buru Setop Penyelidikan Kematian Afif Maulana
Rudi menegaskan, penyelidikan harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, khususnya dengan melibatkan keluarga korban dalam setiap tahapan.
"Saya kira dalam proses penyelidikan di kasus ini harusnya dari awal dilakukan secara transparan, akuntabel, khususnya memberitahukan kepada kepada keluarga korban dan tidak terburu-buru dilakukan penghentian," kata Rudi saat dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (4/1/2025).
Menurutnya, setiap insiden seperti ini pasti memiliki pelaku. Rudi berharap Polda Sumbar tetap berupaya menemukan tersangka dan memperkuat alat bukti.
"Harus dicari pelakunya siapa gitu kan. Kalau alasan polisi kan persisnya terkena anu ya benda keras ya. Berarti kan harus dibuktikan betul kah itu benda keras yang menjadi penyebabnya gitu kan. Benda keras seperti apa, jangan-jangan ada yang memakai untuk menggunakan benda keras," ujar Rudi.
Rudi menjelaskan, keluarga korban memiliki hak untuk mengetahui perkembangan penyelidikan.
Dia menilai, penghentian kasus tanpa komunikasi yang jelas dengan keluarga korban dapat menimbulkan kecurigaan.
"Ini kan keluarga korban tidak menerima karena merasa ada kejanggalan meninggalnya dia punya anak gitu kan," ucap Rudi.
Lagipula, kata Rudi, Afif Maulana ditemukan tewas pada Juni 2024 lalu. Karenanya, Polda Sumatera Barat tak bisa terburu-buru untuk menghentikan penyelidikannya.
"Kan berarti baru 6 bulan, makanya tergesa-gesa terburu-buru melakukan penghentian, itu maksud saya. Harusnya kan panggil saksi-saksi, CCTV, dan sebagainya kan. Periksa kembali betul kah ini tidak ada pelakunya atau kah ini benturan," tegasnya.
Dia meminta agar penyelidikan kasus kematian Afif Maulana harus dilakukan secara transparan dan akuntabel.
"Kalau baru 6 bulan langsung dihentikan terburu-buru ya wajar saja kalau mendapat reaksi keras dari keluarga korban yang mencari keadilan, mencari siapa pelaku pembunuhan anaknya kan yang mengakibatkan anaknya meninggal," ucap Rudi.
Penghentian penyelidikan kasus kematian Afif Maulana disampaikan Kapolda Sumbar, Irjen Suharyono di Mapolda Sumbar, Selasa (31/12/2024).
"Kami akan menghentikan kasus ini dengan menerbitkan SP2 Lidik," kata Suharyono.
Suharyono beralasan, penyelidikan kasus kematian Afif Maulana dihentikan agar tidak menggantung.
Menurutnya, Afif Maulana meninggal disebabkan oleh benda keras, bukan penganiayaan berdasarkan keterangan dokter forensik.
Karenanya, penyidik Direktorat Kriminal Umum Polda Sumbar memutuskan menghentikan kasus tersebut.
"Kita sudah mengetahui bersama bahwa keputusan ketua tim dan anggotanya yang terdiri dari 15 dokter forensik menyatakan bahwa penyebab kematian Afif Maulana bukan karena penganiayaan, melainkan akibat benturan benda keras," ucap Suharyono.
Tewas Usai Terjatuh
Ketua tim Autopsi Ulang Jenazah Afif Maulana, Dr. dr. Ade Firmansyah Sugiharto mengatakan, penyebab korban tewas adalah jatuh dari ketinggian.
"Berdasarkan analis-analis ini, maka kami simpulkan memang kesesuaian kejadian pada terjadinya kematian Almarhum Afif Maulana ini adalah kesesuaian dengan mekanisme jatuh dari ketinggian, karena itu telah akan memberikan energi yang tinggi dan memberikan impact yang besar bagi tubuh," kata Ade Firmansyah Sugiharto saat jumpa pers di Polres Padang, Rabu (25/9/2024).
Hasil autopsi ulang tersebut pun disorot Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang karena dirasa ada kejanggalan.
Direktur LBH Padang, Indira Suryani menilai, masih banyak pertanyaan yang belum terjawab terkait kondisi korban.
Mengutip TribunPadang.com, hasil ekshumasi yang disampaikan tersebut belum merinci seperti apa yang ia harapkan.
"Karena memang di awal ada 19 sampel dan kami ingin tahu detail-detailnya,"
"Karena memang kita tidak akan mungkin bisa menutup dari misalnya, hasil keterangan saksi dan foto-foto yang kami temukan sebelumnya," kata Indira Suryani, Kamis (26/9/2024).
Salah satu yang disoroti adalah tak adanya darah saat korban jatuh.
"Air itu tidak berdarah, sedangkan dalam beberapa kasus jatuh dari ketinggian, muncratan darahnya sangat banyak, dan itu akan kami dalami untuk beberapa hal," ujarnya.
LBH Padang pun saat ini sedang memintakan hasil ekshumasi.
Selain itu, pihaknya juga menemukan adanya perbedaan hasil forensik pertama dan forensik kedua.
Baca juga: Ayah Afif Maulana Kecewa dengan Hasil Ekshumasi Jenazah Anaknya, Minta Penjelasan Detail PDFMI
"Itu harus dipertanggungjawabkan secara etik oleh Kedokteran Forensik, karena itu jauh berbeda," ujarnya.