Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ria Anatasia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program bayi tabung merupakan teknologi reproduksi di mana proses pembuahan sel telur oleh sel sperma terjadi di luar tubuh sang wanita.
Program ini menjadi alternatif bagi pasangan suami istri untuk memperoleh keturunan.
Meski begitu, kehadiran teknologi ini masih diwarnai sejumlah stigma atau pandangan negatif yang beredar di masyarakat.
Dr Ivan Sini SpOG , pakar bayi tabung sekaligus CEO klinik bayi tabung Morula IVF Indonesia, menyebutkan lima stigma seputar program bayi tabung.
1. Bayi Tabung Menjadi Pilihan Terakhir bagi Pasutri yang Ingin Punya Momongan
Ivan mengatakan, masih banyak masyarakat yang menganggap program bayi tabung merupakan opsi terakhir dalam upaya memiliki keturunan.
Akibatnya, banyak pasangan yang lebih memilih pengobatan alternatif untuk memperbaiki kondisi kesuburan.
"Mereka keliling sana-sini untuk mencari solusi lain. Hal ini bisa memakan waktu bertahun-tahun, namun tidak membuahkan hasil. Padahal faktanya, apabila pasangan tersebut apabila langsung ditangani dengan bayi tabung, maka peluang mereka mendapatkan keturunan lebih cepat" ujarnya di acara Fertility Science Week di Central Park, beberapa waktu lalu.
2. Proses Bayi Tabung Sulit dan Lama
Stigma lainnya adalah prosedur untuk menjalani program bayi tabung sulit dan membutuhkan waktu yang lama.
Faktanya, program bayi tabung hanya membutuhkan waktu dua minggu beserta satu siklus datang bulan saja.
"Dulu mikirnya lama, perlu operasi segala macam. Nyatanya hanya dua minggu. Dengan demikian pasutri tidak perlu melakukan cuti atau berhenti bekerja dalam menjalani program bayi tabung ini dan prosesnya sendiri tidak sulit," ujarnya.
3. Angka Keberhasilan Program Bayi Tabung Rendah