"Rencana impor garam berdasarkan neraca garam tahun 2020 mencapai 2,9 juta ton. Pada saat ini garam konsumsi sekitar 2 juta ton per tahun sudah dapat dipenuhi dengan produksi dalam negeri, tetapi garam industri masih 100 persen impor," ujar Hammam.
Ia menilai perlu dibangunnya pabrik garam industri dengan kapasitas yang sama dengan yang ada di Gresik.
Hal ini tentunya untuk memenuhi kebutuhan garam aneka pangan yang saat ini masih diimpor.
Pabrik-pabrik itu menurutnya bisa dibangun di sejumlah wilayah, sesuai rencana pembangunan industri garam nasional, mulai dari Aceh, Jawa, Madura, Sulawesi, hingga Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Garam Ahmad Didi Ardianto mengatakan pihaknya berkomitmen untuk mendukung penuh upaya riset flagship nasional bersama BPPT agar garam bisa berdaulat di Indonesia.
"Proses ini akan berjalan cukup panjang dan kita harus tetap semangat untuk mewujudkannya. Kami PT Garam siap mendukung program ini dan berharap dapat berkontribusi dalam pembangunan bangsa dan negara, dalam hal ini dengan BPPT," kata Didi.
BPPT saat ini tengah menyiapkan konsep produksi garam tanpa lahan penggaraman atau melalui pemanfaatan rejected brine PLTU, hal ini dilakukan untuk meningkatkan produksi garam lokal.
Diharapkan dengan berdirinya pabrik garam PLTU tersebut maka dapat memproduksi garam industri atau memotong proses dengan menghasilkan brine atau larutan garam industri yang dapat langsung digunakan oleh industri Chlor Alkali Plant (CAP).
Perlu diketahui, program swasembada garam nasional ini tidak hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan garam konsumsi dan garam industri saja, namun juga meningkatkan daya saing produksi garam rakyat menuju kemandirian.
Selain itu juga untuk melepaskan ketergantungan terhadap garam impor serta mewujudkan kelembagaan yang dapat memperjuangkan petambak garam.
Lembaga kaji terap ini pun mengaku siap mendukung peningkatan produktivitas dan kualitas garam rakyat melalui teknologinya.