Kemudian, tercetuslah penelitian ini untuk mengetahui korelasi antara kerusakan endotel kornea pada glaukoma primer sudut tertutup, khususnya kategori kronik,” papar Dr. Iwan Soebijantoro SpM(K).
Baca juga: Apa Itu Penyakit Glaukoma yang Diidap oleh Adi Kurdi, Pemeran Abah Keluarga Cemara yang Meninggal
Penelitian yang digagasnya tersebut tertuang dalam disertasi “Hubungan Bilik Mata Depan yang Dangkal dengan Perubahan Morfologi Endotel Kornea pada Glaukoma Primer Sudut Tertutup Kronik”.
Penelitian ini dia mulai pada November 2018 hingga November 2019 dengan melibatkan 52 subjek.
Pemaparan hasil penelitian secara rasional, sistematis dan empiris pada Ujian Terbuka, Program Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, yang berlangsung hari ini secara virtual, mengantarkan Dr. Iwan Soebijantoro, SpM(K) meraih gelar Doktor.
Sekilas mengenai klasifikasi glaukoma, penyakit ini terdiri atas:
- Glaukoma primer, yang tidak diketahui penyebabnya
- glaukoma sekunder, yang diakibatkan penyakit mata lain (seperti katarak, trauma, pembedahan, dsb.), serta
- Glaukoma kongenital - yang terjadi sejak lahir. Glaukoma primer terbagi lagi menjadi dua jenis: glaukoma primer sudut terbuka (GPSTa) dan glaukoma primer sudut tertutup (GPSTp).
Khusus menyorot GPSTp, glaukoma jenis ini terklasifikasi lagi berdasarkan sifat serangannya.
Pertama, glaukoma primer sudut tertutup akut (GPSTpA) yang penyandangnya mengalami sumbatan tiba-tiba pada jaringan trabekular sehingga memicu lonjakan tekanan intraokular secara mendadak.
Kedua, glaukoma primer sudut tertutup kronik (GPSTpK) - penyandangnya mengalami gangguan outflow melalui sudut bilik mata depan yang dangkal sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intraokular secara perlahan.
Glaukoma primer sudut tertutup (GPSTp) kronik terjadi akibat kerusakan pada jaringan trabekular yang akan berdampak pada peningkatan tekanan intraokular dan progresivitas glaukoma.
GPSTp kronik terbukti menyebabkan perubahan pada sel endotel kornea khususnya densitas sel. Bilik mata depan pada pasien GPSTp turut memperburuk disfungsi sel endotel kornea.
Perubahan pada morfologi sel endotel kornea tersebut diperkirakan terjadi pula pada jaringan trabekular - mengingat keduanya berasal dari embriologi yang sama.
Penelitian Dr. Iwan Soebijantoro, SpM(K) mendapati hasil yang bisa diimplementasikan secara klinis, yaitu:
- Sudut bilik mata depan yang sangat dangkal (15 derajat atau kurang) memiliki konsekuensi yang lebih berat.
- Pasien dengan sel endotel kornea kurang dari 2000 sel/mm2 memiliki penipisan RNFL yang lebih berat.
- Ketebalan kornea sentral, selama dalam rentang normal 500-550 μm, berkorelasi dengan penipisan sel saraf.
Menurut Dr Iwan, penelitian ini merupakan bagian awal dari road map untuk mempelajari karakteristik kornea khususnya sel endotel kornea pada GPSTp kronik.
"Adanya hubungan antara densitas sel endotel kornea dengan ketebalan retinal nerve fiber layer (RNFL), diharapkan dapat menjadi pemeriksaan alternatif atau penunjang dalam menilai derajat keparahan GPSTp kronik yang dialami oleh pasien,” jelas Dr. Iwan Soebijantoro.