TRIBUNNEWS.COM - Reuni 212 kembali direncanakan digelar pada Minggu (2/12/2018) di Halaman Monumen nasional (Monas) Jakarta.
Ini merupakan reuni kedua setelah Persaudaraan Alumni (PA) 212 menggelar acara serupa tahun 2017 lalu.
Aksi Bela Islam 2 Desember (212) dilaksanakan pertama kali di kawasan Monas pada 2016 silam.
Menjelang acara 212 pada 2 Desember 2018 mendatang banyak terjadi polemik dari sejumlah pihak.
Ada yang mendukung untuk terselenggara namun tak sedikit pula yang juga menolaknya.
Berikut Tribunnews rangkum fakta-fakta terbaru mengenai acara Reuni 212 mendatang:
1. Anies Didemo karena Izin 212
Gerakan Jaga Indonesia mendesak Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan untuk mencabut izin Reuni 212.
Dilansir dari TribunWow.com pada Jumat (30/11/2018), massa Gerakan Jaga Indonesia telah berunjuk rasa di Balai Kota DKI Jakarta, pada Kamis (29/11/2018) kemarin.
Sekertaris Jenderal (Sekjen) Presidium Nasional Gerakan Jaga Indonesia Boedi Djarot menuturkan alasannya menuntut pencabutan izin acara tersebut.
Boedi mengatakan Anies akan memberikan izin karena merasa itu balas budi Anies Baswedan kepada aksi 212 yang lalu menggulingkan Ahok di saat mendekati Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2107.
Baca: CFD Tetap Berjalan Meski Ada Reuni 212
"Kami tahu Anies akan melakukan balas budi terhadap mereka. Saya pastikan itu pasti ada agenda agenda politik didalamnya," ujar Boedi di lokasi, Kamis (29/11/2018).
Boedi meyakini ada orang-orang politik untuk menjatuhkan Indonesia didalam Reuni 212 besok.
"Saya pastikan ada orang politik yang mau menjatuhkan Indonesia. Kami akan jaga ini semua," Ucap Boedi.
Dalam pantauan Warta Kota, sejumlah massa menduduki dan mendorong pagar Balai Kota sambil berteriak meminta Anies segera keluar menemuinya.
"Mereka bukan organisasi agama, mereka adalah partai yg membawa agenda politik. Anies keluar!!!," teriak massa aksi.
2. Sikap Kepala Kantor Staf Kepresidenan
Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Moeldoko meminta agar kegiatan reuni 212 yang digelar besok Minggu (2/12/2018) untuk dikaji dan dipikir ulang.
Menurutnya, kegiatan seperti itu justru menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran bagi masyarakat luas.
“Imbauan saya minta kegiatan yang tidak memberikan rasa aman seperti itu tolong dipikir ulang, saya sudah dengar dari berbagai kelompok masyarakat bahwa mereka resah dan takut dengan kegiatan-kegiatan seperti itu,” jelas Moeldoko ditemui di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (29/11/2018)saat dilansir dari Tribunnews.
Baca: IPW Imbau Polda Metro Jaya Tak Perlu Heboh Sikapi Aksi Reuni 212
Mengenai rencana panitia untuk mengibarkan berbagai macam benderan, Moeldoko juga mengatakan jika hal tersebut yang justru menambah rasa takut masyarakat.
“Apalagi kalau lihat bendera berwarna hitam kan masyarakat ketakutan, psikologisnya masyarakat seperti itu, jadi kenapa kita mesti menambah rasa takut di tengah masyarakat,” pungkasnya.
3. Sikap Menko Polhukam
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto ikut angkat bicara terkait acara Reuni 212 pada 2 Desember mendatang.
Wiranto menilai aksi reuni 212 ini, sudah tidak relevan lagi, saat dilansir dari Kompas Tv, Jumat (30/11/2018).
Hal ini lantaran seperti tujuan gerakan ini, pada awalnya mendemo mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang kala itu dianggap menista agama.
Wiranto menilai tak relevan lagi karena Ahok sendiri telah ditahan dan permasalahan tersebut sudah dianggap selesai.
"Gerakan itu kan sudah punya tujuan, sudah jelas sasarannya, ke saudara Ahok dan itu sudah selesai."
"Kalau sudah selesai nanti mau demontrasi lainya ya silahkan saja, Tapi kan kalau demontrasi soal Ahok tak relevan lagi," katanya di Bandung, Selasa (28/11/2018) lalu.
(Tribunnews.com/ Umar Agus W)