TRIBUNNEWS.COM - Pada Selasa (17/12/2018) pukul 22.00 WIB, sebagian badan Jalan Raya Gubeng di Surabaya mendadak ambles dengan kedalaman sekitar 15 meter dan lebar 50 meter.
Jalan Gubeng yang ambles tersebut berada di sekitar toko tas Elizabeth, Bank Negara Indonesia, serta kantor harian Kompas.
Beruntung, peristiwa tersebut tak menelan korban jiwa.
Meski demikian, hingga saat ini polisi terus menyelidiki dan berusaha mengusut tuntas siapa yang harus bertanggung jawab atas hal tersebut.
Tak hanya itu, sejumlah insiyur di Surabaya juga diturunkan untuk mencari penyebab peristiwa itu.
Terkait peristiwa amblesnya Jalan Raya Gubeng di Surabaya ini, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga angkat suara.
BMKG memberikan penjelasan terkait peristiwa longsoran tersebut melalui akun Instagram @infobmkg pada Jumat (21/12/2018) pagi.
Ada empat hal yang disampaikan BMKG di antaranya adalah sebagai berikut.
Baca: Jalan Gubeng Ambles, Tim Ahli: Belum Aman Lakukan Aktivitas
1. Upaya BMKG
Pertama, pasca longsoran terjadi BMKG segera melakukan analisis rekaman data sinyal seismik di sensor seismik terdekat.
Yaitu sensor PPJI (Prigen Pasuruan Jawa Indonesia) yang merupakan sensor terdekat dengan lokasi terjadinya longsoran.
2. Longsoran terjadi dua kali
Berdasarkan analisis BMKG, peristiwa longsoran di Jalan Raya Gubeng tersebut ternyata tercatat dua kali pada sensor seismik terdekat.
Yaitu sensor PPJI (Prigen Pasuruan Jawa Indonesia) dengan jarak lurus 48 km.
Longsoran pertama tercatat pada pukul 21.41.27 WIB sementara yang kedua pada pukul 22.30.00 WIB.
Baca: TERBARU Penyebab Jalan Gubeng Surabaya Ambles Ini Hasil Kajian BPPT
3. Penyebab longsoran
Berdasarkan analisis gelombang seismik, diketahui longsoran yang terjadi di Jalan Raya Gubeng Surabaya bukan diakibatkan oleh gempa bumi atau aktivitas tektonik.
BMKG dapat memastikan hal tersebut lantaran catatan seismik tidak menunjukkan adanya mekanisme penyesaran batuan dan sensor seismik yang mencatat hanya satu sensor di lokasi terdekat longsoran.
Sehingga hal tersebut bisa dikategorikan sebagai aktivitas lokal.
4. Bukan fenomena Likuefaksi
Fenomena amblesnya Jalan Raya Gubeng di Surabaya lebih ditepat disebut sebagai longsoran dan bukan likuefaksi.
Alasannya adalah karena berpindahnya material secara mendatar, miring dan vertikal yang disebabkan gaya gravitasi.
Sementara likuifaksi merupakan fenomena mencairnya material tanah di lokasi kejadian.
Melalui penjelasan tersebut, BMKG juga mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
(Tribunnews.com/Fathul Amanah)