TRIBUNNEWS.COM - Gunung Anak Krakatau berubah menjadi status siaga pagi ini, Kamis (27/12/2018) dan sudah menunjukan aktivitas sejak bulan Juni 2018.
Berdasarkan laporan dari aktivitas vulkanik dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM, Gunung Anak Krakatau sudah berubah menjadi siaga level 3.
Dilansir Tribunnews.com dari TribunJakarta.com, Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rudy Suhendar mengatakan, Gunung Anak Krakatau rupanya sudah menunjukan aktivitas sejak bulan Juni 2018.
"Aktivitas Gunung Anak Krakatau memang beberapa hari ini meningkat dari tanggal 29 Juni 2018 mulai aktivitasnya begitu menonjol sampai sekarang," ujar Rudy di pos pantau Pasaruan, Kabupaten Pandeglang, Kamis (27/12/2018).
Baca: Berikut Perbedaan Letusan Gunung Tambora di Abad ke-19 dan Gunung Krakatau yang Guncangkan Dunia
Hingga pada tanggal 22 Desember 2018, aktivitasnya semakin meningkat dan melakukan erupsi sehingga menyebabkan tsunami dan gelombang pasang hingga tanggal 24 Desember 2018.
"Tanggal 22-24 Desember, hembusan letusan terjadi dengan amplitudo yang cukup tinggi overscale kemarin saya dapat laporan ada di 25 mili amplitudonya," jelas Rudy.
Namun, ia menerangkan status siaga tersebut masih dapat berubah sewaktu-waktu tergantung dari aktivitas Gunung Anak Krakatau.
"Sewaktu-waktu bisa berubah, kita selalu membaca ini. Kami dari sisi vulkanologi terus meningkatkan kapasitas yang ada dioptimalkan di sini. Mungkin kalau berapa hari sudah tenang, besok atau lusa kita akan tambah seismograf di pulau-pulau sekitarnya," papar Rudy.
Baca: Waspada, Anak Gunung Krakatau Semburkan Awan Panas ke Arah Selatan
Untuk arah mata angin, lanjut dia, di sekitar Gunung Anak Krakatau masih menunjukan angin sedang yang mengarah Timur Laut.
Rudy juga meyakinkan dari sisi penerbangan, kawasan sekitar Gunung Anak Krakatau masih aman untuk dilalui pesawat terbang.
"Untuk penerbangan masih aman, saya dengar juga Cengkareng juga sudah waspada. Kita terus bekerjasama dengan BMKG arah anginnya kemana," tutur Rudy.
Masyarakat juga diminta untuk tidak beraktivitas dalam radius lima kilometer dari kawah gunung, untuk menghindari terkena material letusan Gunung Anak Krakatau yang setiap saat mengalami erupsi.
Baca: Suara Dentuman Misterius di Langit Sumsel, Pos Pengamat Pastikan Akibat Erupsi Anak Gunung Krakatau
Berpotensi Tsunami
Rudy mengatakan, meningkatnya aktivitas Gunung Anak Krakatau ini berpotensi untuk menghasilkan longsoran seperti terjadi pada 22 Desember 2018 lalu.
Pihaknya sudah mengkonfirmasi jika longsoran tersebut menjadi salah satu pemicu terjadinya tsunami.
"Kejadian tsunami beberapa waktu lalu diakibatkan salah satunya longsoran gunung," kata Rudy, dikutip dari Kompas.com.
"Secara dimensi lewat citera satelit, kami bisa menghitung kurang 64 hektar luas longsoran," ujar Rudy.
Baca: Dentuman Letusan Gunung Krakatau Bisa Membuat Kesehatan Telinga Runtuh
Untuk saat ini, dirinya belum bisa memastikan apakah ada potensi longsoran Gunung Anak Krakatau lainnya atau tidak.
Namun, kata dia, kemungkinan akan terjadi lagi, mengingat aktivitas Gunung Anak Krakatau menghasilkan getaran yang berpengaruh pada struktur gunung.
"Tetap waspada terus bahwa longsoran pasti ada lagi dan kemungkinan ada lagi," ucap Rudy.
Baca: Masih Terus Aktif, Anak Gunung Krakatau Disebut Akan Meletus dengan Energi yang Lebih Dahsyat
"Kami selalu waspada, kami kerja sama dengan BMKG, BPPT, selalu waspada menghadapi hal terburuk," kata dia.
Jika longsoran terjadi seperti pada Sabtu (22/12/2018) lalu, kata Rudy, besar kemungkinan tsunami akan kembali menerjang daratan.
Hanya saja, belum bisa diukur seberapa besar gelombang tsunami yang dihasilkan dari longsoran yang akan datang serta waktu pasti terjadinya.
Waspadai Hujan Abu Saat Berkendara
Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu, menyarankan untuk selalu waspada dan tetap memperhatikan sisi keselamatan.
Baca: Kilas Balik Letusan Gunung Krakatau 1883 : 36 Ribu Orang Tewas
"Biasanya saat ada aktivitas vulkanik akan dibarengi dengan debu yang menyebar," ujar Jusri saat dihubungi Kompas.com.
"Dalam kondisi ini, pengendara perlu meningkatkan kewaspadaan karena sisi visibilitas akan menurun drastis," tambahnya.
"Usahakan tetap terkontrol dan jangan panik, nyalakan lampu untuk membantu visibilitas dan juga alat komunikasi bagi pengendara lainnya," ucap Jusri.
Menurut Jusri, jika saat terjadi hujan abu vulkanik dan menutupi kaca mobil, pengendara untuk tidak menyalakan wiper.
Baca: Terungkap, Aktivitas Vulkanik Anak Gunung Krakatau Ternyata Terjadi Sejak 1928
Hal tersebut dikarenakan abu vulkanik memiliki sifat yang mengumpul ketika terkena air, sehingga membuat kaca mobil semakin buram.
Pengendara baiknya membersihkan kaca dengan benda kering, seperti lap atau disemprot dengan udara dari kompresor.
Jusri juga menyarankan bagi para pengendara untuk aktif memantau aktivitas gunung berapi melalui media sosial.
"Pantau informasi mengenai daerah yang terdampak agar bisa menghindar, bersihkan kaca juga jangan pakai air, cukup kain kering atau lainnya," terang Jusri.
Baca: Gunung Krakatau dan Pulau Thera - 2 Erupsi Gunung Berapi yang Sebabkan Tsunami Terbesar di Dunia
"Apabila kondisinya sudah tidak memungkinkan untuk berjalan karena faktor visibilitas atau lainnya, lebih baik jangan memaksakan diri, cari lokasi yang aman dan menunggu hingga situasi lebih normal," ujar Jusri.
(Tribunnews.com/Whiesa)