Pikri mencontohkan, Garuda Indonesia memiliki kapasitas 30 kursi kelas bisnis untuk penerbangan Jakarta-Amsterdam.
Untuk kelas bisnis itu, perusahaannya mengenakan tarif 3.000 dollar AS.
Baca: Penyebab Harga Tiket Pesawat Rute Domestik Lebih Mahal dari Internasional
Jika tingkat keterisian kelas bisnis tersebut mencapai 80 persen, pihaknya bisa mendapatkan penghasilan sebesar 75.000 dollar AS.
Selanjutnya, dari total 300 kursi untuk kelas ekonomi, perusahaanya menjual 100 di antaranya dengan harga 1.500 dollar AS.
Jika 100 kursi itu terisi penuh, pihaknya bisa mengantongi pendapatan 150.000 dollar AS.
Nantinya, 50 kursi lagi bisa digunakan perusahaanya untuk menerapkan strategi marketing.
Caranya dengan menjual harga tiketnya di bawah rata-rata.
“Setelah total, kami masih punya 50 seat lagi yang bisa kita gunakan untuk marketing gimmick. (Tiket ke) Eropa (dijual) Rp 4 juta, atau Rp 3 juta. Tetapi itu sebenarnya dalam seat yang terbatas,” kata Pikri.
Dia menambahkan, ada maskapai yang menjual tiket rute Aceh-Kuala Lumpur-Jakarta seharga Rp 700.000.
Namun, jumlah seat yang tersedia dengan harga tersebut terbatas.
“Kalau semuanya dia jual Rp 700.000, kalau dia bisa bertahan dalam satu bulan saya angkat topi. Karena internasional menggunakan gimmick,” ucap dia.
Pikri menuturkan, di penerbangan domestik para maskapai nasional memampang harga tanpa adanya gimmick.
Harga yang sudah terpampang tersebut memiliki kapasitas seat yang banyak.
Menurut dia, hal tersebut yang menyebabkan harga tiket rute domestik terlihat lebih mahal ketimbang rute internasional.