"Menurut majelis hakim tidak ada alasan untuk direhabilitasi karena di dalam kandungan urin, rambut, dan darah terdakwa tidak didapatkan zat yang tergolong narkotika sebagaimana dalam hasil laboratoris," ujar Hakim Anggota, Achmad Guntur dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (18/10/2018).
5. Mengajukan PK yang berujung ditolak
Roro Fitria mengajukan PK atau peninjauan kembali terhadap kasus narkotika yang menjeratnya. Kuasa hukum Roro mengungkapkan alasan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
PK sudah diajukan oleh tim kuasa hukum Roro pada 12 Agustus 2019. Menurutnya Fedhli Faisal selaku kuasa hukum Roro, ada kekhilafan dari majelis hakim saat melihat fakta persidangan.
"Karena ada kekhilafan hakim. Menurut kami berdasarkan fakta persidangan bahwa klien kami tidak terlibat dalam peredaran narkotika," kata kuasa hukum Roro, Fedhli Faisal, usai sidang di PN Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
"Tujuannya digunakan sendiri secara bersama-sama. Artinya tidak ada tujuannya melakukan transaksi atau perederan gelap narkotika. Sehingga menurut kami pasal yang paling tepat diterapkan adalah Pasal 127 UU Narkotika," kata Fedhli.
Sayangnya Peninjauan Kembali yang diajukan Roro Fitria, dan ia harus menerima kenyataan bahwa ia masih harus mendekam di Rutan Pondok Bambu saat itu.
Leo yang bertugas sebagai JPU dalam sidang itu mengatakan tuntutan pihaknya sudah jelas dalam Kasus yang menimpa Roro Fitria. Sehingga pihaknya menolak untuk mengambulkan permohonan PK tersebut.
"Menolak permohonan peninjauan kembali dan keseluruhannya. Menyatakan terpidana Roro Fitriauntuk tetap menjalani pidana sesuai dengan keputusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta untuk putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nomor 740/Krimsus/2018," ujar Leo di PN Jakarta Selatan, Kemang, Jakarta Selatan, Kamis (12/9/2020).
Kini Roro Fitria sudah siap menghirup udara bebas setelah mengajukan pembebasan bersyarat ke Kementerian Hukum dan HAM.