Sehingga, kemampuan untuk mengendalikan emosi, amarah, hingga rasa kecewa masih sangat minim.
"Sayangnya kemampuan seperti ini tidak begitu banyak diasah di sekolah karena sekolah dari beberapa dekade ini sudah mulai arahnya ke nilai rapor."
"Sehingga, kemampuan, skill diri untuk mengendalikan emosi, amarah, rasa kecewa itu sangat minim diakomodir di sekolah-sekolah," kata dia.
Pelaku Mom Shaming Kebanyakan Adalah Perempuan
Bicara soal mom shaming, Nina menjelaskan, perilaku ini lebih banyak dilakukan oleh para perempuan.
Nina menerangkan, hal ini dipengaruhi oleh kinerja otak perempuan yang sangat banyak dan random.
Sehingga, perempuan akan meluapkan hal yang menarik baginya.
"Perempuan itu memang dari otaknya memiliki banyak sekali saluran yang nggak urut, artinya lebih random daripada laki-laki."
"Sehingga, cara pikir kita pun ya random. Mana yang tiba-tiba menarik, akan kita blow up, mana yang tidak menarik ya akan tidak di blow up lagi atau dibiarkan begitu saja," terangnya.
Selain itu, Nina menyebutkan, perempuan pada dasarnya memang lebih suka berbicara dibanding para laki-laki.
Baca: Shandy Aulia Alami Mom Shaming setelah Beri MPASI pada Anak di Usia 4 Bulan, Ini Tanggapan Psikolog
Ia mengatakan, sejak pukul 10 pagi hingga pukul 5 sore, perempuan memiliki 7.000 hingga 20.000 kata.
Sedangkan, seorang laki-laki hanya memiliki maksimal 7.000 saldo kata saja.
"Jadi bisa dibayangin kan perempuan itu sangat suka bicara?"
"Ya fitrahnya seperti itu, jadi lebih mudah mengomentari, lebih mudah untuk reaktif akan sesuatu," terangnya.