Menurut Nina, sifat reaktif seseorang akan membuat dirinya lebih mudah merasa insecure.
Lantas, perasaan itu akan membuat dirinya cenderung menyerang orang lain sebelum dirinya diserang.
"Jadi lebih reaktif daripada dipikir duluan. Itulah kenapa perempuan itu biasanya lebih main pada perasaan daripada hal-hal yang bersifat logika," lanjutnya.
Oleh karena itu, Nina mengatakan, hal ini tentunya dapat dikendalikan dengan melatihnya.
Baca: Pro Kontra Pemberian Madu untuk MPASI Anak Shandy Aulia, Amankah Madu untuk Bayi?
Menurut Nina, apabila seseorang dapat membiasakan diri untuk melatih otak neokorteksnya, yaitu otak yang dominan dengan kemampuan logika, maka mereka tidak akan memiliki waktu untuk melakukan mom shaming.
"Otak neokorteks dengan otak reptil ini tidak bisa menyala bersama-sama, sehingga kalau neokorteksnya menyala, reptilnya akan padam."
"Sehingga kalau seseorang terbiasa dilatih pikirannya untuk memikirkan hal-hal yang positif, akademis, berbobot, biasanya mereka tidak punya waktu untuk mom shaming, body shaming, or comenting to order actions gitu karena otaknya sudah biasa untuk memikirkan hal-hal yang lebih baik," jelas Nina.
Akan tetapi, Nina mengatakan, berdasarkan observasi yang pernah ia lakukan, para ibu saat ini lekat dengan sesuatu yang serba instan.
Menurutnya, hal itu kemudian akan mempengaruhi kemampuan untuk bersabar dan berpikir sebelum bertindak.
"Saya kurang begitu paham ya untuk masalah seperti generasi milenial, generasi X, generasi Y, tapi angkatan saya ke bawah artinya jadi ibu di usia 20-an sampai 30-an tahun itu biasanya memang lebih memilih sesuatu yang cepat."
"Artinya mereka tidak dibangun, tidak dibiasakan untuk bersabar, tidak dibiasakan untuk berpikir sebelum bertindak, semuanya serba instan, semuanya serba segera," bebernya.
"Nah mereka yang reaktif biasanya akan lebih banyak menuai pro dan kontra, mereka yang reaktif akan lebih banyak untuk memperbaiki sesuatu daripada mencegah sesuatu," tambahnya.
Sementara itu, Nina menilai, saat ini semakin banyak orang yang kurang menyaring perkataannya dalam memberi komentar ataupun berpendapat.
Menurutnya, hal itu juga tak terlepas dari kebebasan berpendapat saat ini.