News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kabar Artis

Tanggapan Psikolog soal Pemeran Zahra dalam Sinetron Suara Hati Istri yang Masih di Bawah Umur

Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: bunga pradipta p
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Lea Ciarachel, sosok pemeran Zahra dalam sinetron Suara Hati Istri yang tayang di Indosiar. Lea baru berusia 14 tahun.| Psikolog Keluarga, Adib Setiawan, S.Psi., M.Psi turut menanggapi polemik sinetron 'Suara Hati Istri' karena pemeran Zahra masih di bawah umur

Menteri Bintang menegaskan bahwa setiap tayangan yang disiarkan oleh media elektronik seperti televisi, seyogyanya mendukung program pemerintah dan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait pencegahan perkawinan anak.

Juga Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), pencegahan kekerasan seksual, dan edukasi pola pengasuhan orangtua yang benar.

Orangtua pemeran seharusnya juga bijaksana dalam memilih peran yang tepat dan selektif menyetujui peran yang akan dimainkan oleh anaknya.

Menteri Bintang mengatakan sejauh ini pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

“Saya mengapresiasi langkah cepat yang dilakukan oleh KPI. KemenPPPA dan KPI juga sepakat dalam waktu dekat akan segera melakukan pertemuan dengan rumah produksi untuk memberikan edukasi terkait penyiaran ramah perempuan dan anak,” kata Menteri Bintang.

Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar mengatakan dari hasil telaah yang dilakukan Kemen PPPA ditemukan beberapa aspek yang telah dilanggar dalam produksi sinetron tersebut.

Kemen PPPA menilai pihak Indosiar menyampaikan ketidakbenaran.

“Terkait peran istri dalam sinetron ini yang diperankan seorang pemain usia anak, hal ini adalah bentuk stimulasi pernikahan usia dini yang bertentangan dengan program pemerintah khususnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan,” kata Nahar.

Tidak hanya itu, Nahar menambahkan sinetron tersebut juga memperlihatkan kekerasan psikis terhadap anak.

Kekerasan tersebut berupa bentakan dan makian dari pemeran pria, dan pemaksaan melakukan hubungan seksual.

Adegan dalam sinetron tersebut dinilai mempromosikan kekerasan psikis dan seksual terhadap anak.

Tentunya, alur cerita dalam sinetron itu bertentangan dengan Pasal 66C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Nahar juga mengingatkan tayangan tersebut dapat berisiko memengaruhi masyarakat untuk melakukan perkawinan usia anak.

Bahkan juga dapat memengaruhi masyarakat untuk melakukan kekerasan seksual, dan TPPO.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini