Ia masih ingat betul, ayahnya merupakan sosok pria yang sangat bertanggung jawab dan sayang pada keluarga.
Tak hanya itu, kedisiplinan ayahnya juga masih sangat membekas dalam diri Rachmi, dan menjadi teladan yang ia pegang teguh hingga saat ini,
“Bapak itu terhadap anak, keluarga, itu disiplin banget. Jadi waktunya makan itu makan, meskipun ada tamu sekalipun ya tetap makannya harus dihabiskan dulu, gak boleh ditinggal, katanya gak baik,” ungkapnya.
“Terus jam tidur kalau ada tamu pun ya dia tidur saja. Jadi dia disiplin banget, teratur, sepertinya sulit ya sekarang menemukan yang kaya begitu,” timpalnya.
Lebih lanjut, Rachmi tak pernah menyangka bahwa nama dan karya almarhum Ismail Marzuki tetap abadi hingga sekarang.
“Sampai saat ini saya sekeluarga juga tidak menyangka nama bapak abadi sampai sekarang, banyak dikenang gitu,” ujarnya.
Bahkan, ia mengaku bahwa hingga detik ini masih menerima nafkah dari ayahnya yang telah tiada puluhan tahun silam.
“Sekarang ini istilahnya orang mati ngempanin orang hidup ya saya. Pak Ismail yang susah payah bikin lagu sampai tengah malam, dia tidak merasakan hasil jerih payah dia, tapi yang nikmatin anak cucunya, jadi bersyukur banget. Saya selalu berdoa semoga bapak selalu diberikan tempat terbaik disisinya, dan karyanya tetap abadi,” ucapnya.
Tunjangan Distop karena Covid-19
Sebelum pandemi Covid-19 melanda Indonesia, Rachmi mengisi hari tuanya dengan berdagang minuman sachet dingin di depan rumahnya.
“Sebelum pandemi saya berjualan di depan rumah, karena ada anak sekolah dasar kan. Ya itu untuk mengisi kekosongan masa tua saja, jadi bukan untuk mata pencaharian,” kata Rachmi.
Soal penghasilan, Rachmi berujar keluarganya mendapat tunjangan dari pemerintah sebesar Rp 50 juta per tahun.
“Saya sudah cukup dikasih pemerintah per tahun Rp 50 juta,” imbuhnya.
Tak hanya itu, tunjangan perbulan juga ia terima dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.