Karenanya, kata Greysia, kuncinya untuk laga final ini adalah: tetap tenang, dan tetap berusaha menikmati permainan, dalam situasi apa pun.
Menurutnya, karena sudah sering bertemu, dari tipe permainan tak ada lagi yang bisa disembunyikan karena mereka sudah saling tahu.
"Kami ingin terus menjaga pikiran seperti datang awal ke Tokyo. Kami ingin menikmati permainan agar bisa menunjang performa di lapangan," ujar Greysia dikutip dari situs Komite Olimpiade Indonesia.
"Kami tak mau berpikir lawan seperti apa, begini atau begitu. Persiapan yang harus kami lakukan adalah menjaga ketenangan agar dapat mengontrol permainan serta mempersiapkan diri untuk pemuihan," katanya.
Selain itu, lanjut Gresyia, faktor chemistry juga berperan sangat kuat. Dan chemistry itu didapat di antaranya dengan lamanya mereka berpasangan.
Greysia sudah berduet dengan Apriyani sejak tahun 2017. Mereka saling mengisi. Greysia berusia 33 tahun, punya jam terbang, dan pengalaman tinggi. Apriyani 23 tahun punya speed, dan power yang masih mumpuni.
Sebelumnya, Greysia duet dengan Jo Novita, Nitya Krishinda Maheswari, dan Anggita Shitta Awanda.
Terkait bermain tenang, dan menikmati permainan ini, pelatih ganda putri Eng Hian meminta masyarakat Indonesia meredam harapan berlebihan kepada Greysia/Apriyani.
Eng Hian takut anak-anak asuhnya itu mengalami bumerang psikologis seperti yang dialami ganda putra Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo.
Marcus mengaku sangat ditekan untuk meraih medali emas ganda putra, seolah-olah tak boleh gagal. Pengakuan itu diucapkan Marcus secara blak-blakan seusai kalah dua gim langsung 14-21 17-21 dari pasangan Malaysia yang kurang diunggulkan, Aaron Chia/So Wooi Yik pada perempatfinal Olimpiade lalu. "Banyak tekanan yang menjadi beban kami untuk menang dan membawa pulang medali," ungkap Marcus.
Eng Hian meminta, biarkan Greysia/Apriyani bermain dengan cara mereka sendiri di final. Masalah nonteknis seperti ditekan harus meraih medali, katanya, justru berpotensi besar mengganggu pemain di lapangan.
"Sebenarnya masalah nonteknis itu adalah saat pemain tidak bisa mengontrol ekspektasi. Di Olimpiade ini banyak unggulan tumbang karena bermain berbeda dengan standar akibat beban berat. Mohon jangan terlalu berlebihan. Mohon doanya saja," kata Eng Hian.